Ombudsman RI: Pembangunan SJUT Harus Dievaluasi Sebab Berpotensi Maladministrasi
Siaran Pers
Nomor 008/HM.01/I/2024
Selasa,30 Januari 2024
JAKARTA -Pembangunan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di Provinsi DKI Jakarta harus segera dilakukan evaluasi untuk diperbaiki di masa yang akan datang. Hal ini berdasarkan temuan Ombudsman RI melalui tinjauan lapangan dan permintaan keterangan pada pihak terkait.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto mengatakan jika tidak segera dievaluasi maka akan berpotensi maladministrasi. Itu berupa adanya kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum. "Pertama, realisasi pembangunan SJUT yang jauh dari target menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Bina Marga tidak melakukan pengawasan pembangunan SJUT dan koordinasi secara optimal dengan PT Jakpro dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya maupun stakeholder terkait," ujarnya pada Selasa (30/1/2024) di Kantor Ombudsman RI Jakarta Selatan.
Data Ombudsman menyebutkan, pengerjaan SJUT di Provinsi DKI Jakarta belum tuntas dan jauh di bawah target yang telah ditetapkan. Dari target pembangunan SJUT yang ditetapkan, PT. Jakpro hanya dapat merealisasikan pengerjaan sebesar 22,6%, sedangkan untuk PT. Sarana Jaya hanya dapat merealisasikan pengerjaan sebesar 1,15%.
Kedua, Pemprov DKI Jakarta tidak segera mengeluarkan regulasi sebagai payung hukum pengerjaan SJUT setelah habis masa berlaku regulasi sebelumnya, tanpa ada evaluasi terhadap progres pembangunan SJUT. Hal tersebut mengakibatkan pembangunan SJUT di Provinsi DKI Jakarta berhenti.
Ketiga, Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki rencana induk pembangunan SJUT yang komprehensif dengan memuat rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan daerah dan jangka waktu penyelesaian pembangunan SJUT. Padahal pembangunan SJUT di DKI Jakarta sudah berlangsung sejak 2021.
Keempat, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Pemprov DKI Jakarta belum memiliki pengaturan dan pengawasan mengenai kabel bekas (tidak terpakai) baik di dalam, di permukaan tanah maupun di udara, termasuk pengolahan limbah kabel. Padahal kabel bekas dan limbahnya yang tidak ditangani secara cepat berpotensi membahayakan keamanan dan keselamatan warga. Misalnya, kasus warga terlilit kabel optik hingga tewas, konsleting listrik, mengganggu estetika kota dan lainnya. Pihak pemerintah baru bertindak jika ada pengaduan warga dan atau memakan korban warga.
Kelima, Kominfo belum menyusun panduan SJUT dan belum optimal melakukan penanganan pengaduan atau keluhan tentang tarif SJUT. Panduan yang ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika hanya mengenai perizinan jaringan telekomunikasi yang diajukan.
Berdasarkan temuan tersebut, Ombudsman RI memberikan sejumlah saran yakni, pertama, evaluasi pengerjaan pembangunan SJUT oleh PT Jakpro dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
"Mengingat pembangunan SJUT oleh PT Jakpro dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya masih jauh di bawah target yang ditetapkan, Gubernur perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Pembangunan SJUT oleh kedua BUMD tersebut. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan rencana keberlanjutan Pembangunan SJUT di wilayah DKI Jakarta," terang Hery.
Kedua, membuat rencana induk penyelenggaraan jaringan utilitas yang memuat, sedikitnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah dan jangka waktu penetapan rencana keterpaduan penempatan jaringan utilitas.
Ketiga, menerbitkan regulasi yang menjamin keberlanjutan pembangunan atau penyediaan SJUT dengan melibatkan stakeholder terkait dalam proses penyusunannya. Pada saat tim Ombudsman ke lapangan, belum ada pengerjaan SJUT lanjutan. Hal tersebut disebabkan karena Keputusan Gubernur Nomor 645 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Nomor 1016 Tahun 2020 tentang Penunjukan Lokasi Penyelenggaraan SJUT oleh PT Jakarta Propretindo dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya telah habis masa berlakunya. Namun di satu sisi belum ada regulasi yang baru sebagai dasar penunjukan pengerjaan SJUT, maka pemerintah provinsi DKI Jakarta perlu segera merancang dan menerbitkan regulasi agar program SJUT dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Keempat, penyedia SJUT (Pemerintah daerah/BUMD) perlu menetapkan tarif yang berhubungan dengan SJUT dengan melibatkan secara optimal stakeholder terkait dan mempertimbangkan kondisi pasar, efisiensi nasional, dampak positif keekonomian dan kepentingan masyarakat.
Kelima, menyusun regulasi yang memuat tentang penanganan kabel sampah dan pengelolaan limbah kabel yang berlaku secara nasional di tingkat pusat dan diatur secara teknis di tingkat daerah. "Permasalahan kabel sampah atau kabel yang tidak terpakai namun masih terpasang berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu perlu ada regulasi yang tegas dan jelas untuk penanganan kabel sampah, mengingat semakin lama kabel yang dipasang semakin banyak," tegas Hery.(*)
Narahubung:
Kepala Biro Humas dan TI Ombudsman RI, Dodi Wahyugi