• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Kurun Waktu 2015-2018 Ombudsman NTT Terima 21 Pengaduan BPJS
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA TIMUR • Selasa, 06/03/2018 •
 
Darius Beda Daton, SH, Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT

POS KUPANG.COM, KUPANG- Kantor Ombudsman RI Perwakilan NTT sejak kurun waktu 2015-2018 telah menerima 21 laporan masyarakat terkait pelayanan BPJS kesenatan. Angka ini belum ditambah dengan komplain masyarakat kepada lembaga konsumen seperti YLKI termasuk melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun media.

Pengaduan warga masyarakat terutama pada pelayanan rawat inap,, pelayanan rawat jalan (UGD) , pelayanan obat yang tidak berjalan maksimal.

Kepala Ombdusman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, S.H, kepada Pos Kupang, Selasa (6/3/2018) menjelaskan, terkait dengan pelayanan BPJS kesehatan di Nusa Tenggara Timur (NTT), pihaknya sejak tahun 2015-2018 menerima 21 laporan.

Minimnya laporan tentang pelayanan BPJS kesehatan di wilayah NTT ini dari hasil analisa Ombudsman NTT apakah karena pelayanan BPJS kesehatan sudah memuaskan sehingga tidak perlu dikomplain, ataukah karena takut melapor. Pasalnya, jika melapor maka akan berhubungan dengan pihak BPJS kesehatan pada suatu waktu.

Selain itu, tidak tahu kemana melapor/mengadu atau memilih pasrah saja dan bersikap permisif. Meski laporan sedikit, kata Darius, substansi yang dilaporkan banyak antara lain, pada pelayanan rawat inap, pasien menggunakan kartu BPJS kesehatan kelas I namun diinapkan di kelas II dengan menandatangani pernyataan turun kelas karena di rumah sakit tersebut tidak tersedia ruangan kelas I.

Selain itu, kata Darius, pasien menggunakan kartu BPJS kesehatan kelas I namun karena ruang kelas I penuh, pasien diinapkan di kelas VIP dan pavilun dengan konsekuensi tambahan biaya ruangan dan obat.

Untuk pelayanan rawat jalan (UGD), jelas Darius, pasien tidak membawa rujukan dari Fasilitas kesehatan (faskes) tahap I sehingga diterima sebagai pasien umum, pasien membawa rujukan tapi bukan dari faskes tahap I asal pasien melainkan dari faskes tahap I wilayah lain. Terjadi diskriminasi layanan terhadap pasien umum dan pasien BPJS.

"Untuk pelayanan obat, pasien membeli obat diluar IFRS atau apotik rumah sakit karena stok obat kosong. Pasien diduga diresepkan obat diluar formularium nasional (Fornas) sehingga dikenakan biaya obat juga pasien membeli obat diluar IFRS dan apotik rumah sakit tidak mengembalikan biaya obat tersebut," jelas Darius.

Terhadap persoalan ini, lanjut Darius, masyarakat berharap ada kejelasan informasi terkait pelayanan obat BPJS, misalnya apa saja obat yang masuk Fornas tanggungan BPJS, juga kemudahan mendapatkan akses untuk layanan BPJS terutama mempercepat layanan dengan penempatan sumber daya manusia BPJS yang cukup di rumah sakit.

Selain itu, kata Darius, masyarakat perlu mendapat pelayanan sesuai kelas dengan melakukan identifikasi berapa jumlah bed kelas I rumah sakit di NTT dan pemegang kartu BPJS kelas I juga dokter faskes tahap I harus selalu terseda dan jika berhalangan maka harus tersedia dokter pengganti.(*)

Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Edy Hayon


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...