Ombudsman RI Cegah Maladministrasi, Lakukan Rapat Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PIT
Jakarta-Salah bentuk konkrit dari pencegahan maladministrasi terkait Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang Ombudsman RI lakukan adalah dengan Kajian Sistemik Pengawasan Pelayan Publik Terhadap Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Berbasis Kuota dan Zona. Kajian tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI Hery Susanto, dalam rapat koordinasi monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur pada Senin (15/01/2024) di Ruang Rapat Lantai 15, Gedung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Hery Susanto mengungkapkan bahwa pada Tahun 2023, Ombudsman RI melakukan kajian mengenai Kebijakan PIT, hasil kajian ini mendapatkan respon yang paling cepat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa Surat Edaran baru dalam bentuk Relaksasi Pelaksanaan Kebijakan PIT.
"Kajian ini kami lakukan dengan berlatar belakang Indonesia sebagai negara maritim, kondisi kesejahteraan nelayan, eksploitasi penangkapan ikan, upaya melestarikan sumber daya ikan, penolakan kebijakan PIT, dan meningkatnya target PNBP dari sektor perikanan tangkap," jelas Hery
Hery mengatakan bahwa hasil dari kajian sistemik terkait PIT yaitu belum optimalnya konsultasi publik yang melibatkan secara aktif para pemangku kepentingan dalam penyusunan rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur dan ketentuan pelaksanaanya, beberapa ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap nelayan kecil tidak bersifat mandatory (wajib/harus) tetapi bersifat optional (pilihan), tidak ada parameter yang jelas dan terukur untuk menentukan kategori nelayan kecil, akuntabilitas dan transparansi dalam perhitungan penetapan dan evaluasi kuota penangkapan ikan yang belum diatur secara komprehensif dalam regulasi PIT, kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang regulasi dan aturan teknis dari PIT.
Terkait implementasi, Ombudsman RI menemukan belum semua pelabuhan perikanan menyediakan gerai layanan perikanan tangkap, masih banyaknya permasalahan nelayan yang belum diatasi dan berpotensi semakin memberatkan nelayan dengan berlakunya kebijakan PIT, pembebanan retribusi oleh pemerintah daerah dan PNBP, belum dibangunnya mekanisme yang transparan dan akuntabel terkait dengan kuota penangkapan ikan, tahapan-tahapan pemberlakuan PIT yang harus dilakukan oleh nelayan pelaku usaha perikanan dinilai terlalu cepat, dan belum adanya mekanisme mitigasi perizinan apabila ada kendala dalam sistem OSS atau aplikasi perizinan lainnya terkait perikanan tangkap.
Melihat permasalahan tersebut Hery menyarankan untuk memperkuat sistem dan mekanisme pengawasan mengenai subsektor perikanan tangkap, meningkatkan kegiatan edukasi dan bimbingan teknis secara massif, mempersiapkan daya dukung pelaksanaan kebijakan PIT dari sisi operasional, secara aktif membantu dengan mekanisme jemput bola, bersama dengan Kementerian/Lembaga/Instansi terkait tingkat pusat maupun daerah memastikan bahwa permasalahan yang dialami nelayan dapat diselesaikan, dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Pemerintah daerah untuk memperjelas mengenai pembebanan retribusi dan PNBP
"Melalui konsep Epta Helix dengan melibatkan Ombudsman RI, Parlemen, kementerian/lembaga/pemprop/pemkab/kota, badan usaha, ormas/LSM, perguruan tinggi, dan pers agar lebih komprehensif dalam berkoordinasi, sinergi, dan koordinasi," pungkas Hery.
Menanggapi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan daerah Banten hanya memiliki 2 pelabuhan yang dapat menerapkan kebijakan PIT dari 8 pelabuhan yang dimiliki oleh Banten.
"Menurut kami, Banten memerlukan ada dukungan sarana prasarana dan SDM yang baik untuk persiapan pelaksanaan PIT, terasa sangat terburu-buru dengan banyaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat sedangakan Pemerintah Daerah dituntut untuk tertib administrasi. Harapannya ada diskusi seperti ini dengan mengundang seluruh kepala dinas di seluruh Indoensia," ungkap Eli.
Menyambung, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara Tinneke Adam, mendukung dan berterimakasih karena analisa dan kajian yang lengkap.
"Kami sangat setuju begitu banyak yang harus dibenahi terutama fasilitas di pelabuhan sebelum penerapan kebijakan. Semoga Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rentan relaksasi membenahi sarana dan prasaran sebelum penerapan kebijakan PIT," harap Tinneke.
Kepala Sub Bagian Direktorat Kelautan dan Perikanan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Tantri Lisdiawati, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Ombudsman RI memang apa adanya. "Kami sebagai koordinator tentu ada mekanisme peraturan yang sudah ditetapkan, kami hanya menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkaitan," terang Tantri.
Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Kerja Sama, dan Pengembangan Sekolah Bisnis Universitas IPB Nimmi Zubainarni, mengatan bahwa Kebijakan PIT ini baik untuk mengatur zona namun terluput bahwa penangkapan diatur oleh pusat dan daerah, lalu keluar peraturan PNBP yang tidak konsisten terkait kebijakan nelayan kecil, kesiapan pelabuhan yang kurang, kejelasan pelaksana kebijakan PIT yang diperuntukan untuk nelayan kecil atau nelayan besar, dan perlu adanya peningkatan pengawasan kuota.
Sedangkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diwakilakan oleh Bernard Ekki Wicaksono mengatakan bahwa secara utuh pihaknya melihat Kebijakan PIT memang sudah mekiliki struktur. "Kita mendapatkan banyak masukan di fase relaksasi agar lebih efektif, ini akan menjadi masukan kami saat sosialisasi dan konsultasi publik saat penerapan nantinya," ungkap Ekki.
Di akhir diskusi, Sekretaris Deputi Pengembangan Perikanan Budidaya Kemementerian Kemenkomarves Gladys Peuru, menyimpulkan bahwa perlu adanya relaksasi bertahap Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, perlu membuat roadmap kebijakan terkait hal-hal kesiapan, pembanguan pelabuhan-pelabuhan pendaratan ikan di daerah, pembuatan storage hasil tangkap, dan membuat tim kecil pelaksanan Kebijakan PIT yang berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait
"Dalam waktu satu tahun kami rasa ini sangat singkat dalam membuat infrastruktur yang matang. Kebijakan yang baik adalah bagaiman kita membangun pondasi yang kokoh," pungkas Gladys.(HA/IK)