Ombudsman PINTER Edisi Kedua, Perwakilan Babel dan Sumsel Bahas Permasalahan Kepegawaian

PANGKALPINANG- Analis Kepegawaian Kantor Regional VII Badan Kepegawaian Nasional, Walter Marianus Simarmata, S.IP.,MM, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, Muhammad Syaiful Anwar, S.H., LL.M, Â menyatakan bahwalex specialis derogate legi generalisadalah salah satu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. Dalam konteks polemik format Surat Keputusan (SK) penjatuhan sanksi Disiplin PNS, keduanya sepakat menyampaikan format yang digunakan sebaiknya merujuk pada format yang tercantum pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil apabila dibandingkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015. Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Ombudsman PINTER (Pertukaran Informasi, Teknologi Inovasi, dan Regulasi) melalui zoom meeting yang diselenggarakan atas kerjasama antara Kantor Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung dan Perwakilan Sumatera Selatan, Selasa (20/04).
"Memang sering terjadi polemik terkait format mana yang digunakan dalam SK penjatuhan sanksi PNS ini. Namun saya berpendapat cenderung yang digunakan lebih kepada format Perka BKN Nomor 21 Tahun 2010. Dasarnya yaitu dalam pasal 49 PP 53 Tahun 2010 secara atributif disebutkan bahwa ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Kemudian juga Perka BKN Nomor 21 Tahun 2010 merupakan tahapan atau prosedur pemberian sanksi disiplin terhadap ASN sehingga lebih mendasarkan pada isi atau materiilnya", Ungkap Anwar.
Lebih lanjut Walter Marianus Simarmata, S.IP.,MM menerangkan bahwa permasalahan kepegawaian juga disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan BKN Regional, masih banyaknya perbedaan penafsiran hukum antara setiap pemerintah daerah, serta kurang optimalnya proses pembinaan dan pengawasan oleh atasan langsung terhadap PNS yang melakukan tindakan indispliner.
"Misalnya persoalan kurang koordinasi antara Pemerintah Daerah dengan BKN Regional. Seringkali kami mendapatkan tembusan surat keputusan pemberhentian PNS itu lama sekali. Bahkan dalam waktu dekat ini, kami baru menerima surat keputusan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap perkara keputusan yang sudah terjadi 10 (sepuluh) tahun yang lalu , efeknya PNS tersebut tidak memperoleh pensiun selama itu. Setelah kami lakukan pemeriksaan ternyata hasilnya merupakan pemberhentian dengan hormat. Akhirnya, yang bersangkutan mendapatkan hak pensiunnya dan akan dibayarkan terhitung sejak 10 tahun lalu, "Jelas Walter.
Menambahkan yang disampaikan oleh Narasumber, Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Kepulauan Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy menuturkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintah merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, serta Manajemen ASN. Dan Presiden telah mendelegasikan sebagian kekuasannya tersebut kepada Badan Kepegawaian Negara dalam hal menyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan, pengendalian norma, standar, prosedur, dan kriteria manajemen ASN. Kemudian Yozar berharap agar pemerintah daerah dapat meningkatkan konsultasi koordinasi dengan BKN Regional dan sebaliknya, serta dapat melaksanakan ketentuan yang telah tercantum dalam peraturan yang berlaku.
 "Kami berterimakasih
kepada para Narasumber dan tentunya kepada Kepala Perwakilan Ombudsman Sumatera
Selatan atas kerjasamanya menyelenggarakan kegiatan ini. Semoga kedepan kita
dapat terus menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mampu memperluas wawasan sekaligus merespon isu-isu pelayanan publik yang begitu
dinamis saat ini sehingga kompetensiÂ
Ombudsman dapat terupdate dengan baik ", tutupnya.  Â








