• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Efektivitas Pengawasan Ombudsman RI dalam Penanganan Maladministrasi Pertanahan
PERWAKILAN: KEPULAUAN BANGKA BELITUNG • Senin, 04/08/2025 •
 

Pengurusan tanah di Indonesia sering kali menjadi momok bagi masyarakat. Meskipun pemerintah telah menjalankan berbagai program percepatan seperti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), kenyataannya masih banyak warga yang kesulitan memperoleh sertifikat hak atas tanah mereka. Prosedur yang rumit, ketidakjelasan informasi, hingga dugaan pungutan liar kerap mewarnai proses yang seharusnya sederhana dan gratis. Tidak sedikit warga yang merasa dipingpong antar instansi tanpa solusi yang pasti, padahal tanah merupakan aset penting yang menyangkut kepastian hukum dan kesejahteraan keluarga. Dalam kondisi seperti ini, kehadiran Ombudsman Republik Indonesia menjadi krusial. Sebagai lembaga independen yang mengawasi pelayanan publik, Ombudsman mampu menindaklanjuti laporan masyarakat, mengungkap praktik maladministrasi, dan mendorong perbaikan sistemik dalam layanan pertanahan.

Sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman memiliki kewenangan mengkaji aduan masyarakat mengenai penyimpangan prosedur, penundaan layanan, penyalahgunaan wewenang, dan pungutan liar. Dalam praktek pertanahan misalnya melalui program PTSL atau PRONA, masyarakat terkadang mengalami keterlambatan penyerahan sertifikat, ketidakjelasan informasi proses, hingga muncul dugaan pungli meskipun secara hukum program itu gratis (kecuali BPHTB atau PBB-P2 sesuai dengan ketentuan perundangan). Ombudsman bertindak dengan memeriksa laporan, mengklarifikasi data dengan instansi terkait (seperti BPN atau Pemda), mendorong penyelesaian dan menerbitkan rekomendasi perbaikan serta pengawasan lanjut sesuai ketentuan Undang-Undang.

Di Bangka Belitung, Ombudsman menemukan potensi maladministrasi pada penyerahan Sertifikat Hak Milik program PTSL. Temuan mencakup indikasi penyalahgunaan wewenang, penundaan berlarut, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, dan dugaan permintaan imbalan atau pungli saat penyerahan sertifikat. Ombudsman kemudian mendorong pihak Pemkab dan Kantor Pertanahan untuk mempercepat penyelesaian serta memastikan proses berjalan sesuai hukum dan transparan. Setelah dilakukan klarifikasi bersama pihak BPN, ditemukan beberapa miskomunikasi terkait data tersebut; namun kasus keterlambatan penyerahan di Desa Nyelanding tetap dipercepat agar sertifikat segera diserahkan secara tuntas dalam waktu yang ditargetkan dua pekan dan tanpa pungutan ilegal.

Pengawasan Ombudsman juga menekankan pencegahan maladministrasi melalui advokasi sistemik, misalnya dengan mengadakan diskusi tematik yang diselenggarakan Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Bangka Belitung mengenai pelayanan surat tanah tanpa pungli dan gratifikasi pada November 2024. Diskusi tersebut menghadirkan narasumber dari kejaksaan tinggi provinsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan peserta dari pemerintah desa, kelurahan, kecamatan, serta Asosiasi Pemerintah Desa se-Bangka Belitung. Tujuannya agar seluruh pemangku layanan pertanahan memiliki pemahaman dan komitmen membangun zona integritas serta transparansi pelayanan publik pertanahan berdasarkan standar pelayanan dan peraturan perundang-undangan agraria, termasuk Permen ATR/BPN terkait pencegahan mafia tanah.

Dalam peraturan perundang-undangan, dasar Ombudsman mengeluarkan rekomendasi tertuang di Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Pasal 37. Rekomendasi tersebut bersifat mengikat secara moral. Meski tidak bisa memaksa lewat sanksi pidana secara langsung, efek pengawasan publik dan tekanan moral seringkali efektif membawa perubahan. Contoh kasus di Bangka Selatan terkait penerbitan sertipikat PTSL di Desa Nangka dan Nyelanding, Ombudsman mengklarifikasi data kepada BPN setempat dan mendorong percepatan penyerahan SHM, yang berhasil direspons BPN dengan menjadwalkan ulang penyerahan sertifikat dan menegaskan bahwa tidak ada pungli dalam proses, kecuali biaya pajak yang dipungut secara resmi sesuai ketentuan BPHTB dan PBB-P2, serta memberi ancaman sanksi kepada oknum yang terbukti melakukan pungli.

Efektivitas Ombudsman sendiri terletak pada kemampuannya memadukan pendekatan persuasif dan saran berbasis regulasi. Alih-alih langsung menjatuhkan sanksi, Ombudsman mendorong dialog, klarifikasi dan koordinasi dengan para pihak seperti BPN, Pemkab dan aparat desa untuk mereformasi prosedur layanan sesuai ketentuan undang-undang administrasi. Hal ini terlihat ketika pada tahun 2021 Ombudsman berhasil menyelesaikan sertifikat warga Air Gantang, Bangka Barat yang mangkrak selama dua tahun; Ombudsman bekerja bersama pihak pertanahan, memberikan dorongan dan pendampingan hingga sertifikat akhirnya diserahkan atau diproses, lewat komunikasi yang baik bukan semata menjatuhkan sanksi.

Keberhasilan lain juga terlihat pada kasus seorang pelapor (inisial BD) yang sertipikatnya tercatat salah luas setelah menunggu sejak 2018 dan baru diterima pada tahun 2022. Dimana pengaduan yang dilakukan BD tak kunjung mendapatkan solusi dari Kantor Pertanahan, bahkan menurut pernyataan BD petugas pertanahan menolak bertemu dengannya. Setelah Ombudsman menerima laporan ybs pada Februari 2023, dilakukan pemeriksaan hingga ditemukan kelalaian internal seperti tidak adanya tanda terima pengaduan dan kurang kompetennya petugas. Ombudsman menindaklanjuti dengan memfasilitasi antara Pelapor dengan Pihak Kantor Pertanahan, memberikan saran perbaikan internal, penggantian petugas, penerbitan sertifikat baru dan sanksi administratif terhadap petugas. Sehingga menyelesaikan masalah yang sebelumnya mandek selama bertahun-tahun tersebut.

Dengan demikian, efektifitas Ombudsman RI terletak pada pemanfaatan aturan hukum, transparansi proses penyelesaian, komunikasi persuasif antara pemangku layanan publik dan masyarakat, serta kemampuan menindaklanjuti hasil pengawasan melalui rekomendasi perbaikan yang dijalankan dan dimonitor. Di Bangka Belitung, Ombudsman membuktikan bahwa ketika lembaga ini aktif menjalankan fungsinya berdasarkan Undang-Undang, proses pelayanan pertanahan dapat dipercepat, keluhan masyarakat ditanggapi dan diselesaikan secara sistemik, dan maladministrasi seperti penyalahgunaan wewenang, keterlambatan berlarut, serta pungli dapat diselesaikan. Ini menjadikan Ombudsman RI sebagai instrumen pengawasan yang efektif dalam memperkuat tata kelola pertanahan yang adil, transparan, dan mengutamakan hak masyarakat sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.

Penulis:

Dida Rizakti Kiswara

Asisten Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...