Temukan Perlakuan Mengarah Intimidasi, Ombudsman RI Imbau Masyarakat Agar Tidak Takut Melapor
Siaran Pers
031/HM.01/VI/2020
Kamis, 18 Juni 2020
JAKARTA - Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman RI melalui kantor Perwakilannya di beberapa daerah menemukan perlakuan tidak nyaman mengarah intimidasi dari oknum di pemerintah daerah kepada pelapor yang mengadukan terkait Bantuan Sosal (Bansos) kepada Ombudsman. Ombudsman mengimbau kepada masyarakat agar tidak takut untuk melapor jika menemukan dugaan maladministrasi pada pelaksanaan pelayanan publik, utamanya bagi masyarakat yang terdampak Covid-19.
Hal ini terungkap dari temuan Ombudsman Perwakilan Banten, Lampung dan Jawa Tengah bahwa ada pelapor yang mengadukan soal Bansos, kemudian mendapatkan perlakuan tidak nyaman dari oknum dan mengakibatkan pelapor merasa terancam dan takut.
Ketua Ombudsman RI, Prof. Amzulian Rifai menegaskan
masyarakat tidak perlu takut melaporkan ke Ombudsman karena dilindungi oleh
Undang-Undang. "Dalam UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI Pasal 24 ayat
2 menyebutkan, dalam
keadaan tertentu nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan. Sehingga
masyarakat tidak perlu takut untuk melapor," ujarnya dalam konferensi pers
daring, Kamis (18/6/2020) di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta
Selatan.
Sejak dibukanya Posko Pengaduan pada 29 April 2020 hingga
16 Juni 2020, total jumlah laporan yang masuk ke Posko Pengaduan Ombudsman RI
sebanyak 1.488 laporan. Substansi yang paling banyak dilaporkan adalah terkait
Bansos sebanyak 1.242 laporan (83,46%),
ekonomi dan keuangan sebanyak 171
laporan (11,49%), transportasi
38 laporan (2,55%), pelayanan
kesehatan 30 laporan (2,01%) dan keamanan 7 laporan (0,47%).
Berdasarkan instansi yang
dilaporkan, Dinsos tercatat sebagai
instansi yang paling banyak dilaporkan yakni sejumlah 1.238 pengaduan (83,2%),
disusul Usaha Jasa Keuangan sebanyak 96 pengaduan (6,4%), sarana perhubungan
sebanyak 37 pengaduan (2,5%), PLN sebanyak 28 aduan (1,9%) dan Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian sebanyak 23 aduan (1,5%).
Sedangkan jumlah pengaduan
berdasarkan sebaran provinsi tercatat 5 wilayah dengan pengaduan terbanyak,
yaitu Banten sebanyak198 pengaduan (13,3%), Sumatera Barat sejumlah 143 pengaduan
(9,6%), Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 137 pengaduan (9,2%), Jawa Tengah
sebanyak 99 pengaduan (6,6%) dan Jawa
Timur sebanyak 81 pengaduan (5,4%).
Selain pengaduan terkait Bansos, Ombudsman RI juga
menerima pengaduan terkait penahanan paspor WNI yang baru pulang dari luar
negeri, mahalnya tesPolymerase
Chain Reaction (PCR), kurang
transparannya pihak rumah sakit dalam memberikan hasil PCR test serta kenaikan
tagihan listrik.
Terkait penahanan paspor, Ombudsman menerima aduan
dari pelapor yang keberatan dengan penahanan paspor usai dirinya pulang dari
luar negeri. Pelapor yang merupakan WNI tersebut harus menjalani karantina di Balai
Kesehatan Cilandak selama lima hari. Setelah mendapat hasil tes danclearance,
yang bersangkutan keberatan terhadap mekanisme yang mengharuskan mengambil
paspor di Wisma Atlet. Sehubungan dengan hal ini Ombudsman telah berkoordinasi
dengan pihak Imigrasi agar dapat dilakukan perubahan terhadap kebijakan mekanisme pengambilan paspor yang
ditahan.
Selain itu, Ombudsman menerima pengaduan terkait
tingginya tarif Rapid Test dan Tes PCR (Swab) di beberapa provinsi,
salah satunya di Provinsi Kalimantan Utara. Tingginya tarif tersebut
menimbulkan dugaan pihak-pihak tertentu mengambil kesempatan atas aturan yang
mewajibkan orang bepergian untuk melakukan tes terlebih dahulu.
Masih terkait dengan tes PCR, Ombudsman juga
menerima pengaduan terkait beberapa Rumah Sakit yang tidak transparan dan
informatif terkait hasil tes PCR. Salah
satunya di Provinsi Sulawesi Barat, pelapor mengadukan tentang lamanya waktu
antara pengambilan sampel dengan keluarnya hasil tes yang mengakibatkan pasien
meninggal dengan protokol Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19.
Ombudsman memperhatikan adanya pengaduan masyarakat
terkait kecenderungan naiknya tagihan listrik PLN. Ada dugaan terjadi kesalahan dalam pencatatan
yang dilakukan oleh petugas PLN pasca pelonggaran PSBB di beberapa wilayah.
Sehubungan dengan hal ini, Ombudsman dalam waktu dekat akan meminta tanggapan PLN
guna memperoleh penjelasan lebih lanjut.
Terkait poin-poin di atas,
Ombudsman RI memberikan sejumlah saran yakni meminta seluruh jajaran aparatur
pemerintah terutama di tingkat desa/kelurahan agar tidak melakukan tindakan
intimidatif kepada masyarakat yang melapor ke Ombudsman. Sebab, respon yang
represif hanya menutupi permasalahan namun tidak memperbaikinya.
"Ombudsman mengimbau kepada
Pemerintah untuk dapat menertibkan aparat yang bertindak di luar batas norma
dan peraturan yang berlaku, dalam memberikan layanan kepada masyarakat," tegas
Prof. Amzulian.
Selain itu Ombudsman juga
mengimbau agar pejabat pelayanan publik tidak memandang pengaduan sebagai hal
yang negatif namun bagian dari perbaikan pelayanan publik. "Tantangan dalam
penyaluran bantuan sosial masih bermunculan, perlu keseriusan evaluasi dan
monitoring dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul," tutup Prof.
Amzulian. (*)
Narahubung:
Alamsyah Saragih
Anggota Ombudsman RI