Ombudsman Bali Minta Pemda Buka Data Contact Tracing Pasien Positif, Usulkan Karantina di Laut

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Bali telah berlangsung hampir seminggu.
Akan tetapi, angka kasus Covid-19 masih terus tinggi.
Dari data Satgas Covid-19 Bali pada Kamis 8 Juli 2021 kemarin, jumlah pasien terkonfirmasi positif sebanyak 577 orang.
Oleh sebab itu, Ombudsman RI Perwakilan Bali meminta jajaran pemerintah daerah, baik di lingkungan Pemprov Bali maupun Pemkab/Pemkot se-Bali untuk membuka data contact tracing seluas-luasnya kepada publik.
Pasalnya, pembukaan data contact tracing diharapkan bakal mempersempit ruang gerak penularan Covid-19 terutama bagi transmisi lokal.
"Di Bali misalnya, vaksin semakin masif, PPKM Darurat sudah berjalan sepekan namun kasus positif justru semakin meningkat dari hari ke hari. Publik harus tahu, data contact tracing, sehingga proteksi terhadap diri, keluarga, dan lingkungan bisa terbangun dengan sendirinya," ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab, Jumat 9 Juli 2021.
Ia juga mengingatkan bahwa walaupun data contact tracing dibuka untuk umum, namun tetap memperhatikan aturan dan norma yang berlaku.
Misalnya tidak menyebut nama pasien yang terkonfirmasi positif dan cukup menyebut wilayah seperti desa atau kecamatan.
Selain itu, jumlah atau angka juga harus disebutkan serta saat tracing dilakukan.
Hal ini bertujuan agar wilayah yang menjadi tempat pasien terkonfirmasi positif itu melalukan proteksi diri, mencari solusi dan seterusnya.
Umar sapaan akrabnya juga menambahkan jika data contact tracing ini sangat dibutuhkan agar Bali tercitra secara positif terutama di mata dunia dan WHO.
Sebab, WHO mensyaratkan bahwa contact tracing sebanyak 25 sampai 30 orang untuk satu kasus positif.
Rasio tracing ini sangat dibutuhkan agar lebih cepat mempersempit ruang gerak penularan Covid-19 di wilayah Bali.
"Dari data yang terpublikasi, kasus tertinggi ada di Denpasar dan Badung saja. Di Karangasem dan Bangli selalu terendah. Ini juga jadi pertanyaan, apakah penanganan di sana sangat bagus, atau apakah tidak dilakukan tracing," ujarnya.
Tidak hanya itu, ia juga mengusulkan agar pemerintah melakukan terobosan dengan melakukan karantina bagi pasien terkonfirmasi positif di atas laut.
Menurutnya, ini merujuk pada hasil rapat terbaru dari seluruh Forkompinda Bali agar provinsi dan kabupaten dan kota di Bali melakukan karantina terpusat pasca meningkatnya kasus positif di Bali.
Menurut dia, pelaksanaan karantina di atas laut dinilai sangat efektif dan bisa menghemat anggaran.
"Kita memanfaatkan ruang laut yang kosong. Manfaatkan sarana yang ada. Lebih dari itu semua, mereka yang dengan OTG tidak cepat bosan di kamar hotel saja. Pemandangan lebih luas, bisa bervariasi. Rantai kontak benar-benar diputus."
"Kalau hanya sekedar komunikasi dengan keluarga bisa melalui telepon atau video call. Walaupun di darat mereka juga tidak bisa bertemu langsung keluarga," ujarnya.
Dengan memanfaatkan ruang laut, ia menilai lebih efektif karena akan menghemat banyak biaya.
Lebih dari itu, para pengusaha kapal yang sudah lama menganggur perlu kecipratan rezeki juga.
Sebab selama ini hanya hotel yang digunakan sebagai tempat karantina.
"Berbagilah penghasilan dengan teman-teman pengusaha kapal pesiar. Bahkan lebih murah dibanding dengan dikarantina di hotel. Murah, efektif dan merata."
"Mereka cukup jalan jalan di sekitar perairan Bali. Bisa renang seperti di Nusa Lembongan, snorkeling, dan sebagainya, sambil edukasi soal laut Indonesia," ujarnya. (*)








