Cegah PHK Besar-Besaran PT Sritex, Ombudsman RI Minta Pemerintah Percepat Upaya Penyelamatan
Siaran Pers
Nomor 039/HM.01/XI/2024
Selasa, 12 November 2024
SUKOHARJO - Ombudsman RI meminta pemerintah untuk segera melakukan upaya penyelamatan terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sebagai pelayanan publik perlindungan industri tekstil dalam negeri beserta tenaga kerjanya, setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang. Pernyataan ini disampaikan secara tegas oleh Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat melakukan fasilitasi bersama para pihak terkait, di antaranya Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim, Direktur Bina Pengawas Ketenagakerjaan dan Penguji K3 Kementerian Ketenagakerjaan Rinaldi Umar, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan pada Selasa (12/11/2024) di Kantor PT Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Yeka menyatakan bahwa Ombudsman RI menaruh atensi khusus dalam percepatan penanganan Sritex, sebab status pailit telah berdampak langsung pada pemblokiran oleh bea cukai sehingga tidak ada transaksi barang masuk maupun keluar. Selain itu, hal ini berdampak pada keputusan merumahkan sementara (PHK) 2.500 karyawan PT Sritex, dan jumlah ini akan terus bertambah jika izin usaha tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berjalan di Mahkamah Agung. Ditambah lagi, ketersediaan bahan baku produksi PT Sritex yang tersisa diperkirakan akan habis dalam tiga minggu ke depan, sehingga akan timbul potensi PHK besar-besaran, mengingat tidak ada lagi yang dapat dikerjakan oleh karyawan. "Jadi, diperkirakan, PHK besar besaran akan terjadi 3 Minggu ke depan, ujar Yeka"
"Kami mendorong Pemerintah untuk melakukan upaya-upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang PHK besar-besaran di PT Sritex," tegas Yeka.
Ombudsman RI mengungkapkan pailitnya PT Sritex mengisyaratkan adanya potensi maladministrasi dalam pelayanan publik mengingat prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.
"Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino yang besar pada penyelenggaraan pelayanan publik sektor industri, perdagangan dan ketenagakerjaan yang secara lebih lanjut akan membawa keterpurukan sektor tersebut," jelas Yeka.
Ombudsman RI juga mendesak adanya reviu atas kebijakan dan Undang-Undang Kepailitan, yang dinilai berpotensi menimbulkan maladministrasi di masa depan.
Secara khusus kepada Kementerian Perdagangan, Ombudsman RI meminta untuk mengambil langkah kebijakan yang lebih ketat guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri serta menanggulangi maraknya impor ilegal yang terjadi di Indonesia. Menurut Ombudsman, fenomena ini tidak hanya mengancam pelaku industri lokal, tetapi juga dapat mengganggu ekosistem perdagangan secara keseluruhan di tingkat global. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pelaku usaha dalam negeri untuk berkembang, serta membatasi masuknya produk impor yang dapat merusak daya saing produk lokal, terutama pada sektor tekstil dalam negeri yang rentan terhadap serbuan produk impor murah dari luar negeri.
Terkait hal ini, Ombudsman RI akan menyampaikan masukan langsung kepada Presiden RI agar pemerintah dapat mengambil tindakan segera.
Adapun PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritek (SRIL) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex beserta 3 anak usahanya yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya. (*)
Narahubung:
Anggota Ombudsman RI,
Yeka Hendra Fatika
(0819-4513-0676)