• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman NTT Tekankan Akses Layanan Publik Ramah Kelompok Rentan
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA TIMUR • Kamis, 14/08/2025 •
 
Kepala Ombudsman RI Provinsi NTT menghadiri undangan Kantor Wilayah Kementrian HAM Provinsi NTT dalam rangka diskusi bersama aksi RANHAM kabupaten/kota se-NTT

KUPANG - Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT Darius Beda Daton menghadiri undangan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi NTT dalam diskusi bersama mengenai Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) kabupaten/kota se-NTT di Hotel Neo Aston Kupang, Selasa (12/8/2025).

Hadir secara luring Plt. Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Oce Boymau, serta Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Max Sombu. Para kepala bagian hukum kabupaten/kota turut mengikuti kegiatan ini secara daring.

Dalam sambutannya, Darius menegaskan bahwa pelayanan publik berperspektif HAM adalah upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berlandaskan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi. "Pelayanan publik harus adil, non-diskriminatif, mudah diakses, dan bermartabat bagi seluruh warga negara, khususnya kelompok rentan," ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan penyelenggara memberikan perlakuan khusus kepada kelompok masyarakat tertentu dengan menyiapkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas yang memadai. "Oleh karena merupakan perintah undang-undang, seluruh pemerintah daerah diharapkan menyiapkan sarana dan prasarana pelayanan publik yang ramah bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan," tambahnya.

Darius menjelaskan bahwa setiap tahun Ombudsman RI melakukan Penilaian Penyelenggaraan Pelayanan Publik di seluruh kabupaten/kota se-NTT, dengan salah satu dimensi penilaian mencakup sarana prasarana bagi kebutuhan khusus. Aspek yang dinilai meliputi rambatan ideal, jalur pemandu, tombol lift braille dan suara, toilet khusus, arena bermain anak, ruang laktasi, kursi roda, jalur landai, parkir khusus, komputer braille, website dengan fitur pembaca layar, hingga kanal media sosial yang ramah kelompok rentan.

Selain fasilitas fisik, pelayanan juga perlu menyediakan loket prioritas dan pendampingan bagi penyandang disabilitas. Namun, hasil penilaian menunjukkan bahwa akses terhadap pelayanan publik dasar seperti administrasi kependudukan, pendidikan, dan kesehatan bagi kelompok rentan di NTT masih rendah.

Menurut Darius, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan bersama untuk memperbaiki situasi ini. Pertama, memastikan kantor desa/kelurahan, kecamatan, fasilitas kesehatan, dan organisasi perangkat daerah lainnya memenuhi indikator aksesibilitas dan menyiapkan petugas pelayanan khusus. Aksesibilitas yang dimaksud adalah kemudahan yang diberikan kepada penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut juga menjamin hak untuk memperoleh akomodasi yang layak, pendampingan, penerjemahan, serta fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan publik tanpa biaya tambahan.

Kedua, pemerintah daerah perlu menyusun dasar hukum mengenai standarisasi pelayanan publik yang berorientasi HAM dan mengalokasikan anggaran khusus untuk meningkatkan kualitas layanan publik agar sesuai standar. Ketiga, memberikan penghargaan kepada organisasi perangkat daerah yang telah memenuhi indikator HAM. Keempat, memfasilitasi kabupaten/kota menuju inklusi secara berkelanjutan, bukan sekadar ramai pada saat peluncuran program. Kelima, mengintegrasikan dan mengarusutamakan nilai-nilai HAM dalam setiap agenda pembangunan dan pelayanan publik di daerah.

Di akhir sambutannya, Darius mengucapkan terima kasih kepada Kanwil Kemenkumham Provinsi NTT atas undangan dan kerja sama dalam kegiatan ini. "Semoga diskusi ini bermanfaat bagi peningkatan pelayanan publik yang inklusif di NTT," tutupnya.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...