Sektor Perbankan Diduga Masih Diskriminatif Terhadap Penyandang Disabilitas
MATARAM, KATAKNEWS.com - Pelayanan publik di sektor perbankan diduga masih melakukan tindakan diskriminatif terhadap kaum penyandang disabilitas di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hal itu terungkap dalam kunjungan jajaran Ombudsman RI Perwakilan NTB, Senin (12/3) ke Sekretariat Perkumpulan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Provinsi NTB, di Mataram. Di hadapan Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim, Ketua Pertuni NTB, Fitri menceritakan berbagai pengalaman pahit yang dialami sejumlah anggota Pertuni NTB saat hendak mengakses pelayanan perbankan.
Para penyandang tuna netra ini mengaku sering mendapat perlakukan diskriminasi dan tidak dilayani saat berhubungan dengan lembaga perbankan. "Kami sering tidak mau dilayani dan ditolak," kata Ketua Pertuni NTB, Fitri.
Padahal menurut Fitri, anggota Pertuni sangat berharap keberpihakan lembaga perbankan dalam membangun usaha mereka agar tetap mandiri, misalnya usaha pijat dan tenun.
Fitri menjelaskan, saat ini lebih dari 100 orang penyandang tuna netra bergabung dalam wadah Pertuni NTB, yang tersebar di hampir setiap Kabupaten dan Kota di NTB.
Miskinnya akses perbankan dan bantuan, serta pembinaan terhadap mereka, serta buruknya pelayanan publik membuat tidak sedikit dari penyandang tuna netra terpaksa berprofesi sebagai pengemis.
"Hal ini sangat kami sayangkan. Padahal kami ini semua mau berusaha, tapi dukungan perbankan belum maksimal. Terkesan masih diskriminatif," keluh Fitri.
Mendengar informasi langsung tentang dugaan tindak diskriminasi perbankan terhadap penyandang disabilitas, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim nampak geram.
Adhar menekankan, tidak ada satu lembaga pun yang boleh bertindak diskriminatif terhadap warga negara yang kebetulan berkemampuan khusus, penyandang disabilitas, termasuk penyandang tuna netra.
"Sudah jelas diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik yang menyatakan bahwa sifat pelayanan publik tidak boleh diskriminatif, termasuk pada penyandang disabilitas sekali pun," tegasnya.
Untuk menjamin agar tidak terjadi lagi diskriminasi dan maladministrasi yang merugihak hakhak publik para penyandang disabilitas di NTB, Adhar mengatakan, pihaknya akan mengambil tindakan cepat dengan membangun koordinasi dan membangun sistim penerimaan pengaduan khusus kelompok difabel dan disabilitas. "Ombudsman harus bergerak cepat dan membangun satu sistim khusus bagi kelompok difabel dan disabilitas," tegasnya.
Adhar Hakim mengatakan, Ombudsman RI Perwakilan NTB menaruh perhatian penting terhadap pelayanan publik bagi kelompok difabel atau disabilitas. Bagi Ombudsman RI Perwakilan NTB, praktek perbuatan maladministrasi terhadap kelompok difabel dan disabilitas adalah jenis perbuatan maladministrasi yang tersembunyi dan sering tidak terlihat karena minimnya akses bagi kelompok disabilitas dan difabel untuk mengadu.
Kunjungan Ombudsman ke Sektretariat Pertuni NTB, merupakan bagian kunjungan ke sejumlah tempat atau pelayanan yang terhubung dengan kepentingan kelompok difabel dan disabilitas, yang bertepatan juga dengan peringatan HUT Ombudsman RI ke 18.
Sebelumnya, jajaran Ombudsman Perwakilan NTB juga berkunjung ke SMK 5 Mataram. Di sekolah ini terdapat sedikitnya 30 siswa inklusi, yang 80 persen diantaranya berasal dari masyarakat tidak mampu.
Mereka antara lain mengalami tuna rungu, tuna wicara dan autis. Kepala SMK 5 Mataram, Munawir menyatakan, pihaknya melakukan upaya maksimal melayani kebutuhan penyandang difabel dan disabilitas, mulai dari menyediakan ruangan khusus sampai bentuk-bentuk pelayanan khusus.
Model dan cara pelayanan yang bagus inilah yang mendapatkan apresiasi Ombudsman RI Perwakilan NTB saat mengunjungi sekolah tersebut. "Kami mengapresiasi cara-cara SMK 5 melayani siswa difabel dan disabilitas. Mereka sangat baik. Ini perlu ditiru sekolah lain," ujar Adhar Hakim. K24Â