Vaksin untuk Keluarga Pejabat, Bentuk Maladministrasi Pelayanan Publik
Ombudsman RI meminta pemerintah konsisten melaksanakan program vaksinasi Covid-19 sesuai sasaran yang telah ditetapkan. Pemberian vaksin kepada keluarga pejabat yang tidak masuk dalam prioritas vaksinasi merupakan bentuk maladministrasi pelayanan publik. Maladministrasi dalam program vaksinasi melukai rasa keadilan public.
"Selagi ini masih di tahap awal, Presiden dan Menteri Kesehatan perlu menegakkan aturan dengan kembali ke peta jalan vaksinasi Covid-19 yang telah ditetapkan. Pemberian vaksin kepada keluarga pejabat merupakan bentuk maladministrasi publik karena melanggar ketentuan, kewenangan, bahkan kepatutan sebagai pejabat publik yang semestinya menjadi contoh dan teladan,"Â kata anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dihubungi dari Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Sesuai petunjuk teknis vaksinasi yang dimuat dalam Keputusan Dirjen P2P No.HK.02.02/4/1/ 2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, proses vaksinasi ada empat tahap.
Tahap I diperuntukkan bagi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Tahap IIa adalah untuk petugas pelayanan publik, yaitu TNI/Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya yang meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tahap IIb adalah vaksinasi untuk kelompok lanjut usia (60 tahun ke atas).
Sasaran vaksinasi Covid-19 tahap III adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Selanjutnya tahap IV adalah untuk masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.
Namun, dalam pelaksanaannya, ada kelompok-kelompok yang tidak termasuk dalam skala prioritas mendapatkan vaksin lebih awal. Beberapa di antaranya adalah keluarga anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dan keluarga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Sesuai Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dari Kemenkes, anggota DPR dan DPRD merupakan bagian dari pelayan publik yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 tahap II. Akan tetapi, anggota keluarganya bukan sasaran dalam program tersebut dan tidak berhak ikut vaksinasi lewat jalur itu.
Robert mengatakan, pemberian vaksin kepada keluarga pejabat melanggar prinsip keadilan dan prioritas yang telah dibuat pemerintah sendiri. Dari aspek keadilan, vaksinasi kepada keluarga pejabat merupakan bentuk ketidakadilan karena mengakibatkan masyarakat yang bukan dari kalangan tersebut tidak mendapatkan vaksin.
Adapun dari segi prioritas, tindakan tersebut merupakan bentuk ketidakkonsistenan pemerintah dalam menegakkan peta jalan program vaksinasi sesuai skala prioritas yang telah ditentukan. Pemerintah seakan menutup mata peristiwa tersebut yang sesungguhnya telah melanggar prioritas dalam kebijakan yang dibuat sendiri.
Menurut dia, peluang untuk melakukan tindakan maladministrasi selalu ada. Namun, keteladanan moral pejabat publik untuk tidak melanggar asas kepatutan, keadilan, dan skala prioritas yang menjadi kebijakan pemerintah harus tetap dijaga. "Krisis keteladanan bisa merusak sistem yang sudah dibuat. Jika pejabat di tingkat pusat memberikan contoh buruk, maka bisa menjadi pembenaran bagi pejabat di daerah bahkan hingga tingkat desa melakukan hal serupa," ucap Robert.
Oleh sebab itu, jika program vaksinasi yang disepakati berdasarkan prioritas, maka pemerintah perlu kembali ke jalur awal. Pemerintah harus menegakkan aturan yang sudah dibuat agar program ini bisa berjalan lancar. Namun, tak semua keluarga pejabat ikut divaksinasi. Di Jawa Timur, sebanyak 120 anggota DPRD Jawa Timur telah mengikuti vaksinasi Covid-19. Para legislator provinsi ini mengikuti vaksinasi tahap kedua sebagai bagian dari aparatur pelayanan publik.
Imunisasi yang pertama bagi seluruh anggota DPRD Jatim itu berlangsung pada Jumat (26/2). Suntikan kedua diterima dua pekan kemudian atau Jumat (12/3). Vaksinasi berlangsung di lobi DPRD Jatim di Jalan Indrapura, Surabaya.
Ketua DPRD Jatim Kusnadi mengatakan, tidak ada kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang dikeluhkan oleh legislator. Vaksinasi yang dilaksanakan oleh tim kesehatan RSUD Dr Soetomo itu juga telah berlangsung lancar dan tertib. "Yang divaksinasi adalah anggota DPRD bukan termasuk keluarganya," kata Kusnadi.
Dengan vaksinasi, lanjut Kusnadi, bukan berarti penanganan pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun sejak 17 Maret 2020 dianggap selesai. Situasi pandemi belum mereda apalagi tertangani sehingga pencegahan dalam kedisiplinan penerapan protokol kesehatan tetap mutlak dilanjutkan.
Secara terpisah, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa meminta masyarakat dan seluruh komponen yang telah menerima vaksin untuk tidak terlena. Pandemi Covid-19 sedang memperlihatkan tren menurun dimana penambahan kasus harian tidak lagi di atas 700 orang tetapi di bawah 500 orang. Selain itu, tingkat bahaya penularan di 16 kabupaten/kota dalam kategori risiko rendah (zona kuning) sedangkan 22 daerah lainnya zona oranye (risiko sedang).
"Tetap disiplin protokol kesehatan dan jangan terpancing kabar bohong. Vaksin ini aman dan sebagai ikhtiar untuk meredakan pandemi," kata Khofifah.