Ombudsman RI DIY Terima Kunjungan Pemkot Yogyakarta, Bahas Rencana Pengadaan Seragam Batik Segoro Amarto

Sleman - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerima kunjungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta dan menghadirkan Badan Hukum, Kamis (18/12/2025). Kunjungan ini dilaksanakan dalam rangka membahas rencana pengadaan seragam batik "Segoro Amarto" untuk lingkungan sekolah di Kota Yogyakarta.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta, Tri Karyadi Riyanto Raharjo menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta sudah melakukan branding ulang motif batik Segoro Amarto yang melibatkan desainer lokal.
"Pengadaan seragam batik ini diharapkan menjadi identitas daerah dan mendukung perekonomian lokal, khususnya produsen batik," jelasnya.
Kepala Perwakilan ORI DIY, Muflihul Hadi menanggapi kebijakan seragam sekolah berpotensi menimbulkan masalah apabila diterapkan secara wajib. Menurutnya, kebijakan semacam ini dinilai memberatkan orang tua siswa, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan akibat maraknya pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan ORI DIY, Jaka Susila Wahyuana menyatakan bahwa dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 dan PP Nomor 17 Tahun 2010 melarang mewajibkan pembelian seragam tertentu di sekolah, karena hal ini dapat memberatkan siswa, terutama siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Selain itu juga dapat menimbulkan potensi monopoli, seperti salah satu kasus produsen tunggal di Kabupaten Kulon Progo yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, Kepala Keasistenan Pencegahan ORI DIY, Chasidin, menambahkan praktik dalam pengadaan dan penjualan seragam sekolah masih rentan terhadap maladministrasi.
"Hal ini terutama disebabkan oleh pengelolaan pengadaan dan penjualan yang seringkali ditangani langsung oleh sekolah sehingga membatasi pilihan orang tua dan berpotensi menyebabkan adanya perbedaan harga," tegas Chasidin
Permasalahan utama bukan pada keberadaan seragam khas itu sendiri, melainkan mekanisme distribusi dan penjualannya yang seringkali menyimpang dari prosedur.
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Yogyakarta, Dziki Haqqi Aufa menambahkan, pencipta yang sudah dinyatakan menang oleh Kepala Dinas akan diikat secara hukum melalui hak cipta, sehingga tidak serta merta dapat dilepas ke pasar dengan bebas dan dipakai atau diperjualbelikan oleh siapa saja. Hingga saat ini, penjualan batik hanya dilakukan secara terbatas melalui koperasi merah putih sebagai bentuk pengendalian distribusi.
Di akhir, Ombudsman RI Perwakilan DIY menegaskan agar Pemerintah Kota Yogyakarta mengkaji regulasi lebih lanjut agar program seragam batik khas daerah tidak bertentangan dengan aturan nasional. (LJA)








