• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman RI Perwakilan Aceh Pantau Pelayanan Publik terhadap Pengungsi di Kuta Cot Glie
PERWAKILAN: ACEH • Senin, 25/01/2021 •
 
Ombudsman mengunjungi desa yang sedang mengalami fenomena tanah bergerak di Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar. (Foto: Serambi)

SERAMBINEWS.COM, JANTHO - Tim Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Aceh mengunjungi Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, Senin (25/1/2021) siang.

Kedatangan tim Ombudsman tersebut khusus untuk memantau langsung kondisi 71 warga yang mengungsi di bawah tenda penampungan akibat terdampak tanah longsor di desa tersebut. Tim ini dipimpin langsung oleh Ketua Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin MH. Taqwaddin didampingi llyas Isti (Kepala Asisten Bidang Penerimaan dan Verifikasi Laporan), Muammar (Kepala Asisten Bidang Pencegahan Malaadministrasi), Siti Fauziah Husin (Anggota Asisten Ombudsman Bidang Pencegahan), dan dua staf lainnya.

Dari hasil pemantauan selama dua jam dan berdialog langsung dengan sejumlah pengungsi di bawah tenda penampungan, Taqwaddin menyimpulkan bahwa pelayanan publik yang dilakukan instansi terkait terhadap pengungsi di desa itu sudah berjalan dengan baik. Instansi terkait yang dimaksud Taqwaddin adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan Aceh Besar, dan lainnya.

"Kami datang untuk memastikan beberapa hal. Mulai dari kelancaran pasokan logistik, ketersediaan air bersih, listrik, layanan kesehatan, sanitasi lingkungan, termasuk keamanan dan ketertiban di titik pengungsian," kata Taqwaddin kepada Serambinews.com di lokasi pengungsian.

Para pengungsi mengaku bahwa mereka sudah mendapatkan bantuan masa panik yang memadai. Misalnya, beras, gula, minyak goreng, kacang ijo, telur ayam, mi instan, dan lainnya. Tikar, ember, dan peralatan untuk memasak selama berada di tenda pengungsian pun sudah mereka peroleh. Pemeriksaan kesehatan para pengungsi juga dilakukan secara berkala oleh tim medis dari Dinas Kesehatan Aceh Besar.

"Alhamdulillah. Kita apresiasi pelayanan yang diberikan oleh semua instansi terkait kepada para pengungsi. Semuanya sudah memadai. Semoga ke depan dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan," kata Taqwaddin.

Dari para pengungsi juga diperoleh keterangan bahwa awalnya hanya dua kepala keluarga (KK) yang mengungsi. Keduanya keluarga yang rumahnya berada paling dekat dengan blok longsoran.

Pada hari keempat dan beberapa hari kemudian jumlah warga yang harus dievakuasi dari blok longsoran semakin ramai hingga mencapai 18 KK. Mereka yang diungsikan itu adalah penduduk Lamkleng yang rumahnya berada satu deret dengan alur tanah yang longsor. Tak mungkin lagi mereka bertahan di rumahnya dalam kondisi longsor terus terjadi dari hari ke hari. "Saat ini sudah 18 KK dari 14 rumah yang mengungsi. Jumlah keseluruhannya 71 jiwa, termasuk manula dan anak-anak," ujar Keuchik (Kepala Desa) Lamkleng, Muhammad Fajri, menjawab Serambinews.com. Ia mengakui bahwa rekahan tanah bergerak di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, semakin meluas dari hari ke hari.

"Saat ini kedalaman tanah yang amblas sudah hampir 5 meter," ujar Muhammad Fajri.

Dalam empat hari terakhir, penurunan tanah bergerak di desa itu relatif lambat karena sudah empat hari tidak turun hujan di sana.

"Kalau hujan, apalagi deras dan lama, tanah yang turun semakin dalam. Rekahannya pun semakin melebar dan memanjang," kata Keuchik Muhammad Fajri. Ia berharap tim survei geologi dari Universitas Syiah Kuala (USK) yang sudah mengambil sejumlah sampel tanah di desa itu untuk diperiksa di lab, bisa segera menyimpulkan penyebab longsor dan kondisi tanah di desa itu. Kemudian, apakah masih layak huni atau tidak. Jika memang sama sekali tak lagi layak huni, keuchik akan berembuk dengan warga untuk memilih titik pengungsian berikutnya, tentunya setelah berkonsultasi dengan Bupati Aceh Besar.

Di desa itu, alternatif titik pengungsian yang agak jauh dari blok longsoran adalah ke arah barat yang merupakan hamparan sawah.

Areal persawahan di desa itu, kata Muhammad Fajri, tidak seluruhnya milik warga setempat. Ada juga milik warga luar yang bersawah di situ.

"Kami perlu rembukkan juga masalah ini dengan para pemilik sawah jika nanti sebagian penduduk harus mengungsi ke areal persawahan," kata Fajri. Amatan Serambinews.com, sawah yang berada di sebelah barat desa itu merupakan sawah tadah hujan dengan pola terasering. Terasering adalah suatu pola atau teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat (berteras-teras atau berundak-undak) sebagai upaya pencegahan erosi tanah. Setelah hamparan sawah tersebut langsung permukiman penduduk. Di tengah permukiman penduduk ada jalan aspal selebar 3 meter. Satu meter di antara lebar jalan tersebut ikut amblas sepanjang 20 meter. Bukan saja badan jalannya yang amblas, tapi beton penahan tebing jalan ikut patah dan amblas. Pengemudi kendaraan harus sangat hati-hati melintas di tempat itu, karena hanya dua meter lagi badan jalan yang tersisa. Hanya dua meter dari badan jalan yang amblas itu terdapat sejumlah kuburan. Beberapa batu nisannya tampak terguling dari tempat asalnya. Hanya sekitar 10 meter dari areal pemakaman, terlihat ceruk dalam hampir 4 meter memanjang ke arah selatan. Semakin ke selatan ceruknya semakin dalam, hampir 5 meter. Di atas ceruk itulah terdapat satu rumah permanen yang bagian WC-nya mulai menggantung. Pipa-pipa paralon yang tadinya berada di dalam tanah kini seluruhnya tersembul ke luar. Satu meter dari situ terlihat pondok kayu bersama serumpun pohon pisang sudah amblas sedalam 5 meter. Pohon asam jawa dan pohon hagu juga tumbang, tak terkecuali rumpun-rumpun bambu.

"Semoga tak turun lagi hujan lebat di sini," kata Munzir, pemuda di Gampong Lamkleng, sambil matanya menatap ke langit. Saat itu, awan hitam menggantung tebal. (*)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...