Ombudsman NTT Tegaskan Penyelesaian Aduan Pendanaan Pendidikan Lewat Pendekatan Koordinatif dan Persuasif

KUPANG - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan laporan masyarakat terkait pendanaan pendidikan melalui pendekatan koordinatif dan persuasif, tanpa mengesampingkan kewenangan hukum sebagai lembaga pengawas pelayanan publik.
Komitmen tersebut ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Laporan Masyarakat terkait Pendanaan Pendidikan di Lingkup Provinsi NTT yang digelar secara tertutup pada Selasa (16/12/2025) di Hotel Harper Kupang. Rapat ini melibatkan Inspektorat Daerah Provinsi NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, serta SMK Negeri 6 Kupang sebagai satuan pendidikan yang menjadi objek laporan masyarakat.
Dalam sambutannya, Plt. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT, Yosua P. Karbeka, menyampaikan bahwa Ombudsman RI menjalankan fungsi pengawasan melalui dua pendekatan utama, yakni pencegahan maladministrasi dan pemeriksaan laporan masyarakat.
"Dalam pemeriksaan laporan, Ombudsman memiliki kewenangan untuk memberikan saran perbaikan pelayanan maupun regulasi, serta mengeluarkan rekomendasi yang bersifat wajib dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Yosua.
Meski memiliki kewenangan hukum yang kuat, Ombudsman RI Perwakilan NTT lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan dialogis. Menurut Yosua, kewenangan pemanggilan paksa hingga sanksi pidana hampir tidak pernah digunakan karena sebagian besar laporan masyarakat dapat diselesaikan melalui koordinasi dan komunikasi antarinstansi.
Data Ombudsman NTT menunjukkan jumlah laporan masyarakat relatif stabil dalam tiga tahun terakhir, yaitu sebanyak 1.064 laporan pada tahun 2023, 1.188 laporan pada tahun 2024, dan 1.027 laporan hingga 9 Desember 2025. Data ini mencerminkan konsistensi partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi NTT.
Terkait aduan pendanaan pendidikan di SMK Negeri 6 Kupang, Yosua menegaskan bahwa laporan tersebut tidak serta-merta menunjukkan persoalan hanya terjadi di satu sekolah. Terbatasnya jumlah pelapor justru mengindikasikan masih adanya rasa takut atau keraguan masyarakat untuk menyampaikan pengaduan.
"Pengaduan merupakan hak warga negara dan bagian penting dari mekanisme evaluasi pelayanan publik," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan NTT, Philipus Max Jemadu, menyampaikan bahwa rapat koordinasi ini juga difokuskan pada implementasi Peraturan Gubernur NTT Nomor 53 Tahun 2025 tentang Penggalangan Dana Pendidikan. Pergub tersebut mengamanatkan satuan pendidikan untuk melakukan penyesuaian praktik pungutan paling lambat dua bulan sejak diberlakukan.
Menurut Philipus, kehadiran SMK Negeri 6 Kupang dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT dalam rapat ini menjadi penting untuk menjelaskan langkah-langkah penyesuaian yang telah dilakukan, serta pola pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan regulasi dimaksud.
Dengan diberlakukannya Pergub Nomor 53 Tahun 2025, masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam pendanaan pendidikan dengan klasifikasi berdasarkan besaran penghasilan orang tua. Ombudsman menekankan perlunya penyusunan standar operasional prosedur (SOP) yang jelas untuk menilai kemampuan membayar, agar pembebanan iuran pendidikan benar-benar sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing keluarga.
"Jangan sampai ada orang tua yang sebenarnya mampu membayar penuh namun melaporkan kemampuan yang lebih rendah, begitu pula sebaliknya. Partisipasi harus didasarkan pada kemampuan riil agar penggalangan dana pendidikan berjalan adil dan sesuai Pergub Nomor 53 Tahun 2025," ujar Yosua.
Ombudsman RI Perwakilan NTT juga mengimbau masyarakat untuk turut memantau pelaksanaan Pergub tersebut di sekolah. Apabila ditemukan adanya pungutan atau praktik yang tidak sesuai ketentuan, masyarakat dapat melaporkannya kepada Ombudsman agar dapat ditindaklanjuti bersama pihak sekolah dan Dinas Pendidikan, sehingga tata kelola pendanaan pendidikan di NTT menjadi lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan.








