Pentingnya Kepastian Layanan Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT)

Terhitung pada bulan Juli dan Agustus 2021 terdapat banyak bantuan yang dikucurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos), salah satunya Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Tentunya hal tersebut menjadi angin segar bagi masyarakat kalangan bawah terlebih yang terdampak PPKM. Penulis melansir dari website Kementerian Sosial Republik Indonesia bahwa Penerima BNPT akan memperoleh bantuan sebesar Rp200.000,00 untuk tambahan bantuan dua bulan, yaitu bulan Juli dan Agustus per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) per bulan yang akan disalurkan melalui bank milik negara. Selain itu, alokasi dana BPNT atau Kartu Sembako sebesar Rp42,3 triliun yang ditujukan untuk 18,8 juta KPM. Dengan kata lain, pemerintah mengupayakan kepada masyarakat kalangan bawah untuk memperoleh hak hidup layak melalui bantuan. Namun, apakah implementasinya sudah maksimal?
Setiap kebijakan yang diturunkan menjadi program memang dalam impelemtasinya tidak selalu berjalan mulus. Namun, alangkah lebih baik apabila setiap kekurangan dapat diminimalisasi. Adapun untuk mengetahui kekurangan tersebut melalui kanal penampung aspirasi atau keluhan masyarakat yang dapat berbetuk pengelolaan pengaduan. Sebagai penyelenggara pelayanan publik yang baik, pengelolaan pengaduan masyarakat menjadi urgensi. Mengingat saat ini masyarakat mulai melek akan situasi dan juga tuntutan kebutuhan yang selalu meningkat sepanjang waktu. Oleh sebab itu, penyelenggara pelayanan publik semestinya memiliki pengelolaan pengaduan yang baik sehingga pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dapat diselesaikan secara maksimal.
Terkait BPNT, beberapa waktu lalu, Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Bangka Belitung pernah menyelesaikan laporan masyarakat terkait hal tersebut. Sederhana saja, masyarakat menginginkan informasi yang jelas tentang statusnya sebagai KPM. Namun, terjadi miskomunikasi yang menyebabkan kesimpangsiuran informasi. Pada saat itu, Pelapor tidak memperoleh hak BPNTnya dikarenakan ada pemuktahiran data, karena namanya tidak sesuai antara yang tercantum di KTP-el dengan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Setelah dilakukan penyelesaian laporan melalui propartif dengan menghubungi kontak focal point, yaitu Dinas Sosial diteruskan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) sebagai pelaksana teknis lapangan ditemukan solusi. TKSK langsung memberikan pemahaman kepada Pelapor bahwa Pelapor tetap akan mendapatkan haknya dengan cara dirapel setelah proses pemuktahiran data dari Kemensos selesai. Berdasarkan hal tersebut, Pelapor memahami dan berterima kasih kepada Ombudsman Babel.
Atas kejadian tersebut dapat dipahami bahwa kepastian layanan berupa kejelasan informasi sangat diperlukan oleh masyarakat. Jangan sampai terjadi miskomunikasi sehingga merugikan masyarakat sebagai pengguna layanan. Bagi para pelaksana teknis lapangan perlu untuk aktif memberikan informasi secara berkala dan mengecek status KPM di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, Dinas Sosial pun harus melakukan monitoring terkait kinerja dari pelaksana teknis lapangan tersebut. Dalam artian, pada kondisi saat ini terlebih berkaitan dengan bantuan perlu ada pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Dengan begitu, program dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (MY)
#SuccessStory #RiksaORIBabel