Duh! Pengawas Badan Usaha yang Dibentuk BP Batam Dibubarkan

Baru beberapa bulan saja dibentuk lalu berkantor, Pengawas Badan Usaha di lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam kini tak bekerja lagi alias dibubarkan.
Itu setelah, Ombudsman Kepri mendapati temuan dugaan penyimpangan prosedur pembentukan Pengawas Badan Usaha itu sendiri. Diketahui ke tujuh anggota Pengawas Badan Usaha itu di SK kan berdasarkan Perka Nomor 19 Tahun 2020.
"Syukur, Kepala BP Batam membatalkan ini karena sudah menyangkut persoalan lain," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari saat konfrensi pers, via zoom meeting, Senin (7/6).
Katanya, Ombudsman Kepri mendapati beberapa temuan mal administrasi atau cacat hukum. Pertama : Pembentukan Pengawas Badan Usaha ini tidak dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Kementerian PAN RB, maupun dengan Dewan Kawasan PBPB Batam.
Ketentuan Perundang-Undangan: Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2021, Pasal 2E Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011, Pasal 6 Peraturan Dewan Kawasan PBPB Batam Nomor 1 Tahun 2020, Pasal 262 Peraturan Kepala Badan Pengusahaan KPBPB Batam Nomor 19 Tahun 2019.
"Bahwa dengan tidak dikonsultasikannya dan tidak mendapatkan persetujuan dari kementerian PANRB, maka Perka Nomor 19 Tahun 2020 bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan," tegas Lagat.
Temuan selanjutnya: Pembuatan Perka Nomor 19 Tahun 2020 tidak adanya amanat dari Undang-Undang ataupun peraturan lainnya akan tetapi merupakan bagian yang melengkapi Unit Badan Usaha sebagai konsekuensi dari dibentuknya Unit Usaha di BP Batam dengan benchmark kepada Dewan Pengawas RS dan Dewan Pegawas BLU.
Itu diatur dalam
Perundang-Undangan:
Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019. Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2021. Pasal 15 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011. Pasal 34 dan Pasal 35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012. Pasal 2 Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 95/PMK.05/2016.
Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam nomor 67 Tahun 2019 tentang Pemberhentian Ketua dan Anggota Dewan Pengawas BP Batam, Pasal 240 Peraturan Kepala Badan Pengusahaan KPBPB Batam Nomor 19 Tahun 2019.
"Bahwa dengan ketentuan diatas pembentukan Perka Nomor 19 Tahun 2020 tidak memiliki tujuan yang jelas dimana fungsi pengawasan sudah ada dan telah diatur secara berjenjang melalui ketentuan perundangan sedangkan perka dimaksud tidak dilandasi dasar hukum yang jelas," jelas Lagat.
Temuan Ombudsman lainnya: bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur, unsur pengawas tidak dilakukan dengan membentuk tim penjaringan tapi langsung di tunjuk oleh Pimpinan BP Batam.
"Sehingga penjaringan tidak transparan karena beberapa calon dimaksud merupakan kader politik, tim sukses dan orang dekat Kepala BP Batam," katanya lagi.
Lanjut Lagat, dengan dibatalkannya Perka Nomor 19 Tahun 2021 itu, secara hukum Pengawas Badan Usaha itu gugur alias dibubarkan. "Otomatis Pengawas Badan Usaha ini per tanggal 27 Mei 2021 dibubarkan. Dengan pemberitaan masyarakat jadi tahu, bahwa 7 orang ini bukan pengawas lagi," tegas Lagat.
Ombudman Kepri akan menyurati Kepala BP Batam untuk mengoptimalisasi sistem pengawasan internal. Karena sejak dulu orang-orang di BP Batam sudah berkualitas.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Dendi Gustinandar pun menanggapi hal tersebut. Katanya, bahwa dalam rangka menindaklanjuti Surat Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri tanggal 15 April 2021 perihal penyampaian temuan hasil pemeriksaan, perlu mencabut Perka Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pengawas Badan Usaha di lingkungan BP Batam.
"Dengan Perka Nomor 19 Tahun 2020 itu seluruh peraturan atau keputusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi," kata Dendi Gustinandar dikonfirmasi POSMETRO.
Terkait sejauh apa kontribusi tujuh orang Pengawas Badan Usaha tersebut, Dendi menyebut, sebagaimana diatur dalam SK, mereka sejak berkantor, memberikan laporan sebulan sekali.
 "Jadi ada proses di lapangan,
seperti diskusi, pertemuan dan lainnya menyangkut pengawasan badan usaha tadi,"
tutupnya  Â








