Pungli Berkedok Dana Sumbangan Sekolah Marak di Jateng

Semarang: Ombudsman Jawa Tengah menyebut pungutan liar (pungli) berkedok dana sumbangan sekolah marak terjadi di Jateng. Bahkan ada sekolah yang menahan rapor siswa lantaran belum melunasi 'kewajiban' tersebut.
Â
"Ada pula siswa yang tidak mengikuti ujian
nasional karena belum melunasi sumbangan itu," ujar Kepala Perwakilan
Ombudsman Jateng Siti Farida di Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 4 Oktober 2019.
Â
Siti mengatakan dugaan pungli didapatkan
berdasarkan laporan yang diterima Ombudsman Jateng kurun waktu
Januari-September 2019. Ada 17 laporan yang diterima tentang penyelenggaraan
pendidikan.
"Malaadministrasi paling banyak dilaporkan itu penyimpangan prosedur. Seperti penggalangan sumbangan, permintaan uang untuk studi banding, pembelian baju seragam, uang gedung, dan sebagainya," beber dia.
Â
Menurut Farida, laporan soal pungli tingkat
sekolah menengah atas terjadi di SMA Negeri di Brebes, Kendal, dan Semarang,
serta SMK negeri Kota Tegal. Sedangkan tingkat SD terjadi di Kota Semarang,
Surakarta, dan Klaten. Kemudian tingkat SMP terjadi di Kabupaten Kudus, Kendal,
Kota Semarang, Klaten, Tegal, dan Magelang.
Â
"Yang memprihatinkan, jumlah temuan ini
cenderung meningkat dari tahun kemarin," ungkap Farida.
Â
Farida menyebut pada 2016, kasus dugaan pungli
di sekolah di Jateng berjumlah tujuh laporan. Kemudian meningkat pada 2017
berjumlah 16 laporan.
Â
Pada 2018, temuan kasus serupa sempat berkurang
menjadi 12 laporan. Namun per September 2019, kasus pungutan liar di sekolah
kembali meningkat menjadi 17 laporan.
Â
"Padahal, wajib belajar 12 tahun adalah
tanggung jawab negara, sehingga otomatis pembiayaan pendidikan dibebankan
kepada negara. Agar tidak lagi muncul pro dan kontra mengenai sumbangan dan
pungutan," jelas dia.
Â
Ia menambahkan Ombudsman Jateng per September
2019 telah menerima 126 laporan terkait malaadministasi penyelenggaraan pelayanan
publik di Jawa Tengah. Maladministrasi pada pelayanan publik Pemerintah Daerah
termasuk pendidikan menduduki peringkat pertama yang dilaporkan masyarakat.
Â
"Peringkat kedua yang sering dilaporkan
adalah maladministrasi di kepolisian dan peringkat ketiga di bidang
pertanahan," pungkasnya.
Â
(MEL)








