• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Peran dan Fungsi Pengawasan Pelayanan Publik Pada Pembangunan Ibu Kota Nusantara
PERWAKILAN: KALIMANTAN SELATAN • Kamis, 22/05/2025 •
 
Ita Wijayanti, Asisten Ombudsman

Pembangunan dan pengelolaan Ibu kota Nusantara memiliki tujuan mewujudkan kota ideal yang dapat menjadi acuan (role model) bagi pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia dan dunia. Visi besar tersebut bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota berkelanjutan di dunia, artinya kota yang mengelola sumber daya secara tepat guna dan memberikan pelayanan secara efektif dalam pemanfaatan sumber daya air dan energi yang efisien, pengelolaan sampah berkelanjutan, moda transportasi terpadu, lingkungan layak huni dan sehat, lingkungan alam dan binaan yang sinergis, yang didalamnya juga menetapkan Ibu kota Nusantara sebagai kota di dalam hutan (forest city) untuk memastikan kelestarian lingkungan dengan minimal 75% (tujuh puluh lima persen). Kawasan hijau, serta rencana Ibu Kota Nusantara dijalin dengan konsep masterplan yang berkelanjutan untuk menyeimbangkan ekologi alam, kawasan terbangun, dan sistem sosial yang ada secara harmonis. 

Dalam proses pemindahan ibu kota negara, tentu tidak semudah membalik telapak tangan, perlu proses yang panjang dan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan suatu wilayah sebelum ditetapkan menjadi Ibu Kota Nusantara, baik dari segi regulasi, pembangunan infrastruktur, termasuk pembangunan pusat pelayanan publik sebagai bentuk kehadiran negara untuk rakyat. Tidak terkecuali perubahan budaya dari kehidupan homogen ke heterogen. Jangan sampai, kehidupan heterogen yang masuk memudarkan identitas, sejarah, budaya dan nilai-nilai yang melekat pada suatu daerah. Maka dari itu, peran pengawasan dalam proses pemindahan Ibu Kota Nusantara menjadi penting untuk dilaksanakan.

Dalam kaitannya dengan perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, Ombudsman sebagai lembaga pengawas pelayanan publik memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya pelaksanaan pemindahan ibu kota, mulai dari pengawasan persiapan tempat Ibu Kota Nusantara dan pengawasan persiapan penyediaan layanan publik di Ibu Kota Nusantara. Jangan sampai pemindahan ibu kota negara ini justru menjadi beban masalah pelayanan publik baik bagi warga sekitar maupun warga pendatang yang akan bermukim di sekitar wilayah Ibu Kota Nusantara.

Setidaknya, ada delapan prinsip kota dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara nantinya. Pertama, mendesain sesuai kondisi alam, termasuk memprioritaskan kawasan hutan lindung dan ruang hijau. Tentunya sebelum kondisi ini dibuat, perlu diperhatikan ketuntasan legalitas pertanahan yang akan menjadi bakal calon ibu kota negara. Dalam hal ini, Ombudsman sebagai yang memiliki fungsi pengawasan terhadap jalannya proses pelayanan publik, menemukan potensi maladministrasi akibat dari dikeluarkannya regulasi yang menyebabkan penghentian layanan pertanahan di wilayah ibu kota Nusantara.

Penghentian layanan pendaftaran pertama kali di dalam dan di luar deliniasi IKN dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kutai Kartanegara, Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara, Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Timur, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN sebagai akibat dari diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Nomor: 3/SE-400.HR.02/II/2022 tertanggal 14 Februari 2022. Atas dikeluarkannya kebijakan pembatas pelayanan ini, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Timur melalui kegiatan IAPS (Inisiatif Atas Prakarsa Sendiri) dan menemukan lebih dari 2000 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan lebih dari 700 Redistribusi Tanah berhenti diproses untuk menjadi sertifikat. Akibatnya, masyarakat tidak memiliki bukti kepemilikan secara sah. yang dikhawatirkan rawan terjadi penggusuran oleh pihak yang tidak memiliki kepentingan. Selain itu, pembatasan atas layanan pertanahan menjadi meluas tidak hanya di wilayah delineasi IKN, namun juga di luar wilayah delineasi IKN.

Seluruh regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan Lembaga yang berwenang terhadap pertanahan belum sejalan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di Ibu Kota Nusantara yang baru ditetapkan pada 18 April 2022. Dalam pasal 21 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa seluruh bidang tanah di wilayah Ibu Kota Nusantara yang belum terdaftar tetap dapat didaftarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selanjutnya, apabila pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diperoleh berdasarkan HAT sejak ditetapkannya wilayah Ibu Kota Nusantara, maka harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Otoritas Kota Nusantara.  

Dapat dipahami bahwa kebijakan yang belum searah ini, dikeluarkan atas dasar mencegah spekulasi penguasaan tanah oleh pihak lain atau mafia tanah. Namun, yang terjadi malah muncul keragu-raguan untuk memberikan pelayanan legalisasi aset warga, padahal yang dibatasi seharusnya hanya peralihan hak atau jual beli tanah.  Sebagai pemberi layanan kepada masyarakat, pemerintah harus segera berbenah melakukan perbaikan, agar kebijakan yang dibuat justru tidak merugikan masyarakat. Pada akhirnya, sebagai bentuk solusi yang memberikan keadilan bagi masyarakat pengguna layanan, Ombudsman memberikan tindakan korektif dalam rangka perbaikan layanan dengan meminta kepada Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN untuk mencabut Surat Edaran Nomor 3/SE-400.HR.02/II/2022 dan menerbitkan Surat Edaran baru yang materinya mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 dan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2022. Selain itu, Ombudsman juga meminta kepada Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Daerah di wilayah IKN untuk tetap melanjutkan memberikan layanan pertanahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta melakukan verifikasi dan pendataan pertanahan agar mencegah tindakan yang mengarah pada peralihan hak atas tanah di delineasi IKN. Pertanahan dan pengalihan hak atas tanah juga harus dilaksanakan dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu atau hak-hak komunal masyarakat adat dan nilai-nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal.

Prinsip kedua dalam Pembangunan IKN adalah menciptakan keharmonisan dan keunikan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Perubahan Masyarakat yang awalnya homogen menjadi heterogen tentu membawa dampak perubahan baik dari segi kultur, budaya, dan kebiasaan. Salah satu isu sosial yang akan muncul adalah "culture shock". Kebiasaan yang diterapkan pada daerah tersebut bisa saja mengalami perubahan dalam waktu singkat, sehingga terjadi kejutan yang dapat menciptakan kesenjangan kebudayaan sosial. Dengan ritme kerja ibu kota yang memerlukan kecepatan dan ketepatan waktu yang tinggi, efek "culture shock" akan terjadi, terutama bagi masyarakat yang terbiasa tidak dikejar oleh waktu. Selain itu, ibu kota akan mengundang kedatangan imigran dari luar daerah, sehingga akan terjadi urbanisasi yang cepat. Dalam hal ini, pengawasan dapat dilakukan dengan memastikan bahwa ASN yang ditempatkan di IKN terlebih petugas pelayanan harus kompeten, terlatih, sigap dan tanggap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,  

Ketiga, mewujudkan akses dan kecepatan, serta memprioritaskan mobilitas aktif penduduk. Keempat, mewujudkan kota hemat energi. Kelima, mewujudkan infrastruktur perkotaan dengan sistem sirkuler dan tangguh. Keenam, menciptakan kota yang aman, nyaman dan terjangkau. Ketujuh, menciptakan kota yang nyaman dan efisien untuk tata Kelola pemerintahan, bisnis, dan penduduk melalui informasi, komunikasi, dan teknologi. Terakhir, menciptakan kota dengan peluang ekonomi untuk semua.

Pemindahan Ibu Kota Negara diharapkan dapat menyeimbangkan pembangunan agar tidak terfokus hanya di pulau Jawa, pemindahan ibu kota negara ini, tentu tidak lepas dari pro dan kontra termasuk soal persiapan dan penyediaan pelayanan publik yang harus ada ke depan, apabila tidak segera diantisipasi, akan banyak bermunculan potensi laporan yang disampaikan masyarakat baik ke pemerintah, penyelenggara layanan maupun ke Ombudsman. IAPS yang dilaksanakan Ombudsman mengkritisi kebijakan tentang pembatasan layanan pertanahan. Hal ini merupakan salah satu potensi besar permasalahan yang bisa dilaporkan oleh masyarakat. Terlebih apabila tindakan korektif yang telah disampaikan tidak dilaksanakan dengan baik. Akan banyak masyarakat yang merasa dirugikan atas keluarnya kebijakan pembatasan layanan di bidang pertanahan.  Tidak menutup kemungkinan terjadi konflik antara masyarakat asli dan pendatang akibat belum selesainya legalitas kepemilikan tanah.

Kesiapan Pembangunan infrastruktur juga harus menjadi perhatian oleh pemerintah terhadap calon Ibu Kota Negara yang akan ditempati kelak, jangan sampai ketidaksiapan menjadikan hambatan bagi masyarakat dalam mengakses pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah di Ibu Kota Nusantara. Poin-poin infrastruktur yang krusial untuk segera diadakan adalah penataan ruang dan jalan sebagai akses, transportasi yang memudahkan mobilisasi, jaringan listrik dan jaringan internet yang cepat dan selalustandby 24 jamnonstop sebagai bagian dari layanan informasi dan pelayanan pendaftaran serta perizinan digital. Selain itu, pelayanan publik dasar seperti penyediaan dan pengelolaan air, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan juga tidak kalah penting untuk dipersiapkan dengan matang di Ibu Kota Nusantara.

Dalam mendukung terciptanya pelayanan publik, tentu tidak lepas dari aparatur sipil negara yang memiliki kesadaran akan persatuan, keragaman dan tanggung jawab terhadap pembangunan negara. Sehingga perlu ditanamkan kesadaran atas tanggung jawab sebagai warga negara yang menghormati dan mentaati peraturan, sehingga tercipta penyelenggaraan yang berintegritas dan profesional. Integritas pelayanan publik berkaitan dengan komitmen antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan masyarakat sebagai pengguna layanan. Integritas pelayanan publik dapat diartikan sebagai wujud komitmen pemerintah guna memberikan layanan yang prima kepada masyarakat dengan mengedepankan integritas dan moralitas sebagai basis untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Ke depannya, pemberian pelayanan publik harus menghasilkan kebaikan yang signifikan dengan memperhatikan dampak terhadap keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan sosial, dan pertumbuhan ekonomi. Agar tumbuh rasa kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia yang terdiri dari beberapa suku bangsa yang majemuk, dengan beragam bahasa dan adat istiadat kebudayaan yang berbeda-beda. Pada akhirnya keberadaan dan peran Ombudsman RI dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik perlu didukung oleh pemerintah penyelenggara layanan dan masyarakat sebagai penerima pelayanan publik agar terwujud pelaksanaan pelayanan publik yang berkualitas, cepat, dan mudah. (SH/PC25)

 

Oleh:

Ita Wijayanti

Asisten Ombudsman

 





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...