• ,
  • - +

Siaran Pers

Ombudsman RI Serahkan DIM RUU Kesehatan Kepada Komisi IX DPR RI
Siaran Pers • Selasa, 11/04/2023 •
 

Siaran Pers

Nomor 015/HM.01/IV/2023

Selasa, 11 April 2023

 

JAKARTA - Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan kepada Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, pada Selasa (11/4/2023) di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan.

Dalam sambutannya, Ketua Ombudsman mengatakan pihaknya mencatat beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama dikaitkan dengan peningkatan kualitas layanan publik yaitu tata kelola layanan kesehatan, mutu layanan dan akses pelayanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat.

 Tiga catatan Ombudsman RI yaitu pertama, terkait hak dan kewajiban penyelenggaraan layanan kesehatan. Najih mengatakan setiap orang berhak untuk memperoleh layanan kesehatan yang berkualitas, adil dan tanpa diskriminasi.

Ombudsman RI menilai bahwa RUU Kesehatan belum mengakomodir hak-hak kesehatan untuk kelompok rentan dalam memperoleh layanan kesehatan. Disamping itu, hak masyarakat untuk mengakses informasi kesehatan perlu menjadi perhatian pemerintah dan diatur dalam RUU Kesehatan, yaitu hak untuk memperoleh informasi dan edukasi dari tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan perlu diatur dalam RUU.

Kedua, terkait pembagian urusan penyelenggaraan pelayanan Kesehatan. Najih menggarisbawahi bahwa pemerintah pusat, daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Najih menyebutkan, Ombudsman RI pada kurun waktu 2021-2022 menerima lebih dari 700 laporan/pengaduan masyarakat yang tersebar dari berbagai daerah perihal penyelenggaraan pelayanan kesehatan. "Hal ini menunjukkan kesiapan dan pembagian tugas serta tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah memiliki peranan penting. Khususnya, perihalketersediaan sumber daya kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan di daerah," imbuh Najih.

Ketiga, Ombudsman juga memberikan catatan terkait pemenuhan penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pada pemenuhan penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, Ombudsman RI menilai terdapat empat poin penting yang harus diperhatikan di dalam RUU Kesehatan yakni pengendalian faktor risiko, fungsi pengawasan dalam konteks pencegahan, memaksimalkan fungsi pengawasan dalam konteks penindakan, pemenuhan standar pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjutan (FKTRL).

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, Ombudsman memberikan DIM RUU Kesehatan ini dalam rangka mengawal RUU Kesehatan agar perspektif pelayanan publik menjadi arus utama. Selain itu penyerahan DIM ini juga merupakan salah satu pencegahan maladministrasi pelayanan publik khususnya di bidang pelayanan kesehatan.

"DIM yang diserahkan Ombudsman kepada Komisi IX DPR RI berdasarkanevidence-based. Yang disampaikan di dalam DIM merupakan apa yang benar-benar terjadi, yang diobservasi dan berdasarkan penanganan pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman baik Pusat dan Perwakilan," ujarnya.

Robert berharap RUU Kesehatan ini tidak terjadi sentralisasi kewenangan terkait urusan kesehatan oleh pemerintah pusat, yang sebelumnya telah menjadi kewenangan pemerintah daerah. "Ombudsman RI berharap agar RUU Kesehatan menjadi kebijakan yang menjamin bahwa masyarakat mendapatkan hak pelayanan kesehatan mereka sesuai dengan amanat konstitusi," tutup Robert.

Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih atas catatan yang disampaikan oleh Ombudsman. "Masukan tadi sangat berarti mengingatkan isu krusial yang terjadi di masyarakat. Kami akan bahas di Panitia Kerja," ujar Melki.

Melki mengatakan saat ini Indonesia menghadapi berbagai persoalan kesehatan seperti rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kemudian, terdapat kompleksitas dalam penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang semakin tergantung pada teknologi kesehatan yang semakin maju.

"Selain itu, tenaga kesehatan dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sangat penting untuk mencapai indikator kesehatan yang optimal karena secara langsung mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang diberikan," ujarnya.

Menurut Melki, secara nasional, ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia masih sangat rendah, lebih rendah dari standarWHO dan rata-rata Asia Tenggara. Ia menyebutkan, hanya terdapat 0,62 dokter per 1.000 penduduk dibandingkan dengan 1,0 per 1.000, sesuai standar WHO. Jumlah dokter spesialis lebih rendah, hanya terdapat 0,12 dokter spesialis per 1.000 penduduk dibandingkan dengan median Asia Tenggara di 0,20/1.000 penduduk.

Selain itu, berdasarkan data dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), di tahun 2020 masih terdapat 6,9% puskesmas tanpa dokter. Melki menyebutkan, provinsi dengan persentase Puskesmas tanpa dokter tertinggi provinsi Papua (48,18%), diikuti oleh provinsi Papua Barat (42,07%) dan provinsi Maluku (23,45%).

Melki mengatakan, atas dasar berbagai persoalan layanan Kesehatan di Indonesia, maka relevansi UU di bidang kesehatan juga perlu disesuaikan. Peraturan Perundang-undangan tentang kesehatan yang eksisting saat ini akan dilakukan penyederhanaan dengan metode Omnibus Law. "Diharapkan hal ini menjadi jawaban dalam transformasi regulasi yang bertujuan dapat menyederhanakan pengaturan terkait kesehatan sebagai terobosan hukum," terangnya.

Untuk itu, Melki menyampaikan Komisi IX DPR RI membuka kesempatan bagi seluruh elemen masyarakat yang ingin memberikan masukan atau opini sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membahas RUU Kesehatan bersama dengan pemerintah. (*)

 

Narahubung:

Anggota Ombudsman RI

Robert Na Endi Jaweng


 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...