Ombudsman NTB Terima Laporan Tentang Lamanya Penerbitan Kartu KUSUKA dan Distribusi BBM yang Tidak Tepat Sasaran

MATARAM- Berlarutnya pendistribusian Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA) di wilayah Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara memunculkan dugaan adanya tindakan maladministrasi dalam proses tata kelola kegiatan tersebut. Atas dasar itulah maka pada Selasa (12/7/2022), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dan Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) mendatangi Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menyampaikan laporan terkait hal tersebut.
Dedi Sopyan selaku Ketua KNTI Kabupaten Lombok Timur
menyatakan bahwa sekitar 900 (sembilan ratus) nelayan yang berada di Kecamatan
Jerowaru selama ini sudah terdata sebagai penerima Kartu KUSUKA. Namun
pencetakan Kartu KUSUKA yang dilakukan oleh Bank BNI selama 2 (dua) tahun
terakhir tidak pernah terealisasi dengan berbagai alasan. Akibatnya, banyak
nelayan yang sangat kesulitan, baik dalam mengakses manfaat utama
dari Kartu KUSUKA, juga dalam hal memperoleh akses untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). Hal ini
karena salah satu syarat agar nelayan dapat membeli BBM bersubsidi di SPBUN
adalah adanya surat rekomendasi untuk dapat membeli BBM bersubsidi dari Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lombok Timur, sedangkan syarat untuk
mendapatkan surat rekomendasi adalah nelayan harus memiliki Kartu KUSUKA. DKP
sendiri telah memberikan kelonggaran kepada nelayan akibat belum tercetaknya
Kartu KUSUKA, yaitu dengan meminta nelayan untuk mencetak Surat Keterangan
(Suket) Sementara yang menyatakan peserta terdaftar sebagai penerima Kartu
KUSUKA. Nantinya Suket Sementara tersebut dijadikan lampiran dalam memperoleh
Surat Rekomendasi untuk pembelian BBM bersubsidi di SPBUN.
Masalah lain yang disampaikan oleh Dedi yaitu terbatasnya jumlah SPBUN yang ada di Kabupaten Lombok Timur sehingga akses nelayanan dalam memperoleh BBM bersubsidi sangat terbatas. Sebagai contoh, untuk nelayan yang berada di wilayah selatan, seperti di Kecamatan Jerowaru, harus membeli BBM bersubsidi di SPBUN Labuhan Lombok yang jaraknya cukup jauh. Selain itu, jumlah kuota BBM bersubsidi untuk nelayan juga sangat terbatas, sehingga ketika nelayan ingin membeli BBM bersubsidi harus mengantri dalam hitungan jam bahkan hari. Untuk menyiasatinya, para nelayan kemudian membeli BBM dari pengecer dengan harga cukup tinggi yaitu Rp 10.000 per liter untuk jenis Pertalite, padahal harga subsidinya hanya Rp 7.200 per liter. Ketersedian BBM besrsubsidi bagi nelayan pada dasarnya telah dijamin oleh Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam namun hal tersebut tidak berjalan mulus di lapangan.
Permasalahan yang sama juga terjadi di Kabupaten Lombok Utara. Habibi selaku Sekretaris KNTI Kabupaten Lombok Utara juga menyampaikan bahwa jumlah nelayan yang telah terdata sebagai penerima Kartu KUSUKA mencapai 1.100 (seribu seratus) nelayan. Namun sama halnya dengan di Lombok Timur, hingga saat ini Kartu KUSUKA tersebut belum dapat tercetak. Bahkan di Kabupaten Lombok Utara sendiri, para nelayan terbatas akses untuk mendapatkan BBM bersubsidi karena tidak terdapat SPBUN seperti halnya di Lombok Timur. Oleh karenanya itu, pihaknya sangat berharap bantuan Ombudsman RI agar pelayanan publik khususnya sektor energi ini dapat terselesaikan.
Di sisi lain, Anggota FITRA NTB, Hamdi, menyatakan bahwa FITRA sudah melakukan kegiatan investigasi di lapangan, khususnya di Kabupaten Lombok Timur. Dari investigasi tersebut diduga kuat ada potensi maladminstrasi dalam pendistribusian BBM bersubsidi bagi nelayan. Sebagai contoh, terdapat oknum-oknum yang bukan nelayan, yang memanfaatkan kedekatannya dengan beberapa nelayan guna mendapatkan pinjaman Kartu KUSUKA. Setelah oknum tersebut memperoleh beberapa Kartu KUSUKA milik nelayan, maka meminta rekomendasi ke DKP agar dapat membeli BBM bersubsidi, yang kemudian dijual kembali secara eceran.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Adhar Hakim selaku Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTB mengapresiasi apa yang telah dilakukan FITRA dan KNTI. Adhar menyatakan akan mempelajari laporan yang disampaikan terkait dugaan maladministrasi berupa penundaan berlarut dalam proses penerbitan Kartu KUSUKA dan penyimpangan prosedur dalam tata kelola distribusi BBM bersubsidi untuk nelayan miskin. Adhar meminta FITRA dan KNTI melengkapi kembali beberapa dokumen sesuai syarat penerimaan laporan pada Ombudsman RI.
Adapun Kartu KUSUKA merupakan kartu yang digunakan sebagai identitas tunggal bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan, diantaranya seperti nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pemasar ikan, pengolah ikan, dan pengusaha jasa pengiriman hasil perikanan. Kartu ini diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2017. Fungsi utama dari Kartu KUSUKA adalah sebagai kartu identitas tunggal dan sebagai basis data dalam hal perlindungan, pemberdayaan, dan pembinaan pelaku usaha kelautan dan perikanan, serta sebagai alat monitoring dan evaluasi setiap program yang diberikan oleh Pemerintah melalui Kementerian. Manfaat dari Kartu KUSUKA adalah dapat memudahkan pelaku usaha kelautan dan perikanan dalam bertransaksi online, memudahkan dalam mengakses pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan memudahkan dalam pengajuan asuransi nelayan.