• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Menguatkan Suara Warga dalam Pelayanan Publik
PERWAKILAN: JAWA BARAT • Senin, 28/07/2025 •
 
Marzuqo Septianto

Pelayanan publik merupakan hak dasar setiap warga negara yang diwujudkan melalui penyediaan layanan oleh negara atau lembaga publik. Namun dalam pelaksanaannya, keberhasilan pelayanan publik tidak semata-mata ditentukan oleh pemerintah, melainkan juga oleh sejauh mana masyarakat terlibat. Dalam konteks ini, pendekatan teoritis dari Jürgen Habermas melalui konsep "rasionalisasi dunia kehidupan" (Lebenswelt) dan tindakan komunikatif menjadi relevan untuk memahami dinamika peran masyarakat dalam pelayanan publik.

Habermas membagi kehidupan sosial ke dalam dua sistem besar. Pertama, sistem (system), yang mencakup institusi seperti negara dan pasar, dan dijalankan dengan logika kekuasaan dan uang. Kedua, dunia kehidupan (Lebenswelt), yang menjadi ruang interaksi sosial sehari-hari seperti keluarga, komunitas, dan masyarakat sipil, yang dijalankan dengan prinsip tindakan komunikatif-yaitu upaya mencapai pemahaman bersama melalui bahasa dan diskursus.

Habermas mengkritik kondisi ketika sistem menjajah dunia kehidupan (colonization of the lifeworld), yaitu saat kekuasaan dan birokrasi mengambil alih ranah masyarakat sipil, sehingga menyingkirkan ruang partisipasi kritis warga. Dalam banyak kasus, pelayanan publik masih cenderung didominasi oleh pendekatan sistemik yang birokratis, top-down, dan minim dialog. Ini tampak pada kebijakan yang disusun tanpa partisipasi warga, prosedur administratif yang kaku, serta ketimpangan akses antara kelompok elite dan masyarakat marjinal. Kolonisasi dunia kehidupan terjadi ketika masyarakat hanya dijadikan obyek, bukan subyek, dalam pelayanan publik.

Padahal masyarakat sipil memiliki potensi besar untuk merasionalisasi pelayanan publik. Melalui forum warga, komunitas, LSM, dan media, masyarakat dapat mendorong perubahan layanan dengan cara mengkritisi kebijakan layanan yang ada, berpartisipasi secara deliberatif dalam perencanaan dan evaluasi pelayanan, serta melakukan pengawasan sosial terhadap praktik maladministrasi, korupsi, inefisiensi, dan ketidakadilan. Melalui tindakan komunikatif inilah, legitimasi pelayanan publik yang demokratis dan berbasis kebutuhan riil masyarakat dapat dibangun.

Rasionalisasi dunia kehidupan bukan berarti birokratisasi, melainkan meningkatnya kesadaran dan kapasitas warga untuk berkomunikasi secara reflektif, mengartikulasikan kebutuhan kolektif, dan menuntut akuntabilitas dengan cara dialogis. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan forum dengar pendapat publik (public hearing), bila dijalankan secara deliberatif dan setara, adalah contoh nyata dari tindakan komunikatif yang ideal.

Oleh karena itu, untuk memperkuat peran masyarakat dalam pelayanan publik, pemerintah perlu menciptakan ruang diskursus publik yang terbuka dan bebas dari dominasi. Sosialisasi dan edukasi kritis mengenai hak dan mekanisme pelayanan harus diperluas agar masyarakat mampu menjadi aktor rasional dan komunikatif. Partisipasi warga pun harus ditingkatkan agar tidak hanya bersifat simbolik, tetapi benar-benar substantif dalam seluruh siklus pelayanan publik-mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

Pelayanan publik semestinya menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam proses pembentukan layanan yang demokratis. Dalam kerangka ini, peran masyarakat bukan sekadar penerima layanan, tetapi sebagai subjek komunikatif yang turut merumuskan standar pelayanan, menilai efektivitasnya, dan mengawasinya secara aktif. Dengan memperkuat ruang-ruang tindakan komunikatif, pelayanan publik dapat terhindar dari dominasi sistem yang kaku dan menjadi lebih manusiawi, responsif, serta partisipatif.


Penulis: Marzuqo Septianto

Asisten Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...