• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Menyoal Pemberhentian Perangkat Desa
PERWAKILAN: SUMATERA UTARA • Jum'at, 17/02/2023 •
 
Opini Pemberhentian Perangkat Desa Jumat, 17 Februari 2023

Menarik ketika sejumlah Kepala desa datang dari berbagai daerah meninggalkan tugas turun ke Gedung Senayan untuk menyuarakan kepentingannya terkait tuntutan memperpanjang masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Dengan dalih usia jabatan 6 tahun belum cukup memperbaiki tatanan masyarakat desa. Padahal dibalik semua itu, masa jabatan yang lama tidak selalu menentukan kualitas kinerja kepala desa terkadang justru memunculkan persoalan baru karena kepala desa bertindak sewenang wenang menggunakan kekuasaan untuk penyalahgunaan dana desa bahkan kepala desa sesuka hati memberhentikan perangkat desa karena dianggap tidak mendukung kebijakan yang dibuat meskipun melanggar aturan. Pada prakteknya, acapkali setiap kepala desa berganti akan diikuti dengan pergantian perangkat desa dengan mengangkat perangkat desa baru.

Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 dalam pasal 1 angka 5 disebutkan Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan. Sejak keluarnya Undang-Undang Desa dan peraturan turunannya, sejak itu juga dilakukan perekrutan perangkat desa dan aturan pemberhentian perangkat desa. Berdasarkan peraturan tersebut, semestinya tidak ada lagi pemberhentian perangkat desa secara semena-mena. Tindakan kepala desa yang bertindak sewenang wenang tanpa aturan memberhentikan perangkat desa seperti raja-raja kecil yang kebal hukum. Bahkan ada perangkat desa dipecat dengan dasar adanya penolakan dari sekelompok orang yang diduga sengaja di atur skenario oleh kepala desa.

Menurut hemat penulis, pemberhentian perangkat desa oleh kepala desa disebabkan beberapa faktor antara lain:

Pertama, Keinginan memasukkan tim sukses sebagai balas budi. Pada masa pencalonan kepala desa, dibutuhkan tim sukses untuk menghantarkan calon kepala desa mendapat jabatan lewat penggalangan massa untuk memilih calon tertentu. Maka tim sukses sangat berjasa kepada kepala desa terpilih. Setelah mendapat jabatan kepala desa, tentu para tim sukses akan menagih janji kepala desa untuk menerima aspirasi ketika direkrut menjadi tim sukses. Maka muncul rencana untuk memasukkan para tim sukses ke perangkat desa. Tentu upaya yang dilakukan oleh kepala desa mengganti perangkat desa. Pemberhentian perangkat desa berdasarkan laporan diterima Ombudsman RI menyebutkan bahwa pemberhentian perangkat desa paling banyak diadukan ketika kepala desa baru terpilih dan setelah dilantik dalam tempo waktu yang singkat melakukan pemberhentian kepada perangkat desa sebelumnya karena ingin mengangkat perangkat desa yang 'satu kubu' dalam proses pemilihan kepala desa ataupun perangkat desa sebelumnya merupakan pendukung lawan pada saat pemilihan kepala desa.

Kedua, kepala desa memaksakan perangkat desa untuk mengikuti aturanya. Salah satu cara yang dilakukan kepala desa agar perangkat desa bermasalah yaitu membuat aturan yang sesuai keinginan kepala desa. Ketika perangkat desa tidak bisa mematuhi kebijakan sang kepala desa maka kepala desa akan berdalih sang perangkat desa akan dipecat. Seperti yang pernah dilaporkan kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, seorang perangkat desa dipecat dengan alasan tidak sesuai kebutuhan. Kepala desa menyampaikan kantor desa membutuhkan jurusan sarjana komputer. Akhirnya perangkat desa diberhentikan dan diganti dengan yang baru yang menurut pelapor adalah orang dekat kepala desa.

Ketiga, ketidaktahuan akan regulasi. Syarat menjadi kepala desa minimal pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat. Pendidikan tentu mempengaruhi tingkat kepemimpinan seorang kepala desa. Terkadang terjadinya pemberhentian perangkat desa karena ketidaktahuan kepala desa akan adanya aturan tentang larangan pemberhentian perangkat desa. Meskipun hal tersebut alasan tidak masuk akal sebab sebelum melakukan pemberhentian perangkat desa, kepala desa harus berkoordinasi bahkan mendapat rekomendasi dari camat. Tentu Camat sebagai atasan dari struktur pemerintahan pasti memberitahukan rambu-rambu terkait pemberhentian perangkat desa.

Keempat, Mandulnya Rekomendasi Camat. Senjata kepala desa untuk memberhentikan perangkat desa yaitu telah mendapat rekomendasi camat. Sebelum mengeluarkan surat keputusan pemberhentian perangkat desa, maka kepala desa terlebih dahulu meminta rekomendasi camat. Munculnya permasalahan pemberhentian perangkat desa tidak terlepas dari peranan camat. Semestinya, dalam memberikan rekomendasi, camat harus melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap permohonan kepala desa. Namun acapkali kepala desa kongkalikong dengan camat, akhirnya surat sakti (rekomendasi) dengan gampang diperoleh kepala desa. Akhirnya banyak perangkat desa yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan (PTUN) Medan dan dimenangkan karena dasar pemberhentian perangakat desa tidak memenuhi syarat karena melanggar peraturan perundang-undangan.

Laporan Ombudsman RI

Berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Penyelesaian Laporan (Simpel) Ombudsman Republik Indonesia bahwa sejak tahun 2016-2023 Ombudsman RI telah menerima laporan/pengaduan masyarakat sebanyak 3.661 laporan terkait dengan substansi pedesaan yang dari jumlah tersebut menempatkan Pedesaan masuk sebagai 10 besar laporan paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Data terbaru laporan masyarakat pada tahun 2020-2023 menunjukkan, dari 947 laporan masyarakat terkait dengan substansi Pedesaan, sebanyak 375 laoran atau 40% dari laporan yang masuk merupakan laporan mengenai permasalahan dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Adapun tren peningkatan laporan masyarakat terkait dengan permasalahan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa juga terlihat dengan naiknya jumlah laporan yang meningkat setiap tahunnya.

Aturan dibuat bukan untuk dilanggar. Tetapi aturan dibuat sebagai pedoman dan acuan bagi penyelenggara pemerintahan agar sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku. Apa jadinya jika kepala desa bertindak sewenang-wenang dengan melakukan pemberhentian perangkat desa. Ada pengalaman buruk para perangkat desa, ketika perangkat desa berganti maka sebagian atau seluruh perangkatnya berganti. Tentu publik bertanya, apakah pemberhentian ini karena pelanggaran yang dilakukan perangkat desa, apakah ketikdatahuan aturan tentang pemberhentian perangkat desa atau karena balas budi kepada para tim sukses kepala desa?

Pemberhentian perangkat desa itu tidak gampang karena ada tahapan. Sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 67 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dalam pasal 5 disebutkan ayat (1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat, ayat (2) Perangkat Desa berhenti karena a.meninggal dunia, b. permintaan sendiri dan c. diberhentikan, ayat (3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa dan melanggar larangan sebagai perangkat desa.

Sekali lagi peluang pelanggaran pemberhentian perangkat desa juga terletak pada rekomendasi camat. Semestinya camat menjadi penyaring terakhir untuk pemberhentian perangkat desa. Ketika pemberhentian perangkat desa tidak sesuai aturan namun diloloskan oleh Camat menjadi masalah besar. Artinya, camat tidak terlebih dahulu melakuan telaah atas permohonan kepala desa untuk pemberhentian perangkat desa. Memberhentikan perangkat desa sesuai aturan menjadi kewenangan kepala desa. Namun menjadi persoalan pemberhentian perangkat desa tersebut yang tidak sesuai aturan. Padahal kepala desa setelah dilantik mendapat bimbingan teknis dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Namanya Bimtek pastilah pembekalan terhadap para kepala desa cukup mumpuni selain penggunaan dana desa yang tepat sasaran juga larangan pemberhentian perangkat desa.

Penutup

Pemberhentian perangkat desa yang tidak sesuai aturan akan berdampak kepada pengangkatan perangkat desa yang tidak sesuai aturan juga. Biasanya tidak ada sosialisasi penjaringan perangkat desa. Akhirnya pelamar perangkat desa dikondisikan oleh kepala desa. Dengan dalih bahwa posisi yang dilamar harus ada pelamar minimal 2 orang. Akhirnya 2 orang pelamar untuk satu jabatan tersebut adalah kelompok dari kepala desa. Lalu masyarakat umum tidak mengetahui adanya penjaraingan dan perekrutan perangkat desa tersebut karena sudah diatur sedemikian rupa agar di isi oleh tim sukses atau orang dekat kepala desa. Sekali lagi, terkait pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa ada beberapa pihak yang terlibat sehingga bisa meminimalisasi kesewenangan kepala desa.

Secara bertingkat kepala desa harus berkoordinasi dengan Kecamatan, lalu kecamatan harus berkomunikasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tingkat kabupaten/kota, kemudian Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi dan terakhir Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi dapat berkoordinasi dengan Kementerian Desa. Realita yang terjadi, lingkaran koordinasi ini untuk pemberhentian perangkat desa terputus. Akhirnya setelah muncul persoalan perangkat desa barulah melibatkan semua pihak. Lalu apa yang bisa dilakukan agar tidak terulang Kembali? Apabila kepala desa terbukti melakukan pelanggaran dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 30 disebutkan Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Ayat (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. Untuk memutus mata rantai pemberhentian perangkat desa maka penerapan sanksi harus tegas oleh Kepala Daerah kepada Camat dan kepala desa sebagai pihak yang terlibat dalam pemberhentian kepala desa.


Penulis: Edward Silaban, SS., MA.

Asisten Ombudsman RI dan Alumni Pascasarjana Ilmu Sejarah USU


*) sudah dimuat di https://analisadaily.com/e-paper/2023-02-17/files/assets/basic-html/index.html#12





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...