• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Lima Catatan Ombudsman Jakarta Soal PSBB Transisi
PERWAKILAN: DKI JAKARTA • Sabtu, 06/06/2020 •
 
Teguh P. Nugroho, Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman perwakilan Jakarta Raya memberikan lima catatan terkait PSBB transisi supaya dapat berjalan dengan lancar.

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta yang tetap memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam masa transisi. Langkah tersebut tepat lantaran didasari kajian ilmiah serta proses evaluasi.

"Pemprov DKI dimungkinkan untuk memberlakukan PSBB yang lebih ketat kembali jika terjadi lonjakan transmisi Covid-19," kata Teguh dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 5 Juni 2020.

Kepala Ombudsman Jakarta itu mengingatkan Pemprov DKI Jakarta terkait beban lebih besar yang harus ditanggung di masa transisi ini karena pembukaan sektor usaha di luar 11 sektor yang diizinkan selama 3 tahap PSBB sebelumnya. Pemprov DKI perlu mengantisipasi pengawasan hal tersebut di pekan awal PSBB transisi diberlakukan.

    Untuk kelancaran PSBB transisi ini, Ombudsman Jakarta Raya memberikan lima catatan seperti berikut:

1.Pengawasan dan penegakan hukum pelanggar PSBB dan protokol kesehatan

Teguh mengatakan, sejauh ini Provinsi DKI Jakarta telah memiliki peraturan terkait sanksi bagi pelanggar PSBB, yaitu Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2020. Namun, peraturan tersebut perlu disesuaikan terkait dengan aspek formil dan materiil.

"Harus ada perubahan formil regulasi tersebut dari Pergub menjadi Perda. Sedangkan dari aspek materiil terkait perubahan sanksi bagi pelanggar PSBB menjadi pelanggar social distancing dan protokol kesehatan lainnya," ucap Teguh.

Pemberlakukan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) Jakarta juga perlu dilanjutkan, baik dalam masa PSBB transisi maupun masa aman, sehat dan produktif (ASP). Ia beranggapan sejauh ini penerapan kebijakan SIKM terbukti efektif dalam membatasi masyarakat keluar atau masuk wilayah Jakarta.

Meski begitu, Ombudsman Jakarta mencatat kelemahan yang paling menonjol adalah tak adanya fasilitas pembatas physical distancing dan pemberlakukan protokol kesehatan di pasar tradisional.

"Supermarket dan Hypermarket telah membuat pengaturan warga saat berbelanja termasuk membuat fasilitas garis social distancing di fasilitas perbelanjaan mereka, namun di Pasar Tradisional yang berada di bawah PD Pasar Jaya hal itu belum terjadi," kata Teguh. Penerapan serupa juga perlu dilakukan di taman dan pusat keramaian lainnya.

2. Sarana dan prasarana kesehatan

Ombudsman Jakarta Raya, akan memastikan kesiapan penambahan sarana dan prasarana dan tenaga kesehatan yang menjadi indikator penerapan PSBB secara bertahap. Pada April 2020, kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), tenaga kesehatan serta pelaksanaan rapid test dan kesiapsiagaan rumah sakit rujukan masih terjadi di Jakarta.

Selama pemberlakuan PSBB, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan wisma, hotel, rusun, dan merencanakan beberapa gedung pemerintahan lain untuk mengantisipasi lonjakan korban akibat pandemi Covid-19. Teguh mengatakan akan mengknfirmasi kembali ke Pemprov DKI terkait ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan tersebut. "Untuk memastikan kesesuaian kemampuan mereka jika menghadapi lonjakan tiba-tiba akibat PSBB transisi atau masa ASP," tutur Teguh.

3. Mitigasi pelayanan publik

Ombudsman Raya juga menyoroti mitigasi pelayanan publik. Walaupun pemberi pelayanan di Jakarta telah berproses ke teknologi digital, ada catatan terkait dengan layanan SIKM, Samsat, dan Satpas SIM di Jakarta selama PSBB tahap 3. Terkait SIKM, munculnya beberapa masalah terkait dengan layanan daring yang menyulitkan para pemohon di layanan tersebut.

"Laporan yang masuk ke kami terkait layanan SIKM di antaranya gangguan pada server karena proses maintenance, jawaban email yang lambat, dan call centre yang sibuk," ucapTeguh.

Ombudsman Jakarta Raya meminta agar Pemprov DKI Jakarta secara lebih aktif mensosialisasikan SIKM di media nasional dan media daring pemprov, termasuk berbagi informasi dengan provinsi lain khususnya daerah dengan jumlah pengaju terbanyak.

Ombudsman Jakarrta juga meminta Pemprov DKI Jakarta untuk memperpanjang kepastian waktu proses dari standar 1 hari selesai menjadi 3 hari. Hal itu disarankan lantaran banyak pengajuan SIKM yang pada faktanya tak kunjung usai setelah lebih dari 1 hari.

"Kami mengapreasi langkah PTSP untuk tidak dengan mudah mempercayai dokumen yang diberikan oleh para pengaju, agar peristiwa kebocoran penumpang seperti yang terjadi di bandara tanggal 14 Mei yang lalu tidak terjadi, semua pengaju divalidasi," ujar Teguh.

Ombudsman Jakarta juga mendorong Pemprov DKI untuk menyamakan masa dispensasi Samsat dengan wilayah Banten dan Jawa Barat yang masihmenjadi wilayah hukum Polda Metro Jaya.

"Masa tenggat Samsat Tangerang yang di bawah Provinsi Banten dan Polda Metro Jaya sampai tanggal 31 Agustus 2020, sementara di Kota dan Kabupaten Bekasi sampai tanggal 31 Juli 2020."

Dengan tenggat waktu yang lebih leluasa, Samsat bisa lebih mudah mengalokasikan kuota harian kepada warga supaya protokol kesehatan bisa diterapkan.

Untuk layanan Satpas SIM, Ombudsman Jakarta Raya mendukung jika Polda Metro Jaya memperpanjang masa dispensasi perpanjangan SIM agar pendistribusian kuota harian juga bisa berjalan optimal dengan tetap menerapkan kebijakan physical distancing.

Selain perpanjangan masa dispensasi, Ombudsman juga meminta Samsat dan layanan Satpas mengutamakan layanan pendaftaran via daring yang informasinya disampaikan terbuka kepada para pengguna. "Hal ini untuk menghindari para pengaju yang datang berulang kali ke satpas secara offline tapi kuota telah habis sehingga menimbulkan penumpukan massa," ucap Teguh.

4. Jaring pengaman sosial

Ombudsman Jakarta Raya mengapresiasi solusi PSBB Transisi per wilayah di tingkat RW yang masuk zona merah sebagai pendekatan yang efektif. Alasannya, kata Teguh, kebijakan itu melibatkan warga secara lebih aktif untuk melakukan pengawasan, tidak terlalu membebani anggaran pemda, dan pemberlakuan sanksi sosial bisa menjadi pengawasan yang lebih baik.

Terdapat catatan khusus dari Ombudsman Jakarta Raya terkait penanganan bansos oleh Pemprov DKI. Data laporan masyarakat melalui posko Covid-19 yang sudah dibuka Ombudsman Jakarta Raya semenjak 21 April 2020 memperlihatkan adanya 30 laporan terkait sektor jaring pengaman sosial. Menurut Teguh, rata-rata mengeluh belum mendapat bantuan sosial. Berbeda dengan daerah lain, Dinas Sosial pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memberikan respon secara tertulis atas permintaan klarifikasi Ombudsman Jakarta Raya.

5. Transportasi publik

Dengan pelonggaran saat PSBB transisi, potensi meningkatnya kemacetan di jalanan Jakarta akan muncul. Warga diprediksi lebih memilih kendaraan pribadi ketimbang transportasi publik yang dinilai rawan penularan Covid-19. Muncul pula wacana kebijakan pembatasan kendaraan bermotor dengan sistem plat nomor ganjil genap akan kembali diberlakukan.

Ombudsman Jakarta meminta kebijakan ganjil genap tidak diberlakukan terlebih dahulu pada masa PSBB Transisi. "Jika ganjil genap diberlakukan kembali, dikhawatirkan masyarakat justru berbondong-bondong beralih ke KRL dan Transjakarta (transportasi publik) yang jika membludak penumpangnya justru berpotensi menjadi sarana penyebaran Covid-19," kataTeguh.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...