• ,
  • - +
Hak Pelapor dalam Pemeriksaan Ombudsman
artikelombudsman • Kamis, 25/03/2021 • Endah Septamirza
Penulis

Secara statistik dari 733 pengaduan sepanjang tahun 2020 yang diterima Ombudsman RI Babel hanya sekitar 15%  yang menjadi laporan masyarakat. Kenapa bisa demikian? Setelah dilakukan wawancara ke masyarakat, mayoritas menjawab bahwa terdapat beberapa kendala/hambatan yang menyebabkan masyarakat masih enggan dan takut untuk melapor, antara lain laporan masih dianggap sebagai ajang mencari-cari kesalahan penyelenggara layanan, kekhawatiran adanya diskriminasi terhadap layanan yang akan didapatkan, khawatir dituntut balik secara pidana dan deretan panjang alasan lainnya.  Padahal faktanya, laporan masyarakat itu baik untuk perbaikan pelayanan publik jadi tidak perlu takut untuk menyampaikan laporan.

Hal tersebut merupakan tantangan bagi Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung untuk mencari strategi baru agar pada tahun ini masyarakat dapat lebih memahami dan mengerti arti pentingnya kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik agar hak masyarakat dalam pelayanan publik yang terdapat dalam aturan perundang-undangan dapat lebih dimaksimalkan. Lantas, bagaimana Ombudsman menyikapi kekhawatiran masyarakat tersebut? Berikut pembahasannya.

Hak Masyarakat dalam Layanan

Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah benar, milik kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh Undang-Undang, aturan, dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat dan wewenang menurut hukum. Sedangkan menurut Prof. DR. Notonegoro, hak adalah sebuah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu hal yang memang semestinya diterima atau dilakukan.

Terkhusus dalam layanan publik, sangat banyak hak masyarakat dalam pelayanan publik. Hal itu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 18 UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Diantaranya, pertama mengetahui kebenaran isi standar pelayanan. Kedua, mengawasi pelaksanaan standar pelayanan. Ketiga, mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan. Keempat, mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan. Kelima, memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan. Keenam, memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan. Ketujuh, mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman. Kedelapan, mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan Ombudsman. Dan kesembilan, mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan. Tak selesai disitu, dalam Pasal 40 UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan bahwa masyarakat yang menyampaikan pengaduan juga dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan hak-hak diatas, hak untuk mengadukan atas pelayanan yang tidak sesuai adalah salah satu yang paling penting. Tak hanya mengadu ke instansi penyelenggara, masyarakat juga berhak menyampaikan pengaduan ke Ombudsman. Sekali lagi, hak mengadu itu penting dan dijamin oleh Undang-Undang.

Perlindungan Hak oleh Ombudsman

Ombudsman RI sebagai lembaga negara yang salah satu tugasnya melakukan pemeriksaan substansi atas laporan sesuai Pasal 7 huruf b UU 37/2008 tentang Ombudsman RI, berwenang meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain, melakukan pemanggilan mengenai laporan, melakukan pemeriksaan lapangan serta kewenangan lainnya. Terhadap dugaan maladministrasi pada pelayanan publik, disebutkan bahwa setiap Warga Negara Indonesia atau penduduk berhak menyampaikan laporan kepada Ombudsman, yang mana dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan dan dalam penyampaian laporan dapat dikuasakan kepada pihak lain sesuai pasal 23 ayat (1) UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Selain dijamin haknya dalam UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 15 Perpres 76/2013 tentang Pengaduan Pelayanan Publik mengatakan bahwa dalam hal diperlukan atau pengadu meminta perlindungan, pimpinan penyelenggara wajib memberikan perlindungan kepada pengadu selama proses pengelolaan pengaduan. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa jaminan kerahasiaan identitas pengadu.

Menyikapi kekhawatiran masyarakat yang takut untuk melapor tersebut, pada Ombudsman sebenarnya diberikan salah satu hak istimewa berupa perlindungan identitas. Menurut Pasal 3 huruf h UU 37/2008 tentang Ombudsman RI, Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan kerahasiaan. Pasal 24 ayat (2) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan. Hal tersebut merupakan jaminan kerahasiaan dari Ombudsman untuk melindungi masyarakat.

Maksud adanya jaminan kerahasiaan identitas tersebut adalah bahwa Ombudsman RI sangat serius dan memberikan perhatian besar dalam melakukan setiap tahapan proses pengaduan/pelaporan/pemeriksaan yang senantiasa mengedepankan asas kerahasiaan, kehati-hatian dan asas praduga tidak bersalah dengan cara yang professional serta memberikan perlindungan kepada Pelapor dari segala bentuk ancaman, intimidasi, ataupun tindakan tidak menyenangkan dari pihak manapun yang mengancam keselamatan/jiwa/masa depan Pelapor. Kewajiban menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud tidak gugur setelah Ombudsman berhenti atau diberhentikan dari jabatannya sebagaimana Pasal 30 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2009 tentang Ombudsman RI.

Kebanyakan mindset  yang terbentuk pada masyarakat bahwa mengadu adalah suatu bentuk tindakan yang sia-sia, tidak memberikan dampak signifikan serta terkadang sangat merugikan Pelapor dikarenakan adanya ancaman dan tindakan tidak menyenangkan dari berbagai pihak.  Bahkan kebanyakan masyarakat masih berpikir bahwa apabila mengadu ke Ombudsman dapat diancam balik sebagai tindak pidana sehingga semakin menyurutkan minat untuk melapor. Masyarakat seharusnya sudah lebih paham dan peduli terhadap adanya hak yang sudah diatur dalam Undang-Undang bahwa tidak semua laporan itu bersifat negatif. Penyelenggara negara pun seharusnya tidak antipati dengan adanya pengaduan dari masyarakat, karena tujuannya adalah bersifat perbaikan layanan. Adanya pengaduan masyarakat belum tentu pelayanan yang diberikan buruk, tidak adanya pengaduan pun belum tentu pelayanan yang diberikan sudah baik. Perlu dukungan dan pengawasan dari berbagai pihak agar keseimbangan proses penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan sesuai standar pelayanan yang ada.

Perlindungan hak Pelapor dalam pemeriksaan tersebut juga merupakan bentuk kepedulian negara yang bertujuan agar peran masyarakat sebagai salah satu pengawas eksternal pelayanan publik dapat terus ditingkatkan dan berkelanjutan tanpa adanya kekhawatiran berlebih yang bertujuan untuk menciptakan kondisi layanan publik yang lebih berkualitas serta meningkatkan trust atau kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Jadi, mulai sekarang jangan takut melapor lagi ya. Selalu awasi, tegur dan laporkan.

#RiksaBabel2021 #Jangantakutmelapor




Loading...

Loading...