Pemeriksaan Inisiatif Ombudsman : Mendeteksi Maladministrasi Menuju Pengawasan Berdampak

Sebagai lembaga negara yang mengemban tugas pengawasan, Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI) memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu, khususnya yang terkait dengan dugaan adanya tindakan maladminstrasi yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan, penyelenggara negara, serta lembaga peradilan baik yang dilaporkan masyarakat ataupun atas inisiatif sendiri. Kepekaan Ombudsman diwujudkan dengan peran aktifnya dalam menindaklanjuti permasalahan pelayanan publik tanpa harus menunggu adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat yakni melalui pendekatan pemeriksaan inisiatif. Cara ini merupakan sifat proaktif Ombudsman untuk mendeteksi dan menindaklanjuti potensi ataupun dugaan maladministrasi yang terjadi kepada masyarakat selaku pengguna pelayanan didasarkan atas pertimbangan tertentu, biasanya karena merupakan isu/perhatian publik, berdampak pada masyarakat, menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil ataupun permasalahan pelayanan publik yang menimpa masyarakat pada kategori silent cityzen. Terdapat empat tipe utama dari investigasi atas inisiatif sendiri yakni: kasus individual mengandung permasalahan sistemik, dari hasil penelitian ilmiah, berawal dari media massa dan informasi dari Whistle Blower (Sunaryati Hartono dkk, 2003:5).
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI telah memandatkan bahwa satu dari delapan tugas Ombudsman RI yakni melakukan Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui peraturan teknis yang dibuatnya, Ombudsman RI mengatur IAPS sebagai bagian tugas yang mengikat. Jika melihat beberapa ketentuan yang ada, jelas bahwa Ombudsman RI memiliki keleluasaan yang besar didalam melakukan IAPS, yang terdiri atas Pemeriksaan inisiatif dan Pemeriksaan khusus. Topik atau tema untuk pemeriksaan inisiatif dapat dipilih didasarkan pada analisis keluhan/konsultasi individu yang telah diterima, keresahan publik atau isu yang berkembang di publik, informasi whistle blower dan /atau media massa. Ombudsman tidak hanya bebas dalam memilih topiknya, tetapi juga memiliki otonomi dalam menentukan waktunya, metodologi dan instrumen pemeriksaan, meskipun dalam batas-batas tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Peraturan yang ada. Secara aturan, pemeriksaan inisiatif merupakan bentuk penyelesaian laporan yang dilakukan tanpa didahului dengan proses verifikasi syarat formil. Hal ini memungkinkan Ombudsman melakukan investigasi laporan tanpa adanya Pelaporan dari masyarakat, baik secara pribadi maupun kelompok dengan sebelumnya melalui pendalaman dan kelayakan oleh Investigator Ombudsman. Tahapan menemukan dugaan maladministrasi merupakan proses yang sangat krusial karena Investigator Ombudsman dituntut untuk memiliki kompetensi, skeptisme profesional dan intuisi yang cukup terhadap permasalahan pelayanan publik di sekitarnya, agar pengawasan yang dihasilkan dapat berdampak terhadap perbaikan pelayanan publik yang berkembang di masyarakat. Pemeriksaan inisiatif mencakup tahapan: pengumpulan informasi; penyusunan Laporan Informasi; registrasi Laporan Inisiatif; dan Pemeriksaan.
Mendeteksi Maladministrasi
Pengumpulan informasi merupakan tahapan awal dalam rangka deteksi dini terjadinya dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Disebut sebagai tahapan awal karena pada tahap pengumpulan informasi tersebut dapat dihimpun seluruh keterangan yang memperkuat Dugaan Maladministrasi dalam suatu penyelenggaraan Pelayanan Publik. Lingkup informasi yang perlu dikumpulkan terbatas pada penyelenggaraan Pelayanan Publik baik itu keadaan, kejadian, masalah dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Informasi yang dikumpulkan bersifat jujur, faktual/riil (sesuai dengan keadaan yang sebenarnya), dapat dipercaya. Pada tahapan pengumpulan informasi setiap investigator Ombudsman yang bertugas harus memegang prinsip-prinsip: Jujur; Objektif, Memiliki rasa ingin tahu (curiousity), Berani, Cekatan dan Bertanggungjawab. Hal tersebut agar informasi diperoleh secara komprehensif dan tidak bias serta dapat dipertanggungjawabkan dalam artian mengutarakan suatu fakta dugaan yang diperoleh dari sumber informasi sebenarnya bukan sumber informasi fiktif. Pada tahap ini penting bagi setiap investigator menjaga integritasnya dan berpedoman pada prinsip-prinsip pengumpulan informasi.
Pemeriksaan inisiatif menempatkan penemuan dan pendeteksian dugaan maladministrasi menjadi tahapan yang sangat krusial. Kondisi ini bisa jadi hal yang paling membedakan dengan proses pemeriksaan/penyelesaian laporan (pengaduan masyarakat) secara reguler. Titik tumpu pelaksanaan pemeriksaan inisiatif berada pada Investigator Ombudsman. Mereka dituntut untuk proaktif didalam mengikuti perkembangan terkini mengenai penyelenggaraan pelayanan publik. Dapat dikatakan bahwa, penemuan dan pendeteksian maladministrasi didalam pengumpulan dan penyusunan laporan informasi merupakan kunci yang sangat menentukan bagi tahapan-tahapan selanjutnya didalam pemeriksaan inisiatif. Peraturan teknis mengenai IAPS Ombudsman saat ini telah menetapkan kriteria-kriteria sebuah kasus yang dapat dilakukan pemeriksaan inisiatif seperti misalnya menjadi isu/perhatian publik, berdampak pada masyarakat, menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil. Namun demikian, salah satu kelemahannya adalah belum adanya standar indikator yang baku mengenai mana suatu permasalahan dikatakan penting, berdampak ataupun menimbulkan kerugian baik secara parsial maupun simultan terhadap masyarakat. Hal tersebut biasanya diserahkan kepada pertimbangan internal dan dipengaruhi oleh variabel dependent yang begitu dinamis seperti opini publik dan media massa. Sebagai contoh, suatu yang tidak menjadi perhatian publik bisa jadi penting dilakukan pemeriksaan inisiatif karena ada faktor yang dianggap berdampak bagi masyarakat luas. Atau sebaliknya, bisa jadi sesuatu yang dianggap penting dan menjadi perhatian publik, namun belum tentu memiliki dampak luas kepada masyarakat. Pendulum tersebut menuntut investigator Ombudsman untuk lebih teliti dalam menilai suatu permasalahan di ranah publik, karena hal ini berdampak pada kasus yang akan diselidiki. Beberapa kasus yang diselesaikan melalui pemeriksaan inisiatif menuntut dilakukan secara cepat namun juga tidak menghilangkan prinsip-prinsip pemeriksaan yang telah diatur bagi Investigator Ombudsman. Dalam keadaan ini tentu diperlukan investigator yang tepat didalam proses pelaksaannya.
Setidaknya terdapat tiga prasyarat bagi investigator agar secara kapabel dapat mendeteksi maladministrasi yakni : 1) memiliki kompetensi, 2) memiliki skeptisme profesional dan 3) memiliki intuisi yang kuat. Pada aspek yang Pertama yakni aspek kompetensi yang diartikan sebagai kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh dua faktor yang kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Stephen Robbins, 2008:38). Seorang yang berkompeten (mempunyai keahlian) adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif, dan sangat jarang atau bahkan tidak pernah membuat kesalahan. Artinya, bahwa semakin tinggi kompetensi Investigator maka akan semakin tinggi kemampuannya dalam mendeteksi dugaan maladministrasi.
Prasyarat kedua yakni, Skeptisme Profesional yang berasal dari kata skeptis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus Oxford berarti sikap meragukan, mencurigai, dan tidak mempercayai kebenaran suatu hal, teori, ataupun pernyataan. Skeptisme profesional (professional skepticism) adalah sikap perilaku (attitude) yang sarat pertanyaan dalam benak (quetining mind), waspada (being alert) pada keadaan-keadaan yang mengindikasi kemungkinan kesalahan (error) atau kecurangan (fraud) dan penilaian yang kritis (critical assessment) terhadap bukti (Tuanakotta, 2013). Skeptisme yang tinggi akan meningkatkan kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan pencarian informasi-informasi tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan (Fullerton dan Durtschi, 2004). Perilaku ini dapat digunakan oleh Investigator Ombudsman dalam proses pelaksanaan pemeriksaan inisiatif dimulai pada tahap pengumpulan informasi sampai dengan proses pemeriksaan dugaan maladministrasi. Hal ini sebagai landasan sikap investigator dalam mendeteksi, menemukan dan menindaklanjuti dugaan maladministrasi yang terjadi. Skeptisme professional dapat memberikan stimulus didalam mendeteksi kecurangan dan kekeliruan. Stimulus tersebut akan dapat meningkatkan tingkat memiliki rasa ingin tahu (curiousity) setiap investigator Ombudsman.
Selanjutnya, prasyarat ketiga yakni intuisi yang digunakan investigator Ombudsman untuk mengantisipasi dan mengawali aktivitas dalam perspektif global. Dengan demikian kognisi intuisi merupakan cara atau strategi mengatasi masalah atau memprediksi kemungkinan terjadinya peristiwa (Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S, 2015:172). Sintesis yang tampaknya paling efektif antara intuisi dan analisis adalah ketika kita menempatkan intuisi di depan (di awal) sehingga akan memandu analisis kita tentang berbagai situasi yang sedang dihadapi. Dengan cara ini intuisi dapat membantu dalam memutuskan cara bereaksi, sementara analisis akan memverifikasi intuisi untuk memastikan bahwa mereka tidak menyesatkan. Proses intuisi dapat bekerja sama dengan proses analitik dalam pikiran manusia, sekalipun hasil kerja intuisi merupakan "hasil final", sedangkan pemikiran analitis diperlukan untuk untuk memulai kecakapan baru. Intuisi memberikan keuntungan dalam menentukan aksi yang lebih awal, sedangkan analisis bisa dilakukan pada tahap berikutnya. Ini berarti bahwa analisis memberikan dukungan sekunder dan dibutuhkan sebagai dokumentasi pada saat pengambilan keputusan (Henden, 2004:32). Uraian ini, memberikan makna bahwa intuisi merupakan aktivitas berpikir yang berfungsi sebagai pembuka ide, inspirasi seseorang yang mengarahkan dalam pemilihan langkah-langkah mengkonstruksi dan menemukan solusi dari masalah yang dihadapi atau mungkin bersifat prediktif. Akan tetapi jika ditinjau dari bentuknya yang conclusive, berarti intuisi berperan mengembangkan cara cepat dan tepat dalam menganalisis suatu solusi yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan demikian, intuisi dapat digunakan untuk mempersiapkan dan memulai tindakan atau aktivitas penyelesaian masalah berdasarkan pengetahuan yang sudah ada melalui interpretasi (difokuskan atau dirancang untuk menemukan solusi secara langsung) yang sangat bermanfaat bagi proses berpikir secara aktif dan produktif.
Intuisi penting digunakan oleh Investigator Ombudsman dalam melakukan pengambilan informasi, keterangan, data atau dokumen pada tahapan awal maupun dalam melakukan kegiatan pemeriksaan dugaan maladministrasi dan tindaklanjut penanganan laporan Pemeriksaan Inisiatif pada tahapan akhir. Dalam beberapa kondisi, Investigator Ombudsman dituntut untuk menggunakan intuisinya berdasarkan pengalaman dan kemampuan yang dimiliki sebelumnya untuk meramalkan, menerka, menebak (prediktif) makna di balik fakta pendukung empiris yang telah didapat. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, investigator tanpa sadar dapat memecahkan suatu permasalahan tanpa harus melalui pemikiran yang panjang. Intuisi sangat bermanfaat dalam rangka mempercepat proses penugasan terhadap suatu kejadian yang terus berulang-ulang. Seorang yang menggunakan intuisi memiliki peran penting terhadap kemampuannya dalam mendeteksi kekeliruan, dalam konteks Investigator Ombudsman intuisi digunakan untuk mendeteksi dugaan malaministrasi sebagai bahan laporan informasi yang akan dibuat.
Salah satu dari sifat intuisi yang dipandang sebagai kognisi segera (immediate cognition), diantaranya: extrapolativaness yang berarti kognisi intuitif mempunyai kemampuan untuk meramalkan, menerka, menebak makna di balik fakta pendukung empiris (Fischbein, 1997). Penggunaan Intuisi dalam mendeteksi dugaan maladministrasi dalam pemeriksaan inisiatif oleh Investigator Ombudsman dapat meningkatkan kemampuan memberi kode, menyortir, dan mengakses kebermaknaan atau relevansi hasil keputusan secara efisien. Intuisi bukan merupakan suatu daya kognitif yang terlahir atau kemampuan yang digunakan sesuai kehendak, melainkan suatu kemampuan belajar dari pengalaman (Noviyani dan Bandi, 2009).
Menuju Pengawasan Berdampak
Salah satu kriteria pemeriksaan inisiatif adalah berdampak pada masyarakat. Hal ini sejalan dengan transformasi dan kondisi masyarakat saat ini yang mengorientasikan kinerja pengawasan pelayanan publik dari sekedar perbaikan pelayanan menjadi penciptaan nilai bagi publik (public value). Oleh karenanya, upaya pengawasan tidak lagi bersifat generik atau umum, melainkan harus menyasar pada isu-isu strategis yang berpengaruh besar terhadap instansi yang diawasi dan tentunya berdampak konkret bagi masyarakat luas. Kondisi ini melibatkan pemahaman tentang apa yang dianggap bernilai (value) oleh masyarakat dan bagaimana lembaga pengawas dapat memberikan kontribusi. Pengawasan berdampak dalam konteks Ombudsman mengacu pada hasil, manfaat, dan dampak positif yang dihasilkan dari proses pengawasan melalui pemberian tindakan korektif berdasarkan hasil pemeriksaan inisiatif terhadap pemerintah atau organisasi sektor publik untuk memastikan terpenuhinya hak bagi masyarakat terhadap pelayanan barang/jasa yang diberikan pemerintah sebagai outcome pelayanan. Fokus ini mendorong pemerintah untuk lebih dari sekadar mencapai efisiensi atau mengukur output, tetapi juga memperhatikan efek riil dari pelayanan mereka terhadap masyarakat.
Dalam mendeteksi maladministrasi menuju pengawasan yang berdampak ini, kepentingan masyarakat ditempatkan sebagai tema utama. Kegiatan pengawasan memfokuskan pada pemberian stimulus perbaikan atau pengaruh (influence) kepada implementasi program pelayanan organisasi sektor publik yang dianggap tidak sesuai dengan hak publik. Pemerintah dan organisasi sektor publik sebagai objek pemeriksaan, dituntut untuk lebih terbuka tentang tujuan, tindakan, dan hasil yang mereka capai agar transparansi tersebut membantu proses pengawasan yang sedang atau akan dilakukan. Diharapkan, upaya tersebut dapat membantu membangun kepercayaan masyarakat dan mengurangi risiko penyalahgunaan kewenangan, penyimpangan prosedur ataupun pengabaian kewajiban hukum dalam proses pelayanan publik yang diselenggarakan. Manfaat pemeriksaan inisiatif sebagai upaya pengawasan berdampak ini tentunya tidak tunggal. Bagi Ombudsman, sebagai fitrahnya Ia dapat menjalankan tugas pengawasan yang berdampak bagi masyarakat. Kemudian, bagi instansi yang diawasi mereka dapat membangun legitimasi yang lebih tinggi di mata masyarakat. Dengan mendengarkan dan merespons kebutuhan masyarakat, mereka dapat memperoleh dukungan yang lebih kuat dan menjalankan kebijakan yang lebih efektif. Dan bagi masyarakat yakni terpenuhinya hak mereka didalam pelayanan publik (sesuai kebutuhan layanan).
Iman Dani Ramdani
Asisten Muda Ombudsman