Carut Marut PPDB SMA/SMK Ombudsman Akan Panggil Kadisdik Jawa Barat
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) menemukan beberapa dugaan tindakan Maladministrasi atas pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di wilayah kerjanya, yang meliputi sebagian kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat, seperti Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Hal tersebut tercermin dengan adanya temuan sementara pada proses pengusulan kuota siswa, proses penilaian pada jalur prestasi dan kuota lebih siswa dari calon peserta didik yang tidak melakukan proses lapor diri ke sekolah yang dituju.
Pada proses pengusulan kuota, dimulai dari pengusulan jumlah rombongan belajar pada tiap sekolah, kemudian diusulkan ke Cabang Dinas Pendidikan setempat, dan terakhir ditetapkan serta dipublikasikan melalui laman resmi PPDB Jawa Barat. Hasil penelusuran tim pemeriksa, temuan sementara, ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah pengusulan rombongan belajar (rombel) dengan apa yang dipublikasikan ke laman PPDB Jawa Barat.
Sebelumnya, Tim Pemeriksa telah memanggil Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I, II, dan II yang membawahi seluruh Kabupaten/Kota di Wilayah kerja Ombudsman Jakarta Raya pada 2 Juni lalu. Dalam proses pemeriksaan tersebut, Tim Pemeriksa juga meminta rencana pengusulan rombongan belajar di tiap sekolah untuk kemudian dipublikasikan ke laman PPDB Jawa Barat.
"Seperti contoh pada beberapa SMA di Kota Depok, kami menemukan adanya ketidaksesuaian dari apa yang diusulkan dan apa yang dipublikasikan. Pada salah satu sekolah ditemukan indikasi pengosongan 1 (satu) rombongan belajar sejumlah 36 Calon Peserta Didik Baru (CPBD) yang tidak masuk melalui sistem online," tegas Rully Amirulloh, Kepala Keasistenan Pemeriksaan, Ombudsman Jakarta Raya.
"Memang dari pengusulan tersebut, tidak serta merta angkanya akan pasti. Ada faktor lain yang akan mempengaruhi jumlah akhir kuota tiap sekolah seperti angka kenaikan kelas pada Kelas X ke XI, lapor diri pada jalur prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua, yang kuota tersebut akan dialokasikan ke jalur zonasi. Tetapi pergeseran angka tersebut biasanya sedikit, yang kami hindari adalah transaksional tertentu diluar jalur online yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah," lanjut Rully.
Demi menghindari terjadinya hal-hal diluar sistem, Ombudsman Jakarta raya akan menelusuri kembali perkembangan kepastian jumlah yang diusulkan dengan jumlah yang akan ditetapkan melalui Surat Keputusan Sekolah tentang penerimaan peserta didik dan diakhiri dengan peng-input-an para peserta didik ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemendikbud. "Memang prosesnya agak panjang untuk membuktikan pengusulan tiap sekolah dengan jumlah riil yang diterima ke tiap sekolah, karena data akhir ada pada proses input ke Dapodik tersebut yang biasanya dilakukan pada akhir Agustus," kembali menurut Rully.
Temuan selanjutnya adalah mengenai proses penilaian pada jalur prestasi. Adanya beberapa laporan masyarakat yang mengeluhkan terjadinya pengurangan nilai pada jalur prestasi menjadi catatan tersendiri bagi Ombudsman Jakarta Raya, seperti yang terjadi juga pada beberapa SMA di Kota Depok. Para Pelapor mengeluhkan terjadinya pengurangan nilai yang signifikan dari apa yang sudah di-input dan berimplikasi pada tidak diterimanya anak Pelapor di jalur ini.
Tim pemeriksa sudah melayangkan permintaan klarifikasi terhadap beberapa sekolah yang diduga melakukan pengurangan nilai akhir pada beberapa calon peserta didik. Dari balasan hasil klarifikasi tersebut, pihak sekolah menyangkal adanya pengurangan skor oleh operator tingkat SMA dan lebih menyalahkan kepada operator asal (tingkat SMP/MTs/sederajat) yang melakukan input mengenai nilai rapor mereka.
"Tentunya kami juga melihat secara komprehensif, apakah mungkin input nilai jalur prestasi dilakukan oleh operator asal? Mengapa bukan oleh orang tua Calon Peserta Didik? Bisa dibayangkan berapa orang siswa yang harus 'dilayani' oleh operator asal (SMP/MTs/sederajat) yang bertarung pada jalur prestasi ini? Lalu mengenai kewenangan juga, SMP merupakan kewenangan dari Pemerintah Kota/Kabupaten, MTs kewenangan Kementerian Agama. Apakah mungkin terjadi sinkronisasi disini?" lanjut Rully.
"Lebih dari itu, kami juga melihat sisi teknis. Mengapa operator yang sudah meng-input bisa merubah nilai, sementara ketika nilai sudah di-input, otomatis sistem akan mengunci dan kunci tersebut hanya bisa dibuka oleh operator tingkat SMA? Hal-hal tersebut yang belum kami temukan jawabannya, mengingat keterbatasan kami untuk melakukan investigasi secara langsung di masa PPKM Mikro ini," tambah Rully.
Hal terakhir yang Ombudsman Jakarta Raya soroti adalah mengenai sisa kuota siswa dalam tahap terakhir yaitu jalur zonasi, yang berakhir pada tanggal 7 Juli 2021 dan dilanjutkan pengumuman siswa yang akan diterima pada jalur ini dengan di SK-kan untuk tiap-tiap Sekolah pada 8 Juli ini. Semua Calon Peserta Didik yang diterima pada jalur zonasi dianggap akan melakukan proses lapor diri karena Surat Keputusan Peserta Didik Baru di tiap sekolah sudah akan disiapkan pada Jum'at (9/7) besok.
"Berkaca pada proses PPDB DKI Jakarta, para Calon Peserta Didik yang sudah diterima namun tidak melakukan proses lapor diri akan dianggap menjadi kuota sisa yang akan diperebutkan kembali pada Tahap III. Hal seperti ini tidak kami temukan pada proses PPDB tingkat SMA/SMK di Jawa Barat," kembali menurut Rully.
Atas beberapa permasalahan diatas, pihaknya akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang rencananya akan dilaksanakan secara daring pada Senin depan (12/7). "Kami ingin memastikan agar kejadian sengkarut PPDB tingkat SMA/SMK di Depok tahun lalu, dengan banyaknya desakan dari sejumlah oknum kelompok masyarakat untuk melakukan optimalisasi jumlah peserta didik, tidak terulang lagi pada tahun ini sehingga pelaksanaan PPDB tingkat SMA/SMK di Jawa Barat pada umumnya akan berjalan sesuai koridor yang berlaku," tutup Rully.