Ombudsman Riau Terima Laporan Pengaduan 1.424 Kasus, Ini yang Dominan

Pekanbaru (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Riau selama
periode 2015-2020 telah menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat
terhadap kasus maladministrasi mencapai 1.424 kasus.
"Dari 1.424
kasus pelanggaran maladministrasi itu secara substansi dominan
dilaporkan adalah pelayanan bidang pendidikan seperti UN, momentum
pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), melalui internet,
bidang administrasi kependudukan, bidang pertanahan," kata Kepala
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Riau, Ahmad Fitri di
Pekanbaru, Rabu.
Temuan laporan pengaduan itu diungkapnya dalam
acara diskusi publik bertema "21 tahun Ombudsman mengawal Pelayanan
Publik" yang juga menghadirkan pemateri Dr Auradian Marta, S.IP, M.A,
dosesn Ilmu Pemerintahan dari FISIP Universitas Riau. Kegiatan ini
diikuti media elektronik, cetak dan online di Pekanbaru.
Ahmad
Fitri mengatakan, untuk bidang pertanahan yang dilaporkan terkait
keinginan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah, dan di bidang
administrasi kependudukan terkait hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
dokumen kependududkan.
"Seluruh laporan tersebut, sudah banyak
yang ditindaklanjuti sesuai kewenangan Ombudsman RI Perwakilan Riau
sebagai Lembaga Negara Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008," katanya.
Dalam
praktik kesehariannya, katanya lagi Ombudsman memiliki tugas yang salah
satunya adalah melakukan pemeriksaan laporan dari masyarakat maupun
inisiatif investigasi yang bisa Ombudsman lakukan sendiri dan kemudian
berujung pada tindakan korektif atau saran melalui Laporan Akhir Hasil
Pemeriksaan (LAHP) ataupun rekomendasi.
Pada prinsip penyelesaian
atas laporan dan pengaduan masyarakat tersebut, katanya, Ombudsman
bersikap "lunak" dengan mempengaruhi penyelenggara untuk memperbaiki
suatu pelayanan publik yang kurang optimal.
"Sebagai Lembaga
Pengawas, maka keberadaan Ombudsman sangat bermanfaat dilihat dari
berbagai sisi yakni membantu masyarakat disatu sisi dan memberikan saran
kepada Penyelenggara Pelayanan Publik agar optimal disisi lainnya,
serta tidak bersifat "menghukum"," katanya.
Ia merinci, sejak
2012 Ombudsman RI (atau 8,5 tahun) aktif di Riau, dari 1.424 laporan
pengaduan yang masuk itu tercatat tahun 2015 sebanyak 5 laporan, tahun
2013 (170), tahun 2014 (246), tahun 2015 sebanyak 201 laporan.
Berikutnya,
laporan yang masuk tahun 2016 sebanyak 203, tahun 2017 sebanyak 195
laporan, tahun 2018 (162), 2019 (134) dan tahun 2020 sebanyak 108
laporan.
"Jika dilihat dari laporan pengaduan yang masuk setiap
tahun tercatat mengalami penurunan lebih karena masyarakat sudah banyak
yang memahami haknya sehingga berani meminta rekomendasi kepada
Ombudsman disamping itu tingkat kepatuhan dari lembaga pemberi pelayanan
publik sudah makin membaik," katanya.
Karenanya, dalam rangka
pencegahan maladministrasi, katanya lagi, Ombudsman RI sudah
melaksanakan survei kepatuhan penyelenggara pelayanan publik atas
Undang-Undang tentang pelayanan publik sejak tahun 2015.
Survei
tersebut, katanya, telah menghasilkan tiga kategori penilaian yaitu
kepatuhan rendah (zona merah), kepatuhan sedang (zona kuning) dan
kepatuhan tinggi (zona hijau). Dari 12 kabupaten/kota di Riau, tercatat
sembilan kabupaten/kota sudah mendapatkan penilaian kepatuhan tinggi dan
masih ada tiga kabupaten dengan penilaian kepatuhan sedang.