Ombudsman RI Dorong Integrasi Sistem Pengawasan Perlintasan Orang untuk Cegah TPPO
Nomor 057/HM.01/XI/2025
Jumat, 21 November 2025
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menegaskan pentingnya integrasi sistem pengawasan perlintasan orang sebagai langkah strategis untuk menekan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Penegasan ini disampaikan dalam Diskusi Publik dan Penyerahan Laporan Hasil Analisis Kajian Sistemik yang digelar di Aula Serbaguna Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Jumat (21/11/2025).
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menuturkan bahwa meningkatnya jumlah korban TPPO menunjukkan lemahnya deteksi awal pada titik perlintasan orang. "Ombudsman tidak hanya menerima aduan masyarakat, tetapi juga melakukan pencegahan maladministrasi. Integrasi sistem pengawasan adalah fondasi agar kita bisa mendeteksi dan mencegah korban TPPO sejak awal," ujarnya.
Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro memaparkan sejumlah permasalahan utama yang ditemukan dalam kajian. Ia menekankan bahwa hingga saat ini belum ada integrasi data dan informasi antarlembaga, mulai dari SIMKIM (Imigrasi), SISKOP2MI (BP2MI), SIPMI (Kemenaker), data Dukcapil, hingga Peduli WNI milik Kementerian Luar Negeri. Menurut Johanes, ketiadaan integrasi tersebut berimbas pada lemahnya koordinasi lintas instansi yang selama ini masih bersifat insidental dan baru bergerak setelah kasus TPPO muncul.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa belum ada SOP maupun Standar Pelayanan Minimum yang mengatur pengawasan perlintasan orang dan perlindungan hak dasar calon pekerja migran di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Kapasitas dan integritas petugas di sejumlah daerah juga belum merata, sehingga deteksi dini keberangkatan nonprosedural tetap terjadi. Kondisi ini diperparah dengan implikasi lebih luas dari tidak terintegrasinya data, seperti minimnya peran kolaboratif antar instansi, kebijakan pengawasan yang masih bersifat sektoral, ketidakmerataan kapasitas petugas imigrasi, serta fragmentasi program pencegahan di tingkat desa.
Johanes menambahkan bahwa kajian Ombudsman juga menyajikan sejumlah saran perbaikan. KP2MI disarankan mengkaji dan mengusulkan perubahan UU Nomor 18 Tahun 2017 untuk menyederhanakan prosedur calon pekerja migran, memperkuat pencegahan di daerah kantong PMI, serta menjalin kerja sama integrasi data dengan sistem informasi keimigrasian.
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan juga diharapkan mengembangkan sistem informasi yang terhubung dengan data pencegahan BP2MI dan data pemulangan korban TPPO dari Kemlu, sekaligus menyusun SOP atau petunjuk teknis wawancara permohonan paspor yang seragam.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri didorong untuk memperluas fungsi Portal Peduli WNI agar tidak hanya sebagai kanal layanan, tetapi juga instrumen pencegahan, melalui integrasi data pengaduan dan data calon pekerja migran. Polri, selaku ketua harian Gugus Tugas TPPO, juga dinilai perlu mengonsolidasikan kembali pencegahan dan penanganan TPPO termasuk menjadikan integrasi data sebagai aksi prioritas dalam Rencana Aksi Nasional TPPO terbaru.
"Saat setiap lembaga berjalan sendiri-sendiri, pelaku TPPO memanfaatkan celah tersebut. Integrasi data dan SOP bersama adalah keharusan. Hanya dengan sistem yang terhubung, keberangkatan nonprosedural bisa dideteksi lebih cepat," tegas Johanes.
Dalam sesi doorstop, Johanes menegaskan bahwa Ombudsman akan mendorong percepatan implementasi rekomendasi dalam kajian tersebut. "Kami mendorong kerja kolaboratif dan konektivitas sistem antarlembaga. Data harus dapat dipertukarkan secara real time agar pencegahan benar-benar efektif," jelasnya.
Executive Director Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja menekankan bahwa integrasi tidak sekadar teknis, tetapi menyangkut ketegasan layanan publik yang berpihak pada calon pekerja migran. "Kepatuhan prosedur saja tidak cukup. Tanpa integrasi sistem, risiko TPPO selalu berulang karena aparat tidak memiliki data yang lengkap untuk menilai kerentanan seseorang," ungkapnya.
Dinna juga menyoroti proses penerbitan paspor yang masih membuka peluang manipulasi identitas, serta belum adanya mekanisme pencegahan terpadu antara perekrutan, pemberangkatan, hingga pengaduan di luar negeri. Ia menilai Ombudsman berada pada posisi tepat untuk mendorong harmonisasi kebijakan antar K/L.
Ombudsman RI berharap hasil kajian ini menjadi acuan bagi kementerian/lembaga dalam mempercepat integrasi sistem pengawasan perlintasan orang dan memperkuat perlindungan bagi masyarakat, sehingga risiko TPPO dapat ditekan secara signifikan.(*)
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro
(0811-1056-3737)








