Tarif Tol Kembali Akan Naik, Badan Perlindungan Konsumen dan Ombudsman Sentil Pengelola
JAKARTA, iNews.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tidak setuju dengan rencana kenaikan tarif tol. Mereka menilai momennya kurang tepat dan layanan jalan tol masih kurang baik.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim mengatakan sudah seharusnya penyesuaian tarif tol diikuti perbaikan layanan jalan tol.
"Khususnya dalam pengelolaan debit kendaraan. Ini agar tidak merugikan konsumen," ujar Rizal saat dihubungi di Jakarta, Minggu (27/12/2020).
Dia mengkritisi pengelolaan jalan tol harus dilakukan secara terbuka. Ini mengingat sudah banyak ruas tol yang semestinya dikembalikan ke negara setelah masa konsesinya habis.
Terakhir, lanjut Rizal, yang harus diperhatikan saat ini kondisi perekonomian nasional di tengah pandemi Covid19. "Penyesuaian tarif tol perlu mempertimbangkan situasi ekonomi dan tekanan daya beli masyarakat saat ini," katanya.
Anggota Ombudsman Alvin Lie juga mengingatkan ada pertimbangan dalam kenaikan tarif tol. Hal yang harus diingat jalan tol tidak hanya dibangun sekali kemudian dibiarkan saja lalu hanya mengumpulkan uang. Tapi jalan tol harus terus diperbaiki permukaan dan ditinggikan.
Berikutnya dalam unsur keselamatan juga harus ditingkatkan seperti pelayanan derek dan penanganan kecelakaan. Kenaikan tarif juga harus diiringi pelayanan dalam informasi untuk kondisi macet, banjir, dan kerusakan lainnya yang pasti dibutuhkan pengguna jalan.
"Jadi jangan dijadikan otomatis setiap dua tahun naik tarifnya. Kenaikan wajar misalnya, seperti untuk tol layang Jakarta-Cikampek. Wajar tarifnya naik karena ada penambahan investasi pembangunan di sana," ujar Alvin
Hal senada disampaikan, pengamat ekonomi dari INDEF Nailul Huda menilai beberapa kebijakan pemerintah saat ini tidak sesuai dengan data dan kondisi masyarakat. Salah satunya rencana kenaikan tarif jalan tol. Di saat pendapatan masyarakat yang tengah lemah, justru pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat mengerek harga-harga secara umum/inflasi.
"Pemerintah tampaknya tidak paham dengan konsep inflasi dapat mengerek pertumbuhan. Dalam kasus inflasi dapat mengerek pertumbuhan, dibutuhkan inflasi yang demand side atau ada kenaikan permintaan. Sedangkan kebijakan ini bukan dari demand side melainkan supply side. Alhasil yang terjadi adalah inflasi yang mengerek harga secara umum dan jatuhnya akan semakin melemahkan daya beli masyarakat di tengah pandemi," kata Huda.
Dia menambahkan seharusnya pemerintah menahan kenaikan harga yang diatur pemerintah demi menjaga daya beli masyarakat.
"Jadi saya kira kebijakan kenaikan tarif tol saat ini kurang elok dan kurang bijak di tengah pandemi dan resesi," ujarnya.
Sebelumnya, PT Jasa Marga (Persero) dalam waktu dekat akan menyesuaikan tarif untuk Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) I, Jalan Tol Akses Tanjung Priok (ATP), dan Jalan Tol Pondok Aren-Ulujami. Melalui akun Twitter @PTJASAMARGA, Jasa Marga kembali mengingatkan kenaikan tarif tol tersebut. Disebutkan, penyesuaian tarif akan segera diberlakukan.
Akademisi yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menilai tarif tol harus naik karena selain sesuai amanat UU juga penting untuk menarik investor. Diharapkan minat investasi di jalan tol tetap terjaga. "
Jadi solusinya bisa dengan melakukan kenaikan bertahap atau menunda kenaikan untuk angkutan umum," ujar Djoko.