Sistem Rujukan Berbasis Kompetensi, Ombudsman RI: Perbaikan Layanan Jadi Kunci
Siaran Pers
Nomor 58/HM.01/XI/2025
Jumat, 21 November 2025
JAKARTA -Menjelang berlakunya perubahan sistem rujukan berjenjang menjadi berbasis kompetensi pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyampaikan dukungannya dan melihat kebijakan tersebut sebagai arah baru yang positif. Meskipun demikian Ombudsman RI tetap memberikan sejumlah catatan terkait kesiapan implementasi di lapangan. Hal ini disampaikan Robert pada Jumat (21/11/2025) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Pertama, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan wajib menyusun SOP rujukan nasional yang seragam bagi seluruh fasilitas kesehatan. Menurut Robert, SOP ini memberi kepastian hukum bagi pihak pelaksana layanan dan memastikan proses rujukan sungguh berbasis kebutuhan medis dengan memangkas birokrasi berbelit sebagaimana praktik yang terjadi selama ini.
Kedua, pemerintah/pemda diminta membenah kapasitas rumah sakit secara menyeluruh baik sisi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), infrastruktur, maupun kesiapan teknologi. "Terdapat 1.519 pengaduan maladministrasi layanan kesehatan ke Ombudsman RI, di antaranya penolakan atas pasien lantaran tempat tidur rumah sakit penuh, lambatnya layanan gawat darurat hingga ketidakjelasan informasi kepada keluarga pasien. Kami mendorong pembenahan komprehensif selama proses transisi sepanjang akhir tahun ini sehingga rujukan tidak boleh terpusat di kota besar saja", terangnya.
Ketiga, BPJS Kesehatan diminta mendesain sistem rujukan daring yang terbuka untuk menghubungkan FKTP dengan RS agar terhubung secarareal-time. Menurut Robert, ini untuk membenah sistem rujukan berjenjang selama ini yang hanya melihat ketersediaan kapasitas faskes rujukan. Ke depan, dengan sistem berbasis kompetensi, peserta BPJS Kesehatan dirujuk secara tepat dan tidak salah rujuk.
Keempat, pemda diminta memenuhi sumber daya manusia kesehatan (SDMK) baik kuantitas maupun dari segi kualitas. "Apapun sistemnya, SDMK menjadi faktor kunci layanan. Kami menemukan sejumlah rumah sakit amat kurang tenaga kesehatan, bahkan tak sedikit RS Pratama hanya punya 1 atau 2 dokter untuk mengurus segala layanan medis dan manajemen rumah sakit. Pemda, sebagai pengelola SDMK di daerah harus menjamin ketersediaan SDMK yang berkompeten," ucap Robert.
"Keberhasilan sistem rujukan berbasis kompetensi hanya dapat dicapai jika seluruh pihak, terutama pemerintah, BPJS Kesehatan, dan rumah sakit memiliki komitmen memperbaiki kualitas layanan. Ombudsman RI memberikan perhatian terhadap fase transisi menuju pemberlakukan rujukan berbasis kompetensi 2026, khususnya atas potensi penyimpangan, keterlambatan layanan, bahkan penurunan mutu layanan sepanjang fase persiapan dan proses penyesuaian," tutup Robert. (*)
Narahubung:
Robert Na Endi Jaweng
Anggota Ombudsman RI
(0811 - 1058 - 3737)








