• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Kepri Temukan Dugaan Maladministrasi oleh BP Batam
PERWAKILAN: KEPULAUAN RIAU • Rabu, 11/08/2021 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Dr.Lagat Parroha Patar Siadari,S.E, M.H

Ombudsman Kepri berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya , menemukan adanya dugaan maladministrasi oleh BP Batam.

Adapun hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa BP Batam tidak menjalankan saran Ombudsman Kepri, atas permasalahan pembebasan lahan atau penerbitan legalitas lahan yang ada di Kampung Tembesi Tower dengan register laporan 0165/LM/X/2020/BTM.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari melalui video teleconference Senin (9/8/2021).

Menurutnya, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak menindaklanjuti saran korektif yang disampaikan Ombudsman Kepri atas hasil pemeriksaan laporan masyarakat.

"Hasil pemeriksaan atas laporan yang disampaikan masyarakat telah disimpulkan Ombudsman Kepri terbukti maladministrasi dan telah disampaikan saran tindakan koreksian dalam bentuk Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) pada tanggal 13 April 2021 lalu. Namun sampai saat ini Kepala BP Batam melaksanakannya dengan alasan yang tidak jelas," tegas Lagat.

Adapun kedua laporan masyarakat adalah, pertama, dugaan penundaan berlarut oleh Kepala Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam terkait tindak lanjut permohonan penerbitan legalitas lahan Kampung Tembesi Tower dengan register laporan 0165/LM/X/2020/BTM.

Kata dia, Tim Pemeriksa berpendapat, sebagaimana ketentuan Pasal 15 dan 16 Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan, bahwa setiap permohonan alokasi lahan akan dilakukan evaluasi sebagai bentuk objektivitas alokasi lahan yang akan diberikan kepada pihak ketiga.

"Kebijakan penataan lahan dan komitmen oleh Terlapor untuk menyelesaikan permasalahan legalitas lahan Kampung Tembesi Tower, maka Terlapor selanjutnya segera melakukan tindak lanjut penyelesaian sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pelayanan yang diselenggarakan mengingat ketentuan Pasal 15 huruf h Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik," ungkapnya

Lanjut kata dia, memperhatikan Pelapor mengajukan permohonan penerbitan legalitas wilayah Tembesi Tower RW 16 sejak 24 Agustus 2020 dan hingga saat ini belum ada keputusan, maka sepatutnya Pelapor segera menindaklanjuti dan memberikan keputusan atas permohonan yang diajukan oleh Pelapor dimana pemberian layanan juga harus dapat dilaksanakan dengan cepat, mudah dan terjangkau merujuk pada Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik sebagaimana ketentuan Pasal 4 huruf l Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Selain itu, kata dia, temuan maladministrasi kedua adalah, laporan warga Bengkong Wahyu terkait belum diperolehnya penyambungan air bersih diwilayah Bengkong Wahyu RW 17 oleh BP Batam dengan register laporan 0141/LM/VIII/2020/BTM.

"Hasil pemeriksaan menyimpulkan BP Batam telah melakukan maladministrasi tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat," ungkapnya.

Kata dia, di wilayah RW 017 Bengkong Wahyu hingga saat ini belum mendapatkan sambungan layanan air bersih (SPAM) oleh Direktorat Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam.

"Direktorat Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam wajib menjamin pemenuhan air bersih untuk kebutuhan pokok sehari hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) jaringan perpipaan atau bukan jaringan perpipaan kepada warga RW. 017 Bengkong Wahyu," bebernya.

Selanjutnya, Direktorat Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam belum dapat memberikan penyambungan air bersih di wilayah RW 17 Bengkong Wahyu dikarenakan belum adanya legalitas lahan sebagai dasar pemenuhan penyambungan air bersih.

"Posisi Bengkong Wahyu sudah bukan hutan lindung sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No SK 317/Menlhk/Setjen/PLA.2/7/2020. Terkait dengan hasil pemeriksaan lapangan, bahwa lokasi telah terdapat utilitas diantaranya jalan yang disemen oleh Pemerintah Kota Batam, gardu dan tiang listrik milik bright PLN, bangunan rumah permanen warga sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan bagi Terlapor untuk memenuhi layanan air bersih,"jelasnya.

Untuk itu kata dia, pemeriksa berpendapat bahwa Direktorat Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam dapat memenuhi air bersih melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) jaringan perpipaan.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga menemukan maladministrasi lainnya yakni terkait syarat kewajiban sertifikat vaksin dalam pelayanan publik di Kepri.

Kata dia, pemerintah daerah Provinsi Kepri dan Kabupaten/Kota di Kepri yang mewajibkan syarat sertifikat vaksin dalam pelayanan publik sangat berpotensi melaksanakan maladministrasi pelayanan publik.

Hal ini berdasarkan ketentuan sanksi dalam pasal 13A Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanan Vaksin Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus (Covid) -19  harus dimaknai diberlakukan bagi setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran vaksin namun Tidak mengikuti vaksinasi, bukan bagi masyarakat yang Belum di vaksin.

"Jadi tidak dapat diterapkan secara menyeluruh bagi masyarakat, hanya bagi yang tidak mau divaksin. Pada kenyataannya Ombudsman Kepri menemukan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu menyediakan akses yang luas bagi masyarakat untuk mengikuti vaksinasi, hanya di beberapa titik saja. Sehingga mengakibatkan antrian yang panjang, lama, tidak layak dan melanggar Prokes Covid-19. Sehingga sangat berpotensi terjadinya pemaparan virus covid 19," ungkapnya.

Selain itu, kata dia, ketersediaan vaksin juga tergantung kiriman dari pusat, sehingga tidak dapat dipastikan selalu tersedia sehingga dapat mengganggu kelancaran vaksinasi.

Sementara, kata dia, antusiasme masyarakat untuk mengikuti vaksin sangat tinggi namun kesempatan mereka divaksin dipengaruhi ketersediaan stok, jadi sebagian besar masyarakat bukan tidak mau divaksin tapi belum mendapatkan jadwal.

"Pemerintah daerah harus fokus melakukan edukasi kepada kelompok masyarakat tertentu yang berpotensi menolak/tidak mau mengikuti vaksinasi agar mau divaksin," ujarnya.

Terkait dengan syarat vaksinasi untuk mendapatkan pelayanan publik atau memperoleh akses terhadap layanan publik kalau dilihat dari kacamata UU pelayanan publik, jelas tindakan diskriminatif.

"Namun jika pemerintah daerah menyediakan fasilitas vaksinasi di tempat-tempat layanan publik secara on the spot, sehingga warga yang belum mendapat vaksin bisa melakukan vaksinasi di sana, dan jika menolak mendapat vaksin, maka bisa diberlakukan diskriminasi positif berupa tidak diberikannya layanan publik bagi yang bersangkutan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas," ungkapnya.

Kata dia, Kementerian kesehatan RI dan Dirjen Dukcapil telah menegaskan bahwa tidak menetapkan sertifkat vaksin sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan publik.

"Pelanggaran menetapkan kewajiban sertifikat vaksin dalam pelayanan publik akan bertentangan dengan Undang-undang 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, kata dia, penyelenggaran publik berasaskan persamaan perlakuan/tidak diskriminatif pelayanan.

"Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik," ujarnya.

Tidak hanya itu, berdasarkan Undang-undang 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan daerah dimana dijelaskan, pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

"Pelayanan publik adalah pelayanan untuk memenuhi kebutuhan warga negara yang sebagian subtansinya merupakan pelayanan dasar urusan pemerintahan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah," tegasnya.

Ombudsman Perwakilan Kepri berharap agar kepala daerah tidak membuat kebijakan ketentuan sertifikat vaksin sebagai syarat tembahan dalam pelayanan publik karena termasuk maladministrasi    





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...