Ombudsman NTT Paparkan Ribuan Dokumen Kependudukan di Kabupaten TTU Belum Bisa Ditandatangani

TIMOR TENGAH UTARA - Pekan lalu, sejumlah warga Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) menyampaikan keluhan terkait layanan dokumen kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten TTU. Inti dari keluhan tersebut adalah bahwa meskipun permohonan layanan tetap diterima sejak tanggal 4 Juni 2025, dokumen yang diberikan kepada pemohon hanya berupadraf dan belum ditandatangani oleh pejabat berwenang. Dokumen dalam bentukdraf ini tidak dapat digunakan untuk keperluan administrasi lain yang memerlukan dokumen kependudukan resmi. Kondisi ini jelas merugikan masyarakat, baik dari sisi waktu maupun dari sisi kemanfaatan produk layanan yang diberikan.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada Senin (30/6/2025), Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT, Darius Beda Daton, melakukan koordinasi langsung ke Dinas Dukcapil TTU untuk mengetahui kondisi layanan yang sedang berlangsung. Darius juga berkoordinasi dengan Kepala BKD Kabupaten TTU guna memperoleh informasi lebih lanjut terkait proses usulan pejabat definitif Kepala Dinas Dukcapil.
Dalam pertemuan tersebut, Darius menyampaikan bahwa layanan berupa dokumendraf yang tidak sah secara hukum sangat merugikan masyarakat karena tidak dapat digunakan untuk keperluan administratif lainnya. Berdasarkan keterangan dari pejabat terkait, sejak 4 Juni 2025 pelayanan Dukcapil TTU memang tetap berjalan, namun seluruh produk layanan dokumen kependudukan masih berbentukdraf dan belum ditandatangani secara elektronik oleh pejabat yang berwenang.
Hal ini terjadi karena usulan sertifikasi E-Sign atauspecimen tanda tangan elektronik untuk pejabat pelaksana belum disetujui oleh Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri. Penolakan ini berkaitan dengan persoalan pemberhentian Kepala Dinas sebelumnya, yang dianggap tidak sesuai prosedur. Akibatnya, hingga kini terdapat lebih dari 2.000 dokumen kependudukan yang belum bisa ditandatangani secara resmi, sehingga hanya diberikan kepada pemohon dalam bentukdraf yang belum sah sebagai produk pelayanan Dukcapil. Masyarakat diminta menunggu hingga adanya pejabat definitif untuk kemudian menerima dokumen yang telah ditandatangani dan sah secara hukum.
Kepala BKD TTU menyampaikan bahwa Bupati TTU telah mengusulkan pengangkatan pejabat definitif Kepala Dinas Dukcapil kepada Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri. Gangguan layanan ini berawal dari pemberhentian Kepala Dinas Dukcapil TTU sebelumnya, yang didasarkan pada Keputusan Bupati TTU Nomor 800.1.3.3/257/BKPSDMD. Namun, pemberhentian tersebut dianggap tidak sesuai prosedur oleh Dirjen Dukcapil. Sebagai konsekuensinya, Bupati TTU menerima surat teguran dari Dirjen Dukcapil Kemendagri yang menegaskan bahwa pemberhentian tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika permasalahan ini terus dibiarkan tanpa penyelesaian sesuai prosedur, dikhawatirkan akan memicu sanksi administratif lainnya, termasuk pemutusan jaringan komunikasi data yang akan mengakibatkan terhentinya seluruh layanan dokumen kependudukan di wilayah tersebut.
Apa yang terjadi di Kabupaten TTU ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pemerintah kabupaten/kota di NTT agar berhati-hati dalam melakukan pengangkatan dan pemberhentian pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Kepala Dinas Dukcapil. Berdasarkan ketentuan Pasal 83A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di provinsi dan kabupaten/kota berada di tangan Menteri Dalam Negeri. Ketentuan ini diperkuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2021 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, dan Penilaian Kinerja Pejabat Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, dan Pejabat Pengawas pada Dinas Dukcapil Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pasal 28 ayat (2) dari Permendagri tersebut secara tegas menyatakan bahwa Bupati/Wali Kota yang melakukan pengangkatan atau pemberhentian tanpa Keputusan Menteri akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan/atau pemutusan jaringan komunikasi data. Kondisi ini tentu sangat penting untuk diperhatikan agar tidak merugikan masyarakat dan tidak mengganggu pelayanan publik yang bersifat vital, seperti administrasi kependudukan.