• ,
  • - +
Pemeriksaan Sederhana, Cepat dan Berkualitas
artikel,ombudsman • Rabu, 10/02/2021 • Kgs Chris Fither
Kgs Chris Fither (Asisten Ombudsman RI Babel)

Tuntutan akan penyelesaian laporan masyarakat yang cepat dan berkualitas semakin menguat seiring meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Ombudsman. Ombudsman sebagai lembaga pengawas pelayanan publik dalam menerima laporan pengaduan dari masyarakat berkewajiban menyelesaikan laporan masyarakat dengan mengedepankan penyelesaian yang progresif dan partisipatif. Apalagi semenjak keluarnya Peraturan Ombudsman 48/2020 dan Keputusan Ketua Ombudsman 67/2020 yang mengatur klasifikasi baku mutu waktu penyelesaian laporan masyarakat. Ombudsman diharapkan dapat memberikan kinerja yang baik dengan berpatokan pada standar waktu yang telah ditentukan tapi juga berkualitas.

Implementasi Pendekatan Informal
Dalam Keputusan Ketua Ombudsman 67/2020, guna meningkatkan efektivitas penyelesaian laporan masyarakat apabila memungkinkan semua laporan masyarakat ditindaklanjuti melalui mekanisme informal terlebih dahulu. Pola pendekatan yang informal sesungguhnya sudah lama dikenal di Ombudsman. Dengan mengedepankan pendekatan yang persuasif, tak jarang banyak laporan-laporan masyarakat yang justru selesai dengan mekanisme informal.

Secara khusus, pola pemeriksaan (riksa) seperti ini di Ombudsman dapat disebut dengan pendekatan yang progresif dan partisipatif (Propartif). Pola ini hadir sejak tahun 2019 dengan menerapkan pendekatan perlakuan yang adil atau "Fair Treatment Approach" (FTA). Model pendekatan informal ini sudah banyak diterapkan di 220 negara.

Pola Propartif diyakini akan memberikan dampak yang baik dalam penyelesaian laporan masyarakat karena membuat pelapor dan penyelenggara layanan selaku terlapor merasa diperlakukan adil. Hal ini baik karena dapat mengurai resistensi bagi instansi yang dilaporkan dan juga Pelapor merasa lebih nyaman karena jauh lebih banyak didengarkan.

Pendekatan informal secara masif mulai digunakan dan terasa manfaatnya yaitu pada saat adanya pembukaan Posko Daring bagi masyarakat terdampak Covid-19 oleh Ombudsman RI. Tercatat dalam kurun kurang lebih 3 bulan saja, Ombudsman RI sudah menerima lebih 1.300 pengaduan. Ada pola yang sedikit berbeda dalam penyelesaian pengaduan daring tersebut. Mayoritas laporan/pengaduan yang masuk diteruskan terlebih dahulu ke instansi yang dilaporkan melalui narahubung Ombudsman. Ombudsman mendorong agar instansi yang dilaporkan dapat secara mandiri menyelesaikan laporan/aduan dari masyarakat.

Sebagai contoh, di Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung menerima sekitar 138 pengaduan sejak dibukanya Posko Daring ini. Dalam 138 laporan tersebut, hanya 4 laporan yang diteruskan menggunakan mekanisme Respon Cepat Ombudsman (RCO) selebihnya diteruskan kepada instansi yang dilaporkan. Terhadap laporan yang diteruskan tersebut 100% mendapatkan penyelesaian dari instansi yang dilaporkan dalam waktu paling lama 7 hari kerja. Hal ini menjadi salah satu contoh konkrit bahwa dalam kasus-kasus tertentu pendekatan informal jauh lebih efektif dalam menyelesaikan laporan daripada pendekatan formal.

Catatan Khusus
Sekali lagi, pemeriksaan Ombudsman secara informal yang sederhana, cepat dan berkualitas sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi dalam penerapannya  memang ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Pertama, tidak semua laporan masyarakat dapat diselesaikan dengan pola pendekatan informal. Misal laporan-laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran disiplin pegawai, dugaan pungutan liar dan dugaan perbuatan tidak patut tidak mungkin diselesaikan secara cepat. Karena dalam proses pemeriksaannya dibutuhkan alat-alat bukti yang cukup untuk membuktikan ada atau tidaknya dugaan maladministrasi.

Kedua, dibutuhkan pola komunikasi baik kepada kedua belah pihak. Komunikasi yang baik kepada Pelapor dan Terlapor akan memberikan dampak yang sangat baik. Semakin bagus dan lancar komunikasi yang dibangun, kepercayaan dan komitmen percepatan penyelesaian laporan akan semakin baik pula.

Ketiga, berorientasi pada win-win solution untuk menghindari resistensi dari Pelapor dan Terlapor. Ombudsman harus dapat memberikan pandangan kepada Pelapor dan Terlapor bahwasanya Ombudsman berfokus pada pencarian solusi atas permasalahan yang terjadi. Opsi solusi yang ditawarkan sebisa mungkin dapat diterima oleh kedua belah pihak, dengan begitu penyelesaian laporan pun akan semakin cepat.

Keempat, perjelas posisi Ombudsman sebagai lembaga pemberi pengaruh yang independen dan imparsial dengan mengedukasi secara baik kepada Pelapor dan Terlapor. Sejatinya sebagai lembaga pemberi pengaruh, peran pengawasan yang dimainkan Ombudsman hanya pada aspek morally binding. Ombudsman dapat mendorong Terlapor untuk secara mandiri menyelesaikan pengaduan yang masuk karena ada beberapa instansi yang justru sangat senang apabila laporan yang masuk di Ombudsman diteruskan ke Terlapor. Selain dapat lebih cepat penyelesaiannya, hal itu juga dapat memberikan semacam trigger positif untuk perbaikan layanan pengaduan internal.

Kelima, perhatikan kualitas penyelesaian laporannya. Jangan sampai karena hanya berfokus pada waktu penyelesaian yang cepat, justru menjadikan kualitasnya menurun. Perlu dipastikan betul, pola-pola riksa yang dibangun secara informal sesuai dengan prosedur sehingga kualitas penyelesaiannya bisa terjamin.

Pola riksa yang sederhana, cepat dan berkualitas dalam prakteknya sudah ada di Ombudsman. Pola yang seperti ini bisa menjadi salah satu strategi yang baik untuk mempercepat penyelesaian laporan masyarakat yang masuk di Ombudsman. Tapi ingat tidak seluruh laporan masyarakat bisa menggunakan pendekatan informal. Penyelesaian laporan yang berkualitas adalah target akhirnya, bukan hanya dilihat dari cepat dan sederhana pola penyelesaiannya. (KCF)




Loading...

Loading...