• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Upaya Penguatan Wewenang Ombudsman RI
PERWAKILAN: KEPULAUAN RIAU • Kamis, 28/08/2025 •
 
Ombudsman RI

Ombudsman di Negara Kesatuan Republik Indonesia pada awalnya lahir dari Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Kehadiran lembaga ini merupakan wujud semangat Reformasi dalam memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kemudian, pada tahun 2008, lahirlah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menjadikan Ombudsman sebagai lembaga negara independen dan memperkokoh kedudukannya.

Kini, setelah menempuh perjalanan seperempat abad, Ombudsman RI telah berperan selama 25 tahun dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Selama lebih dari dua dekade itu, Ombudsman memberi kontribusi nyata bagi perbaikan pelayanan publik di tingkat pusat hingga daerah. Namun, perjalanan panjang tersebut juga diwarnai berbagai tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan kewenangan: Ombudsman tidak memiliki kekuatan memaksa instansi yang terbukti maladministrasi untuk melaksanakan tindakan korektif atau rekomendasi yang dikeluarkan.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman berwenang membuat rekomendasi penyelesaian laporan, termasuk ganti rugi dan/atau rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan. Pasal 38 ayat (1) menegaskan bahwa rekomendasi tersebut bersifat wajib dan mengikat. Namun, dalam praktiknya, tidak semua penyelenggara mematuhi rekomendasi Ombudsman. Kasus penolakan rekomendasi Ombudsman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah salah satu contohnya.

Sesungguhnya, wewenang Ombudsman dalam tahap pemeriksaan sudah sangat kuat. Ombudsman berhak meminta keterangan, memeriksa keputusan atau dokumen, dan meminta salinan dokumen dari instansi mana pun. Ketentuan ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1), bersifat memaksa instansi terlapor maupun pihak terkait untuk patuh. Penolakan untuk memberikan keterangan bahkan memiliki konsekuensi pidana sebagaimana diatur Pasal 44 Undang-Undang Ombudsman RI.

Meski demikian, penguatan wewenang Ombudsman ke depan bukanlah soal menambah kewenangan baru, melainkan mengefektifkan yang sudah ada. Dalam penyelesaian maladministrasi, instrumen terpenting Ombudsman adalah rekomendasi dan ajudikasi khusus. Pasal 50 Undang-Undang Pelayanan Publik memberi dasar bagi Ombudsman untuk melakukan ajudikasi khusus dalam kasus ganti rugi. Pada tahun 2018, Ombudsman telah menerbitkan Peraturan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Mekanisme dan Tata Cara Ajudikasi Khusus. Namun, hingga kini mekanisme pembayaran ganti rugi belum diatur karena masih menunggu Peraturan Presiden.

Agar pemeriksaan Ombudsman yang dibiayai oleh anggaran negara-bersumber dari pajak rakyat-tidak sia-sia, hasil akhirnya harus memiliki kepastian hukum. Rekomendasi Ombudsman yang terbukti berdasarkan pemeriksaan harus dilaksanakan oleh instansi terlapor. Untuk itu, diperlukan penguatan melalui revisi Undang-Undang Ombudsman, khususnya pemberian sanksi tegas bagi instansi yang dengan sengaja mengabaikan rekomendasi.

Langkah penguatan ini membutuhkan peran aktif Presiden dan DPR RI. Presiden perlu segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang mekanisme pembayaran ganti rugi dalam ajudikasi khusus. Sementara DPR perlu menambahkan ketentuan hukum dalam revisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 agar penolakan rekomendasi Ombudsman berkonsekuensi pada sanksi berat. Tanpa langkah konkret ini, rekomendasi Ombudsman berisiko hanya menjadi "macan kertas".

Sebagai lembaga pengawas, Ombudsman harus mampu menghadirkan pengaruh yang membuat instansi penyelenggara pelayanan publik benar-benar melaksanakan rekomendasi. Hasil pemeriksaan Ombudsman bukan untuk kepentingan lembaga itu sendiri, melainkan untuk mendorong perbaikan pelayanan publik. Pada akhirnya, masyarakatlah yang akan merasakan manfaat berupa pelayanan publik yang lebih prima, sejalan dengan visi Ombudsman RI: "Lembaga Pengawas yang Efektif, Dipercaya, dan Berkeadilan guna Mewujudkan Pelayanan Publik yang Berkualitas."


Oleh:

Taufik Halim Pranata, SH, MH

Calon Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...