Ombudsman: BP Batam Belum Kantongi Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan Rempang
Siaran Pers
Nomor 052/HM.01/IX/2023
Rabu, 27 September 2023
Jakarta – Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro menyampaikan temuan sementara atas tindak lanjut penanganan masalah Rempang Eco City. Ombudsman menemukan bahwa sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pulau Rempang atas nama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) belum diterbitkan.
“Hak Pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan belum clean and clear karena masih dikuasai oleh masyarakat. Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan untuk lahan Area Penggunaan Lain (APL) telah terbit dari Menteri ATR/KBPN tertanggal 31 Maret 2023 dan akan berakhir pada tanggal 30 September 2023. Meskipun dapat diperpanjang dengan persetujuan Menteri ATR/BPN berdasarkan permohonan BP Batam,” terang Johanes dalam konferensi pers, Rabu (27/9/2023) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Hasil dari investigasi Ombudsman, warga tetap menolak relokasi yang dilakukan oleh BP Batam. “Warga sudah turun temurun berada di Pulau Rempang, selain itu juga tidak adanya jaminan terhadap mata pencaharian warga,” terang Johanes.
Temuan lain, Johanes mengatakan bahwa belum ada dasar hukum terkait ketersediaan anggaran baik itu terkait pemberian kompensasi dan program secara keseluruhan. “Berdasarkan keterangan dari BP Batam, terkait dengan pemberian kompensasi berupa rumah pengganti maupun uang tunggu dan hunian sementara bagi warga terdampak, memerlukan dasar hukum agar program berjalan,” ucapnya.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan bahwa Pemkot Batam belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua di Batam.
Pada proses pengamanan dan penegakan hukum kepolisian, Johanes mengungkapkan, berdasarkan keterangan Polres Barelang, saat ini sebanyak 35 orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait peristiwa kericuhan unjuk rasa di Kantor BP Batam pada tanggal 11 September 2023. Terkait adanya penahanan warga, Ombudsman secara tegas meminta agar warga dibebaskan. “Kami meminta Kepolisian Resor Barelang segera membebaskan atau memberikan penangguhan penahanan bagi warga yang masih ditahan sesuai ketentuan,” ucap Johanes.
Ombudsman menangkap adanya keluhan warga atas hadirnya kepolisian saat sosialisasi. “Berdasarkan keterangan warga Pulau Rempang, adanya kehadiran aparat keamanan yang bersenjata lengkap berdampak kepada tekanan psikis dan rasa khawatir warga,” terang Johanes.
Untuk itu, Ombudsman RI meminta agar Pemkot Batam bersama dengan BP Batam beserta jajaran dan seluruh instansi terkait lainnya agar melakukan dialog atau musyawarah dengan masyarakat serta tokoh-tokoh adat secara persuasif tanpa mengedepankan simbol aparat keamanan.
Selain itu, Ombudsman meminta agar Pemkot Batam terlibat aktif memulihkan stabilitas perekonomian dengan menjamin adanya pasokan pangan ke warung-warung milik warga. Johanes mengatakan, ada kekhawatiran dari distributor pemasok barang nantinya tidak akan terbayar. Hal ini berpengaruh pada suplai sehingga kebutuhan barang pokok warga pun menipis.
Terkait keputusan pemerintah mengenai penundaan relokasi, Johanes meminta Pemkot Batam dan BP Batam segera menyampaikan secara langsung baik lisan maupun tertulis kepada warga Pulau Rempang, bukan hanya melalui media massa.
Selanjutnya, Ombudsman RI akan melakukan permintaan keterangan lanjutan kepada sejumlah pihak terkait, kemudian dilanjutkan konfirmasi temuan, penyerahan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan serta monitoring tindak lanjut Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan. (*)
Narahubung:
Anggota Ombudsman RI
Johanes Widijantoro