• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Latar Belakang Pengawas Badan Usaha BP Batam Dipertanyakan
PERWAKILAN: KEPULAUAN RIAU • Selasa, 26/01/2021 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Dr.Lagat Parroha Patar Siadari,S.E, M.H

batampos.id - Ombudsman Kepri menaruh perhatian terhadap kontroversi pengawas badan usaha di Badan Pengusahaan (BP) Batam, yang diisi oleh anggota partai politik (parpol), legislator, dan juga tim sukses (timses).

Menurut Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Siadari, penunjukan pengawas badan usaha harus tetap mengacu pada Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 19/2020 tentang Pengawas Badan Usaha di Lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Seperti diberitakan Batam Pos, kemarin, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, menunjuk sejumlah orang dekatnya yang berasal dari Partai NasDem, partai yang ia pimpin, dan juga mantan tim suksesnya pada pemilihan wali kota 2020 untuk duduk di keanggotaan pengawas badan usaha BP Batam, per 18 Desember 2020.

Penunjukan itu melanggar Pasal 9 Poin C Peraturan Kepala (Perka) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pengawas Badan Usaha di Lingkungan BP Batam yang ditandatangani sendiri oleh Rudi. Pasal itu menyebutkan: pengurus parpol dan anggota legislatif tidak boleh duduk di kursi pengawas badan usaha BP Batam.

"Ini adalah sebuah formasi baru, karena belum pernah ada pengawas selama ini. Jadi, butuh evaluasi seperti apa kebutuhannya, apa syarat-syarat menjadi pengawas dan siapa yang mengawasi kerja pengawas," kata Lagat, Selasa (25/1).

Lagat mempertanyakan apakah kebutuhan terhadap pengawas ini begitu penting. "Kira-kira apa tupoksinya (tugas pokok dan fungsi). Apa haknya. Apa produknya, apakah berita acara atau rekomendasi yang menjadi dasar Kepala BP Batam dalam memutuskan sebuah persoalan. Dan apakah sifatnya mengikat," ungkapnya.

Kemudian, persyaratan pengawas. Ia menyebut, salah satu persyaratan yakni mudur dari parpol. "Apakah mereka yang ditunjuk sudah mundur dari parpol. Kalau sudah, berarti profesional. Lalu bagaimana kompetensinya, apakah sudah sesuai kebutuhan. Saya khawatir kalau tidak jelas, penunjukan bukan berdasarkan kompetensi, tapi subjektivitas," paparnya.

"Lalu orang-orang yang ditunjuk sebagai pengawas, apakah mereka memiliki waktu untuk melakukan tugasnya, karena rata-rata memiliki waktu yang padat," tuturnya.

Dan terakhir, ia meminta harus ada pengawas yang mengawasi kerja pengawas badan usaha. "Ada tidak kode etik pengawas. Karena nanti, jika kinerjanya tidak kompeten, ke mana mau mengadu. Jadi, pengawas dari pengawas badan usaha harus dibentuk. Kepala BP Batam bisa jadi ketuanya. Kami khawatir jika tidak diawasi, maka nanti tugasnya akan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi," tuturnya lagi.

Saat dikonfirmasi mengenai pengawas badan usaha, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, enggan berkomentar. Lalu, kabar mengenai persoalan ini sudah sampai di Kementerian Koordinator Perekonomian. Saat dihubungi, Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono, tidak merespons.

Anggota Komisi II DPRD Kota Batam, Mulia Rindo Purba, meminta Ombudsman melakukan pemeriksaan terkait capaian Rudi sebagai wali kota maupun kepala BP Batam. Pasalnya, ia melihat tugas besar Rudi sebagai kepala BP Batam dan wali kota Batam masih banyak.

Ia mencontohkan dalam bidang kemandirian air. Saat ini Rindo sebagai Komisi II masih bertanya-tanya apakah berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD) Kota Batam setelah diambil oleh PT Moya.

Konsekuensi Rangkap Jabatan

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji Tanjungpinang, Endri Sanopaka, memberikan penilaian tersendiri terkait masuknya orang politik dan legislator dalam susunan pengawas empat badan usaha di BP Batam. Menurutnya, ketika posisi kepala BP Batam dijabat secara ex-officio oleh wali kota Batam, itu merupakan satu kelemahan, karena sulit untuk melepaskan diri dari nepotisme politik.

"Salah satu konsekuensi dari rangkap jabatan dengan status wali kota ex-officio kepala BP Batam ya seperti itu. Padahal, jelas harapan kita BP Batam dapat dikelola secara profesional untuk mengusahakan kawasan FTZ (free trade zone) agar dapat mendatangkan investasi. Tentunya diharapkan terbuka lapangan pekerjaan yang efeknya bisa terus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah," ujar Endri, tadi malam.

Ia mengatakan, penunjukan pengawas badan usaha di lingkungan BP Batam yang cenderung bernuansa politik ini harus segera disikapi oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian. Tidak hanya personal individu yang ditunjuk yang perlu evaluasi, tapi status kelembagaan BP Batam yang dirangkap wali kota Batam seperti saat ini.

"Perlu dilakukan restrukturisasi kembali organisasi tata kelola BP Batam, agar tidak menjadi alat kepentingan politik elit," tegasnya.

Endri menilai, agar tidak terjadi benturan kepentingan politik atau nepotisme politik, maka BP Batam sebaiknya memang dijabat kalangan profesional agar dapat berjaya sebagaimana masa Otorita Batam dahulu. "Maka dari itu, harus dikelola oleh pejabat yang profesional dan berkelas internasional," tegasnya lagi.

Terpisah, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Kemasyarakatan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Adji Muhammad Surajdi, juga memberikan tanggapan terkait kontroversi yang terjadi dalam penunjukan pengawas badan usaha BP Batam.

Menurutnya, upaya Rudi "mendamaikan" dua kekuasaan di Batam berhasil karena praktis setelah BP diketuai ex-officio wali kota Batam, maka konflik kedua lembaga tersebut dapat dikatakan sirna. Akan terjadilah percepatan pembangunan di Batam.

Sayangnya, peningkatan pembangunan di Batam harus terhambat karena Covid-19, sehingga ekonomi Batam tumbuh tidak sebagaimana yang diharapkan.

Rudi lantas membentuk lembaga pengawas terhadap beberapa badan usaha yang dimiliki BP Batam. Langkah Rudi tentunya harus diapresiasi karena berupaya dan sekaligus bercermin pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bahwa badan usaha pelat merah tersebut ada komisaris yang bertugas mengawasi jalannya usaha.

Namun memang, dalam badan usaha yang dibentuk BP Batam berbeda dengan BUMD yang ada Permendagri (peraturan menteri dalam negeri)-nya, sehingga Rudi berinisiatif merancang regulasi yang menjadi dasar pembentukan badan pengawas.

Sayangnya, badan pengawas ini tidak diikuti dengan transparansi mekanisme perekrutannya, sehingga menimbulkan praduga negatif yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kewenangan besar yang dimiliki Rudi ini harus ada lembaga yang mengawasi.

Selaku wali kota, sudah ada DPRD yang memiliki tugas dan fungsi mengawasi kebijakan eksekutif. Namun sebagai kepala BP Batam, maka seyogianya dewan kawasan lebih progresif mengawasi sehingga kewenangan yang besar ini tidak disalahgunakan kepala BP Batam.

Publik berharap pengawas badan usaha BP benar-benar mampu menjalankan tugas dan fungsinya untuk memastikan bahwa badan usaha tersebut berjalan sebagaimana ide dasar pembentukanya.

"Pengawas bukan dijadikan sebagai ajang bagi-bagi kue kekuasaan, tapi harus benar-benar dijadikan sebagai pengawas yang memastikan badan usaha berjalan dengan baik dan benar," tegasnya.

Dewan Pengawas RSUD Embung Fatimah

Sementara itu, Dewan Pengawas (Dewas) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah, Didi Kusmarjadi, mengatakan, untuk saat ini masih menjabat sebagai anggota dengan surat keputusan (SK) tahun 2020 lalu.

Bersama dengan Zarefriadi dan Malik, Didi menjabat sebagai Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Embung Fatimah. Menurut dia, anggota Dewas beberapa kali mengalami perubahan SK. "Dulu ada lima anggotanya. Namun, sekarang hanya tiga orang saja. Itu berdasarkan SK tahun lalu. Kalau Januari ini saya belum dapat informasi. Sebab itu kewenangan pimpinan," kata Didi, Senin (25/1).

Didi menyebutkan, pembaruan SK ini tergantung kebijakan dan keputusan kepala daerah. Menurutnya, pergantian bisa saja dilakukan kapan saja, melihat tingkat kebutuhan dan lainnya.

"Kapan saja bisa diganti itu. Termasuk penentuan jumlah Dewas ini. Sebab semua harus menyesuaikan. Misalnya dengan pendapatan di atas Rp 100 miliar ada lima pengawas, kalau pendapatan terus berkurang, Dewas juga menyesuaikan. RSUD ini turun terus pendapatan, sehingga hanya tiga orang Dewas-nya," jelasnya.

Didi mengatakan, Dewas bertugas memberikan masukan yang bertujuan untuk memajukan pelayanan dan income rumah sakit. Namun, tidak memilki kewenangan untuk ikut campur persoalan anggaran dan lainnya.

"Sejatinya, kalau fungsinya memang bagaimana menjadikan pelayan baik dan pendapatan meningkat. Kalau ada masukan kita sampaikan, namun dilaksanakan atau tidak itu kewenangan pejabat pimpinan di sana," ungkapnya.

Disinggung mengenai pergantian Dewas, Didi mengungkapkan bahwa itu tergantung dari keputusan kepala daerah. Pihaknya hanya menunggu, jika ada pembaruan SK Dewas untuk tahun ini.

"Kita siap-siap saja. Jika memang dibutuhkan dan masih ditugaskan kita tidak ada masalah. Yang penting pelayanan dan kemajuan rumah sakit bisa ditingkatkan lagi," sebutnya





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...