Kolaborasi Layanan Itsbat Nikah, Perwujudan Layanan Publik Berkelanjutan

Penikahan merupakan kegiatan sakral bagi masyarakat Indonesia, tekhusus bagi umat Islam. Bukan hanya agama dan adat istiadat yang memiliki persyaratan bagi terselenggaranya suatu pernikahan, tetapi negara juga memiliki persayaratan tersendiri agar suatu pernikahan dapat tercatat dan diakui oleh negara, persyaratan tersebut merupakan kompilasi dari pelbagai aturan yang ada di Indonesia.
Rangkaian proses pencatatan pernikahan oleh negara telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan aturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, hal mana perkawinan itu sah apabila dilaksanakan sesuai ketentuan ajaran agama dan kepercayaannya. Dan sebelum berlangsungnya perkawinan, peristiwa hukum tersebut harus dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.
Bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan atau dekat dengan pusat pemerintahan, mereka telah memahami mengenai pentingnya perkawinan yang didaftarkan dan tercatat oleh negara, serta berlangsung sesuai kepercayaannya. Namun, beda hal bagi masyarakat yang di Desa atau jauh dari Pusat Pemerintahan atau Penyelenggara Pelayanan Publik, bagi mereka lebih penting untuk melaksanakan perkawinan sesuai dengan kepercayaan saja, karena terbatasnya akses untuk mendaftarkan perkawinanya agar tercatat oleh Negara.
Ada beberapa kendala yang ditemui oleh Ombudsman mengenai proses pencatatan pernikahan yang ada di Kalimantan Selatan secara khusus, yaitu letak geografis yang ada di Kalimantan Selatan masih ada perkampungan yang jauh, bahkan sulit untuk menghadirkan layanan publik di sana. Kalimantan Selatan sendiri masih memilik 3 (tiga) desa yang berstatus sebagai desa sangat tertinggal, medan jalan yang berat dan letak desa yang berjauhan, kesadaran menyulitkan penyelenggara pelayanan publik untuk hadir di sana, bahkan bagi masyarakatnya sendiri sulit untuk berhadir secara langsung untuk mengakses layanan.
Kemudian, pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah mengenai pentingnya pencatatan pernikahan oleh Negara. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti informasi yang belum diketahui atau keterikatan dengan kepercayaannya yang tinggi. Masyarakat belum memahami dampak jangka panjang mengenai perkawinan yang sah dimata agama dan negara, yang berdampak bukan hanya kepada status administrasi kependudukannya saja, tetapi juga keberlangsungan hidup mereka, bahkan keturunannya.
Pencatatan perkawinan bukan semata-mata untuk mengubah status perkawinannya dalam bentuk administrasi, tetapi berdampak secara luas, akses layanan publik yang menyeluruh, dan bentuk perlindungan oleh negara terhadap perkawinannya. Perlu adanya kolaborasi dan jemput bola yang dilakukan oleh Instansi terkait dalam pelaksanaan perkawinan ini, mengingat masih banyaknya perkawianan yang tidak tercatat, maka perlu diakan kegiatan kolaborasi jemput bola Itsbat Nikah yang dilakukan ke masyarakat, terutama yang berada didaerah tertinggal, terjauh, dan terluar.
Kolaborasi mengenai Itsbat-Nikah ini dapat dilakukan dengan menggandeng instansi-instansi terkait sehingga munculnya Pelayanan Terpadu. Kolaborasi tersebut dapat menggandeng Pengadilan Agama sebagai pihak yang akan meyelesaikan perkara sidang Itsbat-Nikah, Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pihak yang mengeluarkan buku nikah, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai pihak yang menyelesaikan proses perubahan administrasi kependudukannya, Kantor Kecamatan/Kelurahan/Desa yang membantu dalam proses pendataan masyarakat yang belum mencatatkan pernikahannya. Bahkan, dalam proses pelaksanaan dapat pula berkolaborasi dengan pihak luar, semisal membantu pembiayaan dalam perkara sidang yang dilakukan oleh Pengadilan Agama.
Pelayanan publik dengan berbagai macam substansinya, termasuk mengenai perkawinan harus aktif untuk dilaksanakan. Karena perlindungan hukum, sosialisasi mengenai urgensi pencatatan perkawinan, dan kehadiran negara sangat berdampak bagi keberlangsungan masyarakat Indonesia. Jadikan sulitnya akses jangan menjadi halangan, tetapi dijadikan tantangan untuk memaksimalkan pelayanan. (SH/PC25)
Oleh:
Rizkahana Yuliansari
Asisten Ombudsman