Ombudsman Kalsel: Mengelola Limbah B3 Harus Memiliki Izin
Banjarmasin (17/09) - Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan berkesempatan untuk mengunjungi Ciputra Mitra Hospital (CMH) Banjarmasin. Kunjungan ini dalam rangka melakukan koordinasi terkait pengelolaan limbah medis di rumah sakit swasta tersebut.
CMH merupakan salah satu rumah sakit swasta di Kalimantan Selatan yang mengelola Limbah LB3 (limbah Bahan Berbahaya dan Beracun) secara mandiri. Menggunakan insinerator yang telah memiliki izin dan memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Rizki Arrida, Asisten Ombudsman Bidang Pemeriksaan Laporan, menyampaikan di awal pertemuan, bahwa dipilihnya rumah sakit Ciputra Banjarmasin sebagai sampel penelitian, karena CMH merupakan salah satu rumah sakit yang melakukan pengelolaan LB3 secara mandiri dan memiliki izin.
"Ombudsman saat ini sedang melakukan kajian mengenai pengelolaan dan pengawasan limbah medis. Oleh karena itu, kami ingin melihat sejauh mana pengelolaan limbah medis", tutur Rizki.
Rizki melanjutkan, kajian ini penting dilakukan, mengingat pengelolaan limbah medis harus dilakukan dengan benar. Harus memperhatikan tata kelola lingkungan hidup. Ia menyampaikan, pada hasil akhir dari kajian ini, Ombudsman akan mengeluarkan saran perbaikan pelayanan publik kepada seluruh stakeholder terkait.
Dalam kesempatan tersebut, Tim Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan langsung ditemui oleh dr. Sony Prabowo (General Manager), yang didampingi oleh drg. Sandra Maria (Manager HRD dan GA) serta jajaran Unit Kesehatan Lingkungan CMH.
Sony Prabowo menyambut baik kunjungan ini. Ia beserta jajarannya berharap agar Kalimantan Selatan mempunyai sanitary landfill sendiri. Saat ini, residu pembakaran insinerator dikirim melalui pihak ketiga, keluar Pulau Kalimantan.
Sony menerangkan, rumah sakit sudah mempunyai Standar Operasional Prosedur terkait kebijakan pengurangan limbah B3. Penggunaannya akan diminimalisir, agar tidak menambah limbah B3 dan timbulannya.
"Setiap pengadaan akan dikoordinasikan dengan Unit Sanitasi. Unit Sanitasi inlah yang akan memilih dan merekomendasi bahan atau barang yang jenis dan kegunaannya sama, namun tidak mengandung B3. Jika memungkinkan akan diganti dengan bahan non-B3", terangnya.
Selain melakukan dialog, Tim Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan juga melihat secara langsung pengelolaan limbah B3. Mulai dari tahap pemilahan hingga proses pembakaran menggunakan insinerator. Selain itu, juga terdapat IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) untuk mengelola limbah cair.
"Kami mengapresiasi kerja sama dari pihak rumah sakit yang mendukung pelaksanaan kajian limbah medis oleh Ombudsman RI. Terlebih karena perizinan disini cukup lengkap dan dikelola secara profesional", tutur Rizki. Menurutnya, Undang-Undang mengamanatkan agar setiap orang/badan usaha yang menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) wajib memiliki Izin Pengelolaan LB3.