Catatan Kritis 25 Tahun Ombudsman RI: Refleksi Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pelayanan Publik

Tanggal 10 Maret 2000 bisa dianggap sebagai salah satu milestone terbaik yang republik ini hasilkan pasca reformasi. Bagaimana tidak, kala itu dalam rangka menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, Gus Dur memberikan legitimasi penuh kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan negara dengan menerbitkan Keppres 40/2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.
Dalam konsideransnya, Keppres 40/2000 menegaskan bahwa pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokratisasi agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi.
Tidak berhenti disitu, keseriusan negara dalam pengawasan pelayanan publik kembali ditunjukkan dengan menerbitkan UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia pada tanggal 7 Oktober 2008. Dalam UU tersebut pun kembali dipertegas bahwa tujuan pembentukan Ombudsman RI adalah meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
Kesadaran hukum masyarakat tersebut dapat juga dimaknai sebagai bentuk kesadaran masyarakat untuk selalu berpartisipasi dan terlibat aktif dalam melakukan pengawasan dalam pelayanan publik. Lalu, bagaimana kondisnya saat ini? Apakah masyarakat sudah ada pemahaman penuh tentang betapa krusialnya peran masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik? Terus bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik saat ini?
Penyelenggaraan pelayanan publik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari peran serta masyarakat. Baik dan buruknya pelayanan publik yang diselenggaran dapat dilihat dari tingkat kepedulian masyarakatnya. Sesungguhnya banyak bentuk partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, seperti terlibat dalam proses penyusunan standar pelayanan, terlibat dalam proses pengambilan kebijakan dalam pelayanan publik, melakukan pengawasan atas pelayanan publik dan menyampaikan pengaduan ke pengawas internal (Inspektorat Daerah) atau pengawas eksternal (DPR/DPRD dan Ombudsman).
Namun dewasa ini, tak bisa dipungkiri tingkat partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik masih rendah. Bisa jadi penyebabnya dikarenakan minimnya literasi masyarakat tentang bentuk partisipasi dalam pelayanan publik atau bisa jadi penyelenggara pelayanan publik sengaja untuk tidak melibatkan masyarakat.
Bahkan menurut Agus Dwiyanto dalam Jurnal Forum Inovasi, Vol. 8: September-Nopember 2003 yang berjudul "Peran Masyarakat dalam Reformasi Pelayanan Publik". Selama ini masih sering terjadi pengabaian hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan proses penyelenggaraan layanan dan hak untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek penting dari pelayanan publik yang menjadi kepentingannya.
Memperhatikan betapa vitalnya peranan masyarakat dalam pelayanan publik, seyogianya upaya-upaya peningkatan partisipasi masyarakat adalah hal krusial yang segera diakselerasi agar pelayanan publik yang diberikan dapat semakin berkualitas.
//Peranan Ombudsman Babel Dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, salah satu tujuan Ombudsman adalah membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi. Selain itu dijabarkan pula bahwa tujuan lain kehadiran Ombudsman yakni untuk meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
Tampak jelas bahwa variabel pencegahan dan pemberantasan maladministrasi serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat menjadi hubungan yang tak terlepaskan. Merujuk pada pasal tersebut, secara filosofis para pembentuk Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menginginkan agar Ombudsman dapat bekerja keras untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat agar dapat mencegah dan memberantas maladministrasi.
Harus juga diakui masih terdapat beberapa kelemahan yang terjadi dalam pola kerja peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang dilakukan Ombudsman seperti jangkauan yang terbatas, kegiatan yang tidak berkesinambungan, pola advokasi yang tidak bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan lain sebagainya. Oleh karena itu Ombudsman dipandang harus terus berupaya maksimal untuk meningkatkan upaya pencegahan maladministrasi dan peningkatan kesadaran masyarakat bagaimana pun caranya.
Dalam praktiknya, sebenarnya sudah sangat banyak upaya yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia baik dalam proses pencegahan maladministrasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. Dalam upaya pencegahan maladministrasi, Ombudsman banyak melakukan kegiatan seperti melakukan penilaian kepatuhan instansi penyelanggara pelayanan publik, melakukan kajian terhadap isu-isu pelayanan publik rentan maladministrasi, diseminasi dan upaya-upaya pengawasan rutin lainnya.
Begitu juga dengan upaya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, kegiatan-kegiatan seperti pembentukan sobat Ombudsman, diseminisasi di sekolah/kampus, diskusi publik, kegiatan sosialisasi ke masyarakat langsung dan masih banyak lagi kegiatan lainnya.
Pertanyaan berikutnya yang juga bisa muncul yakni, apakah kegiatan-kegiatan pencegahan Ombudsman tersebut sudah efektif dan memberikan dampak yang siginfikan dalam memberantas meladministrasi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentunya harus berbasis data.
Melihat data penanganan pengaduan yang ada di Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sejak tahun 2014-2024 jumlah aduan yang sudah diterima 6.429 aduan dengan total aduan tahun 2014 (144 aduan), 2015 (120 aduan), 2016 (137 aduan), 2017 (140 aduan), 2018 (130 aduan), 2019 (83 aduan), 2020 (610 aduan), 2021 1181 aduan, 2022 (1244 aduan), 2023 (1328 aduan) dan 2024 (1312 aduan).
Melihat data tersebut, ada beberapa hal krusial yang bisa diterjemahkan lebih dalam yakni pertama, terdapat peningkatan trend pengaduan di di Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua, jenis akses aduan di Ombudsman terdiri dari laporan masyarakat, Respon Cepat Ombudsman (RCO), Investigasi Atas Prakarsa Sendiri, Konsultasi dan Tembusan. Ketiga, jumlah aduan terbanyak ada pada tahun 2023. Keempat, setelah dianalisis lebih dalam, layanan aduan dalam bentuk konsultasi adalah layanan yang paling sering digunakan masyarakat di Ombudsman.
Secara umum, data aduan diatas menunjukkan progres yang baik. Tingkat partisipasi masyarakat di di Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung cukup bagus dimana jumlah rerata aduan yang diterima dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berjumlah 1.135 aduan. Namun ada beberapa hal yang menarik dalam peningkatan jumlah konsultasi masyarakat ke di Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tersebut.
Peningkatan jumlah konsultasi tersebut disebabkan karena sejak tahun 2020 Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung gencar melakukan kegiatan seperti diseminasi di sekolah/kampus, menggelar kegiatan festival layanan publik dan melakukan kegiatan jemput bola layanan aduan yang dinamakan Ombudsman On The Spot. Tanpa didukung dengan kegiatan-kegiatan tersebut, diyakini bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak akan meningkat secara signifikan.
//Upaya Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Melihat uraian paragraf diatas, tampak jelas bahwa sebenarnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak begitu signifikan karena peningkatan tersebut merupakan hasil program jemput bola yang memang dilakukan oleh Ombudsman bukan karena kesadaran masyarakat yang secara mandiri aktif menyampaikan pengaduan di Ombudsman.
Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat baik untuk memberantas maladministrasi. Tidak hanya sekedar membentuk komunitas, organisasi, lembaga swadaya anti maladministrasi, diperlukan juga upaya-upaya yang terukur untuk benar-benar meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Kesadaran" adalah kata kuncinya. Oleh karena itu penting untuk memahami jenis dan karakteristik kesadaran sehingga tidak ada bias pemaknaan dan salah dalam mengembangkan strategi untuk menyadarkannya. Menurut Lisa Veneklasen dalam A New Wave of Power, People & Politics. Oklahoma City: World Neihbour, 2002, terdapat 4 bentuk kesadaran (consciousness), seperti pertama kesadaran pasif (passive consciousness), kedua adalah kesadaran yang mempertanyakan (questioning consciousness), ketiga adalah kesadaran analitis (analytical consciousness) dan keempat adalah kesadaran kritis aktif (active critical consciousness).
Melihat bentuk-bentuk kesadaran yang sudah diurai diatas, adalah penting bagi seluruh instansi penyelenggara pelayanan publik untuk membuat strategi yang baik agar dalam suatu pelaksanaan program peningkatan kesaran (sosilasiasi atau diseminasi) tidak hanya berhenti di output kegiatan, tapi juga harus menyentuh outcome atau tujuan yang hendak dicapai.
Begitu juga dengan Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jika ingin meningkatkan kesadaran masyarakat, harus juga dibarengi dengan strategi terarah yang pada akhirnya adalah benar-benar membangkitkan kesadaran masyarakat yang aktif dan kritis terhadap isu-isu pelayanan publik dan maladministrasi.
Memperhatikan seluruh poin diatas, terlihat jelas betapa urgentnya dilakukan suatu kegiatan atau upaya peningkatan kesadaran atau kepedulian masyarakat terhadap isu-isu pelayanan publik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Masyarakat yang aktif dan kritis adalah kunci penting percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Namun jika secara khusus membahas terkait isu anti maladministrasi, sudah sepatutnya Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bergerak cepat untuk melakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat yang terstruktur dan berkesinambungan. Upayanya bisa saja dengan membentuk suatu komunitas masyarakat yang anti maladministrasi atau semakin gencar melakukan diseminasi ke masyarakat.
Penulis meyakini ketika masyarakat sudah semakin sadar dan aktif berpartisipasi dalam pengawasan pelayanan publik, akan ada akselerasi peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.**
Oleh Kgs Chris Fither
Asisten Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung








