• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman: Perlunya Penegakan Hukum Lingkungan untuk Cegah Banjir di Aceh
PERWAKILAN: ACEH • Jum'at, 15/05/2020 •
 
Kepala Ombudsman Aceh, Taqwaddin Husin. Foto by Dok. Ombudsman

BANDA ACEH - Ombudsman RI Perwakilan Aceh menggelar diskusi daring dengan tema "Upaya Penanggulangan Bencana Banjir" pada Kamis, 14 Mei 2020.

Diskusi ini menghadirkan narasumber Ir. Sunawardi M.Si. (Kepala Pelaksana BPBA Aceh), Eko Nur Wijayanto, S.Hut, M.Si. (Kepala BPDASHL Krueng Aceh), Dr. Ir. Syahrul, M.Sc. (Ahli Hidrologi), Dr. Ir. Nazli Ismail, M.Si. (Ketua Prodi Magister Ilmu Kebencanaan Unsyiah), dan Dr. Taqwaddin Husin (Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh).

Taqwaddin mengucapkan duka cita atas musibah banjir di Aceh. "Ombudsman ikut berduka cita atas musibah banjir yang terjadi saat ini, kita berharap semua pihak dapat menyelesaikan masalah ini dengan cepat sehingga pelayanan publik dapat kembali normal," ujarnya.

Kalak BPBA Aceh, Sunawardi, menyebutkan terjadinya banjir saat ini karena banyak pembangunan tidak mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Selain itu, adanya perambahan hutan atau ilegal loging.

Menurut Sunawardi, untuk penanggulangan banjir, harus ada perencanaan dari hulu ke hilir dan koordinasi semua sektor.

Syahrul, Ahli Hidrologi, menyebutkan, "Kondisi curah hujan saat ini memang pada posisi ekstrem, ditambah lagi dengan kegiatan cocok tanam masyarakat pada posisi lahan yang kemiringannya 45°, ini juga berbahaya".

Dia menambahkan bahwa banyak muara saat ini juga tertutup dengan sendimentasi, sehingga air tertahan dan tidak dapat mengalir dengan baik.

Eko Nur Wijayanto, Kepala BPDASHL Krueng Aceh, mengatakan saat ini laju deforestasi di Aceh sangat tinggi. Sehingga potensi bencana khususnya banjir dan longsor sangat besar. "Kita harus melakukan mitigasi bencana, apalagi saat ini laju deforestasi sangat tinggi, banyak tutupan hutan yang hilang. Sehingga potensi terjadi bencana banjir dan longsor sangat besar," ungkapnya.

"Untuk banjir genangan di Banda Aceh beberapa hari yang lalu, sebenarnya Krueng Aceh mampu menampung debit air tersebut. Namun karena drainase yang kurang optimal sehingga air tidak dapat mengalir ke sungai," lanjut Eko.

Sementara Nazli Ismail menegaskan bahwa upaya penghijauan kembali sangat perlu dilakukan. Karena saat ini banyak terjadi kerusakan hutan Aceh.

Berdasarkan hasil diskusi tersebut, Ombudsman membuat suatu saran kepada eksekutif maupun legislatif Aceh. Yaitu, meminta dioptimalkannya implementasi produk legislasi (qanun) dan regulasi yang sudah cukup memadai. Selanjutnya, perlu adanya komitmen bersama untuk upaya prevensi, mitigasi, kesiapsiagaan, dan pengurangan risiko bencana. Terakhir, memperkuat penegakan hukum lingkungan di Aceh.

"Kami sudah menyimpulkan beberapa poin yang nantinya akan kita sampaikan kepada Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif. Kita berharap Pemerintah Aceh mengimplementasikan Qanun-Qanun Aceh terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Seperti Qanun Aceh tentang Sumber Daya Air, Qanun Aceh tentang Lingkungan Hidup, Qanun Aceh tentang RTRW, serta meminta segera disahkannya Qanun tentang Pendidikan Bencana," ujar Taqwaddin yang juga Ketua Dewan Pakar Forum PRB Aceh.

Ombudsman mengajak semua komponen masyarakat, baik NGO, kalangan bisnis, masyarakat lokal untuk bersama melakukan upaya prevensi, mitigasi, dan pengurangan risiko bencana (PRB). "Hal ini penting, karena apabila terjadi bencana maka yang menderita kerugian material dan immaterial adalah kita semua" ucapnya.

"Terakhir, kami meminta kepada aparat penegak hukum agar lebih peduli melakukan upaya penegakan hukum lingkungan terkait dengan perusakan hutan," tegas Taqwaddin yang juga Dosen Hukum Lingkungan dan Dosen Magister Ilmu Kebencanaan di Unsyiah.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...