• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Syarat Akreditasi pada Seleksi CPNS 2019 Rawan Kisruh, Ombudsman Kalbar Surati Pusat
PERWAKILAN: KALIMANTAN BARAT • Kamis, 14/11/2019 •
 
CPNS 2019

PONTIANAK - Kepala Perwakilan Ombudsman Kalimantan Barat, Agus Priyadi menilai seperti tahun sebelumnya, kali ini seleksi CPNS 2019 juga rawan kisruh.

Hal tersebut terkait syarat akreditasi perguruan tinggi dalam seleksi CPNS 2019 yang beraroma diskriminatif.

Untuk itu, Ombudsmen Kalbar telah menyurati Ombudsmen RI, menyampaikan beberapa hal termasuk meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) agar merevisi syarat tersebut.

"Seharusnya Menpan RB tidak lagi mensyaratkan perguruan tinggi dan program studi yang sudah terakreditasi untuk pelamar CPNS 2109."

"Mestinya ditambah syarat atau terdaftar di Forlap Dikti, sehingga mahasiswa yang ketika lulus tidak terakreditas kampus dan prodinya, masih bisa mendaftar pakai Forlap Dikti," tukas Agus, Rabu (13/11/2019).

Ia menjelaskan, Forlap Dikti adalah pangkalan data informasi yang berasal dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) yang merupakan kumpulan data perguruan tinggi secara nasional yang dikelola Pusat Data dan Informasi Iptek Dikti.

"Langkah yang kita ambil sejauh ini adalah menyurati pimpinan di Jakarta agar berjuang maksimal terkait hal ini."

"Agar tidak muncul gejolak atau kisruh berkenaan dengan lowongan yang mereka tuju," tandas Agus.

Menurutnya, perkara ini sebetulnya sudah terjadi di tahun lalu dan ternyata diulangi tahun 2019.

"Walaupun ada perbaikan, tapi celahnya masih diulang lagi," ujarnya.

Idealnya menurut Agus, memang harus diberikan alternatif seperti yang diusulkan yakni menggunakan untuk kampus atau prodi atau terdaftar Forlap Dikti.

Maka siapapun memenuhi itu silahkan mendaftar, tidak hanya untuk kampus dan prodi yang terakreditasi saja.

"Tentu kami juga tidak menginginkan misalanya ada siapapun dia contohnya membuat ijazah palsu, maka dari itu bisa gunakan Forlap Dikti untuk mengecek apakah terdaftar di dikti atau tidak," ujarnya.

Di Kalbar sendiri, kata dia yang jadi contoh adalah Kabupaten Sanggau.

Sudah melampirkan forlap Dikti tapi tetap acuannya pada syarat nasional dan hanya menambahkan syarat forlap Dikti.

"Keputusan terkait apakah bisa menggunakan Forlap Dikti masih menunggu nasional, karena perubahan seperti tahun lalu terjadi di akhir-akhir."

"Ketika sudah terjadi kisruh secara nasional baru berubah," tudingnya.

Ia mengatakan jangan sampai orang daerah hanya sebagai penonton, karena kualitas pendidikan daerah tidak sama dengan di Jakarta atau Jawa.

Hal itu harus di perhatikan jangan satu peraturan seperti seakan sentralistik saja.

Selain itu, ia menyoroti pada masa sanggah hanya tiga hari usai pendaftaran online namun tindak lanjutnya tak jelas.

Termasuk ketika sanggahan pemohon benar, apakah bisa tetap masuk dalam proses seleksi selanjutnya.

"Bayangkan ada 540 kabupaten/kota, mekanisme penyelesaiannya gimana. Satu orang saja tiap kota sudah banyak. Dalam hal ini semua sudah ditentukan Jakarta kenapa malah jadi sentralistrik harusnya disentralisasi di Kasi Kewenangan," tandas Agus.

Dikatakanya, pengurus CPNS di Kalbar beberapa waktu sudah mengadakan rapat tapi mereka terkendala dengan peraturan Permenpan .

Pekan lalu, kata Agus, Sekda Sambas juga sudah menyampaikan sehingga timbulah koran yang berisikan informasi terkait syarat ini, dan hampir sama dengan kabupaten kota lainnya.

"Namun tidak semua berani ambil risiko ketika pemerintah pusat sudah menetapkan seperti itu . Ombudsman sudah menelaah Permenpan ini, mudah-mudahan ke depan ada rapat lanjutan," jelasnya.

Ia berharap pada penyelenggara negara terkait Permenpan, buatperaturan yang tidak membingungkan dan buat peraturan dengan skala nasional.

Biar tidak ada lagi sekat diskriminasi, seolah hanya Jakarta dan Jawa yang punya perguruan tinggi yang terakreditasi.

"Bukan gampang mengurus akreditasi butuh biaya dan waktu juga," pungkasnya.

Sebelumnya Anggota Ombudsman RI Laode Ida menilai syarat akreditasi perguruan tinggi dalam seleksi CPNS 2019 cukup diskriminatif.

"Persoalan akreditasi, yang bisa mendaftar B dan A saja, ini semacam syarat diskriminatif," kata Laode Ida, Rabu lalu.

Laode menyebutkan, akibat dari syarat akreditasi itu, calon pelamar CPNS yang memiliki ijazah dari perguruan tinggi yang terakreditasi C atau belum terakreditasi, otomatis tidak akan lolos tahap seleksi administrasi.

Lagi pula, calon pelamar CPNS akan terseleksi saat mengikuti seleksi kompetensi dasar (SKD), dan seleksi kompetensi bidang (SKB).

Sehingga syarat akreditasi dianggap tidak relevan.

Tak Pernah Membatasi

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN), Mohammad Ridwan tudingan Ombudsman RI yang menilai akreditasi sebagai seleksi syarat diskriminatif dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019.

Menurut Ridwan, pihak Panitia Seleksi Nasional (Paselnas) sebenarnya tidak pernah membatasi terkait jenjang akreditasi tersebut.

"Panselnas tidak memberikan batasan akreditasi, harus minimal A atau B. Itu tergantung dengan instansi masing-masing (mengikuti CPNS 2019)," kata dia, Kamis lalu.

Namun Ridwan mengatakan, kepada seluruh instansi berhak membuat batasan terkait akreditasi untuk persyaratan bagi peserta yang ingin menjadi CPNS di lembaganya.

Ia menuturkan, hal itu lebih baik karena tolak ukur itu telah disepakati bersama sejak lama.

"Dari pada kita menentukan kriteria yang tidak disepakati bersama." katanya.

Dia mengungkapkan, setiap instansi yang memberikan batasan dalam akreditasi adalah salah satu upaya untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan terbaik.

Dan itu tergantung dari kebutuhan kementerian/lembaga.

"Kalau misalnya Pemda DKI Jakarta, mereka tentu menginginkan yang terbaik, banyak akreditasi yang A karena ingin dapat talenta yang terbaik,tapi ditempat lain bisa sampai B atau C tetapi tergantung penilaian masing-masing instansi," tutur Ridwan.

Ridwan menyadari dari sistem akreditasi itu ada kekurangannya juga.

Ia telah menyampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait hal tersebut.

"Akreditasi sama dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) karena itu jadi satu-satunya yang bisa dijadikan ukuran yang objektif dan itu yang jelas," ungkap dia.

Kemudian terkait perumpunan ilmu dalam persyaratan CPNS 2019, Ridwan telah menyampaikan kepada Panselnas untuk diberlakukan pada penerimaan tahun ini.

Tetapi, ia berujar masih ada kendala terkait teknis.

"Tapi masih ada beberapa kesulitan teknis di pihak Kemenristek dan Kemendikbud sebagai anggota Panselnas," ucap dia.

Oleh karena itu, Ridwan menjelaskan, pihak Panselnas belum bisa memakai sistem perumpunan keilmuan, namun demikian untuk setiap formasi sudah dipastikan bahwa tidak ada jurusan yang tertinggal. (*)



Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...