Simalakama Pendanaan Sekolah Negeri

Pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara, hal tersebut termaktub dalam Pasal 31 UUD 1945 Ayat 1 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Bukan hanya hak, namun juga menjadi kewajiban negara termasuk dalam hal pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945 bahwasetiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pendidikan menjadi krusial bagi suatu negara karena merupakan faktor utama kemajuan suatu negara, sistem pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat menunjang kemajuan suatu negara, contoh nyata adalah negara Jepang, negara adikuasa di kawasan Asia ini, berdasarkan dataUnited Nation Development Program-Human Development Reportmenempati peringkat pertama Indeks Pembangunan Manusia di Asia, sehingga tidak heran saat ini menjadi negara paling maju karena pemerintah menaruh perhatian penuh dalam memberikan layanan pendidikan berkualitas bagi warga negaranya. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Permasalahan utama pendidikan adalah pendanaan, merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Gunawan & Taufik Hidayat dalam jurnal bertajuk "Pentingnya Memahami Psikologi Pendidikan dalam Kegiatan Belajar Mengajar" diperoleh hasil bahwa problematika pendidikan tidak terlepas dari pendanaan pendidikan. Lebih jelas problematika tersebut antara lain penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), minimnya pendanaan, dan rendahnya kualitas pengelolaan dana pendidikan. Perlu diketahui bahwa sumber pendanaan pendidikan sekolah swasta dan sekolah negeri berbeda. Jika melihat sumber pendanaan pendidikan sekolah swasta terbilang fleksibel karena sumber pendanaan bisa berasal dari pemerintah, masyarakat dan usaha mandiri, sedangkan untuk sumber pendanaan sekolah negeri cukup terbatas karena hanya berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah Pusat dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah. Sumber pendanaan yang terbatas ditambah dengan banyaknya alokasi pendanaan sekolah seperti penyediaan sarana prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar, ekstrakulikuler, pembayaran tenaga honorer, memaksa sekolah untuk mencari sumber pendaan lain, salah satunya melalui bantuan walimurid atau biasa dikenal dengan uang komite. Disisi lain adanyanya persepsi dikalangan masyarakat bahwa sekolah negeri gratis membuat pendanaan pendidikan di sekolah negeri menimbulkan berbagai masalah, walimurid merasa bahwa pemerintah telah menerapkan wajib belajar 12 (dua belas) tahun dan sesuai regulasi bahwa pemerintah wajib membiayai, memunculkan pemikiran bahwa sekolah gratis, disisi lain minimnya anggaran dana BOS dan BOSDA ditambah besarnya pengeluaran sekolah menyebabkan sekolah tidak dapat berkutik dengan kondisi yang ada. Di Ombudsman Perwakilan Kalimantan Selatan, setidaknya di tahun hingga tahun 2024 telah menerima 12 laporan terkait dengan pungutan yang dilakukan oleh sekolah negeri, baik melalui pihak sekolah secara langsung atau melibatkan komite sekolah.
Larangan pungutan pendidikan telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar yang menyebutkan bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Selanjutnya diperjelas dengan pasal 1 angka (4) yang berbunyi bahwa Pungutan Pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Pungutan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutanya ditentukan. Berdasarkan ketentuan tersebut apabila terdapat sekolah yang melakukan penarikan sejumlah uang disertai dengan adanya batasan jumlah dan jangka waktu bersifat wajib dan mengikat maka dapat dikatakan pungutan pendidikan dan dilarang. Perlu diketahui bahwa hampir semua laporan pengaduan yang masuk di Ombudsman Kalsel termasuk dalam kategori pungutan karena memenuhi unsur batasan jumlah dan jangka waktu bersifat wajib dan mengikat. Namun, ketika ditelisik lebih dalam hal tersebut dilakukan karena minimnya anggaran yang diterima oleh satuan pendidikan negeri, disisi lain satuan pendidikan dituntut untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas.
Problematika pendanaan pendidikan sekolah negeri menjadi simalakama, bagaimana tidak jika diterapkan sesuai dengan regulasi, sekolah tidak diperbolehkan untuk melakukan pungutan, namun disisi lain apabila hal tersebut tidak dilakukan akan mempengaruhi kualitas belajar mengajar. Dengan kondisi yang ada, pemerintah baik pusat maupun daerah harus membuat peraturan secara tegas memperbolehkan, tidak memperbolehkan atau memperbolehkan dengan syarat tertentu sebagaimana Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah. Regulasi yang ada memang secara jelas tidak memperbolehkan, namun perlu digarisbawahi bahwa hal tersebut dilakukan demi menciptakan iklim pendidikan yang berkualitas di satuan pendidikan. Lantas apa yang bisa dilakukan dengan kondisi yang ada saat ini?, pertama, bagistakeholder terkait seperti pemerintah provinsi maupun daerah hendaknya membuat suatu regulasi yang dapat menjadi landasan hukum bagi satuan pendidikan dalam menerapkan sumber pendanaan sekolah dari walimurid siswa, dimana dalam regulasi tersebut tidak hanya memperhatikan satu aspek (dari masyarakat) namun juga bagi satuan pendidikan, sehingga kebutuhan dari masing-masing pihak dapat terakomodasi. Kedua, setelah ditelisik lebih dalam, munculnya permasalahan pendanaan sekolah dikarenakan kurangnya komunikasi dan informasi antara pihak walimurid dan sekolah. Penting ditekankan kepada walimurid siswa transparansi dan keterlibatan walimurid dalam menentukan kesepakatan terkait uang komite, sehingga masing-masing walimurid memiliki keterlibatan dalam pengambilan keputusan guna mencegah permasalahan dikemudian hari, bahkan jika perlu kesepakatan tersebut berbentuk tertulis dan ditandatangi oleh masing-masing walimurid. Selain itu perlu ditekankan transparansi penggunaan anggaran sehingga walimurid percaya bahwa pendanaan tersebut memang dipergunakan sebagaimana mestinya.
Oleh:
Lilik Suryani
Asisten Ombudsman








