17 Santri Belajar di Ruang Khusus

Padek.co - Ombudsman Sumbar Telusuri Kekerasan Santri
Di tengah proses hukum terus dijalankan Polres Padangpanjang, Ombudsman Perwakilan Sumbar turut menelusuri peristiwa kekerasan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) ternama di Tanahdatar, Rabu (27/2). Hasil dari penelusuran itu akan disampaikan ke Ombudsman Pusat untuk melahirkan rekomendasi sebagaimana mestinya.
"Saat ini kami belum bisa mengungkapkan hasil sementara penelusuran terkait peristiwa kekerasan tersebut. Besok (hari ini, red), kami masih akan bertemu dengan pihak Ponpes untuk meminta serangkaian keterangan lainnya," kata Pelaksana Tugas (PlT) Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, kepada wartawan, kemarin. Adel mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak di pengurus ponpes terkait peristiwa kekerasan tersebut. "Penelusuran ini untuk mengetahui lebih jauh penyebab terjadinya peristiwa tersebut," ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Ponpes, Anggi RA Putri mengatakan, pihaknya telah menyikapi peristiwa pascakekerasan dan melakukan pembenahan secara maksimal. Pertemuan demi pertemuan internal dilakukan pihak ponpes. Hal itu, salah satu bentuk sikap konkret internal pengurus dalam menyikapi persoalan itu secara positif. "Bahkan kami sudah melakukan pemanggilan terhadap Arival, selaku wali kamar untuk dimintai penjelasan terkait peristiwa tersebut," tuturnya.
Berdasar keterangan wali kamar, Anggi menyebutkan kejadian terjadi ketika wali kamar telah menjalan absensi kamar dan memastikan seluruh santri tidur. "Namun peristiwa terjadi pada 23.30. Wali kamar mengetahui ketika salah seorang santri melaporkan adanya salah seorang santri pingsan dan langsung dilarikan ke RSUD. Ini setelah sebelumnya diperiksa salah seorang ustad untuk memastikan kondisi santri terkait," tutur Anggi.
Berangkat dari peristiwa tersebut, Anggi mengatakan pengurus melakukan pengetatan pengawasan di lingkungan asrama. Di antaranya melakukan penambahan kamera CCTV untuk memaksimalkan pengawasan.
"Selama ini ponpes sangat ketat mengawasi aktivitas santri, sampai pada kegiatan di asrama. Di antaranya selain ada wali kamar, juga ada sistem ronda yang dilakukan sejumlah ustad ditunjuk bertugas. Ditambah juga adanya petugas security yang berkeliling sesuai tugas mereka memastikan keamanan kompleks," ucapnya.
Untuk sikap konkret lebih jauh dari pihak Ponpes dalam peristiwa tersebut, Anggi menyebut hingga saat ini masih menunggu informasi dari kepolisian. "Karena kami untuk mengambil sikap, tentu harus berkoordinasi pimpinan berdasarkan informasi dan keterangan yang formal," ujarnya.
Di sisi lain, Anggi membantah adanya tindakan pelanggaran lainnya di lingkungan Ponpes. "Sejauh ini kami di jajaran pengurus belum pernah menerima informasi atau laporan tentang kejadian lainnya di lingkungan ponpes," jawab Anggi.
Terkait perlakuan terhadap santri yang saat ini berstatus sebagai "Anak Pelaku" dalam peristiwa kekerasan di kamar lantai II asrama, Anggi mengatakan tetap memberikan hak pendidikan untuk 17 santri tersebut. "Saat ini mereka tetap mendapatkan hak pendidikan di ponpes. Kami memberikan kelas tersendiri dan dalam pengawasan Ponpes dan pihak kepolisian," pungkasnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Padangpanjang Iptu Kalbert Jonaedi dihubungi Padang Ekspres mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih terus melakukan penyidikan terhadap kasus kekerasan tersebut. "Saat ini 17 santri masih dalam pengawasan kami. Mereka wajib lapor. Saat ini mereka masih di ponpes mengikuti pembelajaran. Namun anggota kami tetap siaga 24 jam di sana," jelas Kalbert. Dalam kasus tersebut, katanya, santri "Anak Pelaku" dijerat Pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak dan Pasal 170 KUHP.
Sebelumnya, Pakar Hukum dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Beni Kharisma Arrasuli menganjurkan penyidik yang menangani perkara tersebut harus betul-betul seorang penyidik memahami undang-undang tentang peradilan anak dan perlindungan anak. "Untuk melakukan penyidikan ini mesti ditangani oleh penyidik khusus yang benar mengerti tentang peradilan dan perlindungan anak. Jangan sampai terhadap Anak Bersangkutan Hukum (ABH) terabaikan hak-haknya," ujar Beni.
Ia menegaskan penyidik yang menangani perkara itu mesti memahami penuh Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Kemudian, memahami Pasal 64 ayat 2 Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. "Penyidik harus memahami UU tersebut secara utuh, sehingga dikemudian nanti tidak hak anak yang terabaikan," terangnya seraya mengatakan meski diduga melanggar hukum, upaya penahanan jalan terakhir yang harus ditempuh kepolisian.
Sebelumnya, RA menjadi korban pengeroyokan 17 santri yang satu asrama dengannya. Aksi pengeroyokan berlangsung selama 4 hari. Hingga RA mengalami koma selama 6 hari di RSUP M Djamil Padang, kemudian menghembuskan nafas terakhir pada Senin (19/2). Polres Padangpanjang juga sudah memeriksa 19 anak terduga pelaku. Sebanyak 17 anak akhirnya dinyatakan terlibat dalam aksi kekerasan itu, sementara dua lainnya berstatus sebagai saksi. Sementara itu, pihak ponpes juga bakal dimintai keterangan. (*)








