BREAKING NEWS : Ombudsman Temukan Pemda di Jatim Mempersulit Izin Praktik Nakes, UU No 17 2023 Stag
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengungkap dugaan maladministrasi pengurusan Surat Izin Praktik (SIP) di beberapa pemerintah daerah.
Imbasnya, banyak tenaga kesehatan (Nakes) yang kesulitan mendapatkan izin praktik hingga berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat.
Temuan ini terungkap dengan banyaknya aduan kepada Ombudsman soal sulitnya mengurus SIP untuk apoteker.
Sebuah apotek waralaba bahkan mendapat kesulitan ini di empat daerah sekaligus di Jawa Timur: Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, dan Banyuwangi.
"Pada 2024 ini, ada yang mengadukan kepada kami dengan pihak terlapornya adalah beberapa Pemda. Khususnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Kesehatan yang tidak mau memproses SIP baru sesuai dengan Undang-undang 17 tahun 2023," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, Agus Muttaqin, dikonfirmasi di Surabaya, Selasa (26/11/2024).
Agus mengungkapkan, UU 17/2023 tentang kesehatan mengatur sejumlah teknis persoalan kesehatan. Di antaranya, soal penerbitan baru SIP nakes.
Aturan ini di antaranya menyederhanakan syarat pengurusan SIP Nakes.
Pada aturan sebelumnya, pengurusan SIP harus menyertakan rekomendasi dari organisasi profesi.
Saat ini, syarat terkait rekomendasi organisasi profesi tersebut ditiadakan.
"Sebelum direvisi, penerbitan SIP baru harus ada rekomendasi dari organisasi profesi. Kalau dia seorang apoteker maka harus ada rekomendasi dari IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)," kata Agus.
"Itu yang lama. Kalau yang baru, berdasarkan UU 17/2023, tidak mengharuskan ada rekomendasi ini. Aturannya lebih sederhana karena STR (Surat Tanda Registrasi), Ijazah, dan dokumen pendukung sesuai profesi," katanya.
Atas aduan masyarakat tersebut, Ombudsman Jatim lantas menindaklanjuti dengan datang ke daerah.
Menariknya, masing-masing Pemda lantas menyikapi aturan ini dengan kebijakan yang berbeda-beda.
"Lamongan, Sidoarjo, Surabaya, sampai Banyuwangi beda-beda. Kalau Sidoarjo dan Lamongan itu cepat karena undang-undangnya sudah jelas tidak perlu ditafsirkan lagi. Mereka langsung melaksanakan artinya tanpa ada rekomendasi dari IAI langsung menerbitkan SIP," katanya.
"Tapi dari Banyuwangi sama Kota Surabaya itu masih berpikir. Sebab, masih menunggu aturan pelaksanaannya dari Peraturan Menteri Kesehatan," tandasnya.
Agus menerangkan, pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan sudah menjembatani kekosongan hukum dengan mengeluarkan surat edaran.
"Tetapi, dua Pemda itu menganggap surat edaran itu masih belum kuat. Mereka menginginkan adanya Peraturan Menteri Kesehatan sebagai peraturan pelaksanaannya," katanya.
Tak hanya di empat daerah tersebut, Ombudsman Jatim pun menemukan gejala serupa di daerah lain.
Berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terhadap Pemda Ngawi dan Nganjuk, misalnya, dugaan maladministrasi ditemukan di beberapa dinas.
Dua Pemda tersebut dipilih karena sebaran apotek yang cukup besar. Serta, adanya organisasi profesi di salah satu daerah yang ternyata tidak aktif.
"Di sana pun kami menemukan adanya dugaan maladministrasi yang masuk dalam kategori kelalaian, tidak patut, hingga pengabaian kewajiban hukum terhadap UU 17/2023," kata Agus.
Dengan banyaknya Pemda yang belum siap terhadap aturan ini, terbuka kemungkinan kesulitan serupa dijumpai pada Nakes lain.
"Bisa jadi juga seperti itu. Contohnya SIP perawat, bidan, dokter dan juga dokter spesialis," kata Agus.
"Bisa jadi ada potensi mereka kebingungan. Cuma kami memang selama ini masih belum menerima keluhan atau pengaduan dari profesi selain apotek apoteker," katanya.
Atas temuan ini, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk cepat mengambil sikap dengan mempedomani UU 17/2023.
"Aturannya, undang-undang itu sudah ada, payungnya sudah ada," katanya.
"Pemda sendiri kadang kala juga tarik ulur tetap mempertahankan syarat tambahan dari organisasi profesi itu. Menganggap Undang-undang 17 itu masih perlu diperjelas lagi padahal sudah jelas," tegasnya.
Ia mengingatkan, kemudahan dalam pengurusan SIP juga akan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Termasuk, meningkatkan potensi investasi dan mengurangi munculnya pungutan liar (Pungli).
"Kalau gini, memang itu tergantung dari Political will (dukungan pemerintah) kepala daerahnya. Tolong political will kepala daerahnya itu progresif dan mendukung iklim investasi khususnya di bidang kesehatan," tegasnya. (bob)