Skybridge, Proyek Penataan PKL yang Berpolemik

INDOPOS.CO.ID - Tak dipungkiri, ide pembangunan jembatan multiguna atau skybridge yang membentang di atas lintasan Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat sepanjang nyaris 400 meter sebuah terobosan penataan pedagang kaki lima (PKL). Meski begitu, proyek 'memanusiakan' pedagang kecil itu diiringi pro dan kontra. Kenapa?
Pasar Tanah Abang, dengan sejarah panjang selama dua abad yang telah bertransformasi menjadi pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara dengan omzet Rp 200 miliar/hari. Perhitungan dengan asumsi 20 ribu kios dengan omzet per hari Rp 10 juta. Artinya, dalam setahun para pedagang Tanah Abang meraih omzet sekitar Rp 72 triliun.
Laporan sejumlah penelitian, tahun lalu diperkirakan ada 178 ribu pengunjung datang ke Pasar Tanah Abang. Mereka bertransaksi dengan 28 ribu orang yang berdagang di pasar yang didirikan Yustinus Vinck pada 1735 tersebut. Pembeli bukan hanya dari dalam negeri tapi juga dari Malaysia, Nigeria, Singapura, dan Brunei.
Pasar Tanah Abang, merupakan lahan duit. Perputaran bisnis ratusan miliar setiap hari yang mencakup penyewaan kios, penjualan produk tekstil, jasa logistik atau pengiriman barang dan jasa parkir membuat orang beramai-ramai mengadu nasib di pasar tersebut. Maka hadirlah ribuan pedagang kaki lima (PKL) di sana.
Meski begitu, nasib PKL selalu kurang beruntung. Selain selalu dirazia, PKL yang berjualan di sepanjang Jalan KH Mas Mansyur dan Jalan Jatibaru selalu digusur. Para pedagang kecil itu dianggap penyebab kemacetan dan kesemrawutan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil langkah besar menata PKL.
Awalnya, dia menutup Jalan Jatibaru dan membuat kios-kios sementara untuk para PKL tersebut. Tapi datang tantangan dari berbagai pihak, membuat Anies membuat skybridge untuk para PKL tersebut. Jembatan penyeberangan multiguna (JPM) itu selain untuk menampung PKL juga mengurai kemacetan parah yang kerap terjadi di Jalan Jatibaru.
Selain itu, jembatan ini juga menjadi akses menuju Stasiun Tanah Abang. Rencananya, skybridge akan dibuka untuk umum pada November nanti. Pantauan INDOPOS, pembangunan jembatan skybridge sepanjang 386, 4 dengan lebar 12,6 meter itu baru 78 persen. Saat ini, pembangunan skybridge yang membentang di atas Jalan Jatibaru terus dikebut.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pembangunan skybridge juga disesuaikan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) sejumlah transportasi publik. Agar proyek itu tak sia-sia. "Intinya, kita ingin solusinya yang relevan. Skybridge harus sesuai TOD. Agar enggak sia-sia," ujarnya.
Anies juga memaparkan, pembangunan skybridge sebagai solusi sementara dari penataan Tanah Abang. Namun, ditegaskannya juga, bukan berarti kualitas skybridge juga bersifat sementara. "Skybridge, sifatnya solusi sementara. Tetapi investasi proyek ini cukup besar, jangan sampai barangnya jadi sementara," ucapnya juga.
Direktur Utama PD Sarana Jaya Yoori C Pinontoan memastikan skybridge dibuat untuk mendorong konsep Transit Oriented Development (TOD) di kawasan Tanah Abang. JPM akan terintegrasi dengan berbagai angkutan umum kota demi memudahkan para pengunjung dan pejalan kaki berbelanja di sana.
"Fungsi skybridge ini utamanya bukan hanya untuk penampungan PKM (pengusaha kecil mandiri-nama lain PKL, Red), namun jembatan ini kita buat juga untuk integrasi antarmoda transportasi. Memudahkan pengguna transportasi. Nanti dari sini (skybridge) ada kereta api, Transjakarta, dan angkutan JakLingko," tuturnya.
PD Sarana Jaya telah menghubungkan JPM dengan Stasiun Tanah Abang sehingga akan meningkatkan kenyamanan dan kemudahan akses bagi penumpang kereta menuju Stasiun Tanah Abang yang merupakan stasiun kereta dengan penumpang terpadat.
Setiap pagi dan sore, stasiun kereta yang menghubungkan Jakarta Pusat dengan wilayah Tangerang Selatan seperti Serpong, Ciputat, Bogor bagian utara hingga Kabupaten Lebak itu dijejali ratusan ribu orang yang keluar masuk tiap harinya.
"Kami akan mengubah estetika dan imej Pasar Tanah Abang yang kumuh dengan PKL. Untuk keamanan di JPM, kami akan pasang kamera CCTV di tiap sudut jembatan. Untuk kenyamanan pedagang dan pembeli," katanya. Yoori juga mengatakan, para pedagang yang berjualan skybridge berjumlah 446 PKL.
Nantinya, mereka diwajibkan membayar retribusi Rp 500 ribu per bulan atau Rp 16 ribu/hari. Biaya itu dikutif untuk keamanan, penerangan, kebersihan, dan biaya perawatan kios. "Kalau Rp 500 ribu/bulan rasanya tidak berat kok. Hitunganyan Rp 16 ribu per hari," paparnya.
Yoory juga mengungkapkan, biaya retribusi tersebut sudah disosialisasikan kepada para pedagang. Meski direncanakan akan beroperasi akhir Oktober, tapi pembayaran retribusi baru diberlakukan pada 1 Januari 2019. "Jadi sejak 30 Oktober hingga 1 Januari 2019, PKL dibebaskan dari biaya retribusi," cetusnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho yang memantau proyek skybridge mengatakan, peresmian JPM mundur dari rencana awal yakni 15 Oktober. Target mundur karena mempertimbangan sisi keamanan bagi para PKL yang berjualan atau pun pengguna Jalan Jatibaru di bawah proyek skybridge.
"Makanya waktunya lebih lama. Daripada tetap tanggal 15 Oktober selesai tapi konstruksinya jadi enggak bagus, itu lebih berbahaya," ujarnya. Lebih jauh Teguh mengatakan, soft launching JPM Tanah Abang merupakan langkah korektif dari permasalahan maraknya PKL yang berdagang di sepanjang Jalan Jatibaru.
Langkah korektif yang dimaksud yaitu memberikan solusi kepada pedagang agar tidak berjualan di jalanan.
"Sebetulnya proyek skybridge ini bagian dari tindakan korektif ya, tindakan korektifnya waktu itu akibat penutupan Jalan Jatibaru untuk PKL. Kami sama Pemprov DKI sama-sama mencari solusi, akhirnya PKL dinaikkan ke atas (buat skybridge)," terangnya juga.
Pihak Ombudsman juga memperhitungkan sisi keamanan pengguna jalan lain di bawah skybridge.
"Nah sekarang proyek skybridge sudah nyaris selesai, memang belum 100 persen. Karena kami selalu mempertimbangkan keamanan jadi penyelesain proyek skybridge ini tidak boleh tergesa-gesa," paparnya juga.
Sedangkan anggota DPRD DKI Jakarta William Yani mengkritisi lokasi proyk skybridge yang menurutnya merupakan fasilitas umum. Selain itu, dia melihat ada indikasi percaloan pada undian PKL yang dilakukan agar bisa menempati lapak di skybridge. Karena itu, Komisi A berencana memanggil Pemkot Jakarta Pusat dan pihak yang terlibat pengundian PKL tersebut.
Dia juga menilai ada indikasi tata kelola skybridge dikomersialkan. Karena itu dia memintaPemprov DKI jangan mengkomersilkan skybridge. "Bisa jadi temuan BPK. Kan seharusnya tempat itu (sepanjang Jalan Jatibaru, Red) harusnya bebas dari PKL," katanya. (nas)








