• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Banten Menduga Ada Maladministrasi Penanganan Kasus Pemuda Disabilitas
PERWAKILAN: BANTEN • Kamis, 27/08/2020 •
 

Merdeka.com - Ombudsman Perwakilan Banten bakal turun tangan mengawal penanganan kasus dugaan pengeroyokan penyandang disabilitas bernama Anta. Hal ini lantaran kemungkinan adanya maladministrasi dalam proses penyelidikan kasus yang sudah berjalan lima bulan di Kepolisian.

Kepala Ombudsman Perwakilan Banten, Dedy Irsan mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui persoalan tersebut, dan mencari cara untuk menghubungi keluarga Anta agar dapat meminta keterangan.

"Kami sudah berkomunikasi dengan pihak keluarga, dan keluarga akan menyampaikan laporan secara resmi kepada Ombudsman terkait dengan hal tersebut," ujar Dedy saat ditemui awak media di kantor Ombudsman RI Perwakilan Banten, Rabu (26/8).

Dedy mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan adanya kejadian pengeroyokan terhadap pemuda penyandang disabilitas tersebut. Apabila keluarga korban sudah melaporkan secara resmi, maka pihaknya akan langsung melakukan klarifikasi kepada Polres Pandeglang mengenai alasan lambatnya penanganan kasus.

"Kami dari Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten menyayangkan kejadian dugaan penganiayaan sekelompok orang terhadap pemuda penyandang disabilitas. Nanti kami akan melakukan klarifikasi kepada Polres Pandeglang, apa yang menjadi kendala hingga laporan itu belum ada titik terang sampai saat ini," katanya.

Dedy mengaku, Terkait dengan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Polsek Cadasari dalam pemberian Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), yang diketahui diberikan dua bulan setelah dilakukannya laporan, pihaknya akan melakukan penelitian.

"Semua laporan bisa kami terima selama memenuhi syarat formil dan materil. Nanti akan kami telaah dan teliti, baru nanti akan kami lakukan investigasi, klarifikasi, apakah itu masuk dalam maladministrasi. Semua pasti berpotensi," ungkapnya.

Bila ditemukan adanya pelanggaran administrasi, Ombudsman akan memberikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang di dalamnya ada rekomendasi tindakan korektif, agar petugas terkait dapat diberikan sanksi.

"Yah kami akan memberikan LAHP, isinya ada tindakan korektif yang harus dilakukan. Misalnya memberikan sanksi kepada petugas yang lalai, karena dalam menjalankan tugasnya telah lalai," katanya.

Terkait persoalan ini, sebelumnya puluhan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolda Banten, menuntut agar penanganan kasus pengeroyokan disabilitas yang terjadi di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang, dapat diusut tuntas.

Puluhan Mahasiswa yang terdiri dari HMI MPO Cabang Serang, Hima PKh Untirta dan Koreda Banten itu melakukan orasi di depan Mapolda Banten. Selain berosai para mahasiswa membawa karton bertuliskan #KeadilanUntukAnta, '5 Bulan Kasus Mandek, Pak Polisi Ngapain Aja?' dan 'Tunagrahita bukan orang gila'.

"Kami datang ke sini untuk meminta keadilan atas kasus yang menimpa saudara kami Anta. Sudah 5 bulan kasus ini mandek di Polsek Cadasari, sedangkan kasus ini melibatkan anak berkebutuhan khusus," ujar Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang, Diebaj Ghuroofie, Senin kemarin.

Diebaj menyampaikan bahwa tuntutan yang dilayangkan oleh pihaknya hanya dua, jalankan proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku dan menuntut Polsek Cadasari meminta maaf.

"Karena kami melihat Polsek Cadasari ini tidak serius dalam melakukan penyelidikan. Padahal barang bukti berupa foto sudah ada, pengakuan dari salah satu orang yang ada di foto pun sudah ada. Tapi kenapa ini bisa sampai berlarut-larut,"ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Ade Sugiri, mengatakan bahwa audiensi yang dilakukan pihak keluarga dan dijembatani oleh para mahasiswa, merupakan upaya pihak keluarga untuk mempertanyakan kinerja penyidik Polsek Cadasari.

"Yang kami pertanyakan yakni kinerja daripada Polsek Cadasari yang kami nilai tidak sesuai dengan Perka Polri nomor 6 tahun 2019. Terkait masalah SP2HP, klien saya menerimanya itu dua bulan setelah pelaporan. Itu pun harus diminta. Padahal itu hak dari klien saya," ujarnya.

Menurutnya, kinerja dari Polsek Cadasari tidak profesional. Pasalnya, selain dari prosedur pemberian SP2HP yang tidak sesuai, juga karena tidak jelasnya koordinasi di Polsek Cadasari berkaitan dengan pelimpahan berkas.

"Terakhir klien saya berkomunikasi, katanya berkas sudah dilimpahkan ke Polres Pandeglang. Tapi keesokan harinya, ternyata yang datang ke rumah korban itu penyidik dari Polsek Cadasari. Jadi pelimpahan berkasnya juga kami pertanyakan," tegasnya. 





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...