• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Soal Kepala BP Batam Ex-officio Wali Kota, Ombudsman RI Ingatkan Presiden. Inilah Isi Suratnya
PERWAKILAN: KEPULAUAN RIAU • Kamis, 17/01/2019 •
 
Ombudsman Republik Indonesia

Batam - Rencana pemerintah melakukan peleburan BP Batam, masih menyedot perhatian berbagai kalangan. Setelah kalangan DPR RI unjuk suara, kini Ombudsman RI terus menyuarakan aspirasinya.

Ombudsman RI berkirim surat kepada Presiden RI, Joko Widodo guna memberikan berbagai masukan. Bagi ombudsman banyak hal yang menjadi perhatian sebelum keputusan itu benar-benar direalisasikan.

Surat dari Ombudsman kepada Presiden RI itu tertanggal 8 Januari 2019, dan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman RI Prof Amzulian Rifai, S.H., LL.M., Ph.D. Terdapat lima poin utama yang disampaikan dengan berbagai pertimbangan.

Mengenai surat Ombudsman RI kepada Presiden ini juga diampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri pada Kamis (17/01/2019).

Di antaranya, memperhatikan rencana pemerintah pusat akan menetapkan Wali Kota Batam secara ex-officio kepala BP Batam, Ombudsman menyampaikan pendapatnya kepada Presiden.

"Kita sudah sampaikan pendapat kita soal ex-officio ini langsung kepada Presiden sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan mengenai upaya perbaikan pelayanan publik dalam pengelolaan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam," ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari di Kantor Ombudsman, Batam Center, Kamis (17/1/2019).

Pertama, penyelesaian permasalahan tumpang tindih kewenangan tidak dapat dilakukan hanya dengan melakukan peleburan kelembagaan dalam bentuk pengelolaan BP Batam dilakukan oleh Wali Kota Batam.

Hal tersebut dipandang justru akan menimbulkan permasalahan baru.

"Di antaranya melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang layanan publik. Lalu melanggar ketentuan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Bisa juga memberikan ketidakpastian bagi investor pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang berdasarkan RPJM 2015-2019 akan diperkuat dan dilebur dengan pemerintah daerah," papar Lagat.

Kedua, pemerintah ditminta segera menerbitkan peraturan pelaksana UU sebagai dasar dalam mengatur pola hubungan antara BP Batam dengan Pemko Batam.

Ketentuan yang dimaksud adalah, Peraturan Pemerintah (PP) sebagai ketentuan pasal 21 UU Nomor 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten, dan PP sebagai pelaksana ketentuan Pasal 360 UU Nomor 23 tahun 2014.

"Ketiga melibatkan partisipasi masyarakat dalam melibatkan penertiban ketentuan PP sebagaimana angka dua dengan merujuk pada ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," katanya.

Ia menambahkan yang keempat, pemerintah harus melakukan penataan kelembagaan BP Batam sebagaimana organisasi peningkatan ekonomi kawasan dengan mengubah kelembagaan BP Batam yang berfungsi sebagai pelaksana, atau tidak melakukan fungsi pembuat peraturan.

Ini sesuai ketentuan UU Nomor 36 tahun 2000 Jo UU Nomor 44 Tahun 2007.

"Kelima pemerintah harus mempertegas pembagian kewenangan pada kedua institusi sesuai prinsip desentralisasi fungsional. BP Batam hanya memiliki kewenangan di bidang investasi, perindustrian, dan perdagangan sedangkan pemko di bidang pelayanan publik dasar," paparnya.

Sejumlah poin masukan itu, menurut Ombudsman bukan tanpa dasar dan pertimbangan. Disebutkan, Ombudsman RI telah melakukan kajian dimana selama ini mamang diketahui terjadi tumpang tindih kewenangan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik oleh kedua institusi.

Dengan kondisi itu menimbulkan ketidakefektifan layanan. Bahkan pada akhirnya menimbulkan tidak terwujudnya tujuan dari Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Oleh karena itu kebijakan yang tidak tepat juga dianggap tidak akan menyelesaikan masalah yang substansial.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...