SKTM Kisruh, Siswa Baru di Kota Pelajar akan Diverifikasi Ulang
Yogyakarta, Gatra.com - Penerapan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dalam penerimaan peserta didik baru di "Kota Pelajar" Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta kisruh.
Perwakilan Ombudsman RI Daerah Istimewa Yogyakarta menilai masalah ini harus segera diselesaikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dengan cara memverifikasi kembali syarat tersebut dan menganulir siswa jika melanggarnya.
"Bisa dikatakan di sini terlambat dibandingkan daerah lain, terutama Jawa Tengah. Namun langkah ini harus direalisasikan Disdikpora untuk menjamin hak-hak siswa yang benar-benar miskin," kata Kepala Perwakilan ORI DIY Budhi Masthuri saat menggelar jumpa pers, Senin (9/7).
Budhi sangat menyayangkan adanya pelanggaran penggunaan SKTM untuk mendaftar ke sekolah negeri di DI Yogyakarta.
Budhi menyatakan belum mendapat data seluruh pelanggaran. Namun, menurut dia, jika melihat laporan bahwa ada 70% pendaftar siswa baru di Bantul menggunakan SKTM, maka kondisi yang sama juga bisa berlaku untuk seluruh wilayah DI Yogyakarta.
Karena itu, pada Rabu atau Kamis pekan ini, Ombudsman mengirim surat resmi kepada Disdikpora DI Yogyakarta untuk melakukan verifikasi ulang akurasi SKTM siswa baru.
"Sebagai tahap awal, Disdikpora kami minta untuk mengeluarkan surat pernyataan tentang data diri dan siap bertanggung jawab jika tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Dari sana kemudian dilakukan verifikasi ulang dan bila terbukti terjadi pelanggaran, maka siswa tersebut dianulir," kata dia.
Ombudsman juga akan meminta Disdikpora mengubah sistem penerimaan siswa baru jika setelah verifikasi ulang ada siswa yang dianulir.
Selama ini, dinas beralasan siswa yang dianulir karena pelanggaran SKTM tidak bisa diganti setelah satu semester. Sistem ini juga akan dibahas dengan dinas.
Selain SKTM, dalam pengawasan PPDB 2018 di DI Yogyakarta, Ombudsman juga mendapat laporan tentang pelanggaran zonasi dan pungutan liar di sekolah setelah pengumuman siswa baru.
Untuk zonasi, Koordinator Forum Pemantau Independen FX Harry Cahya menyatakan laporan kasus terbanyak soal suatu kawasan tidak masuk dalam sistem zonasi sekolah ada di Kota Yogyakarta.
"Warga di Kecamatan Wirobrajan dan Patangpuluhan melaporkan banyak anak didik di sana tidak bisa masuk ke sekolah terdekat karena wilayahnya tidak masuk sistem zonasi dan pemerintah Kota Yogyakarta tidak mengeluarkan diskresi seperti kabupaten lain," kata Harry.
Koordinator Forpi Kota Yogyakarta Baharudin Kamba juga melaporkan adanya pungutan liar saat menyekolahkan anaknya di Sleman.
Selain uang seragam yang mencapai Rp1.050.000, setiap siswa juga diwajibkan memberikan sumbangan Rp550.000 guna pengadaan air minum dan pentas seni.








