Sengkarut Prasyarat Kepesertaan BPJS pada Layanan Pertanahan, Ombudsman Gelar Diskusi Publik
Jakarta - Sengkarut kebijakan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai prasyarat jual beli tanah menjadi latar belakang Ombudsman RI menggelar Diskusi Publik bertema "Meninjau Prasyarat BPJS Kesehatan dalam Pelayanan Pertanahan" secara daring pada Rabu (23/02/2022). Hadir sebagai narasumber acara Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan David Bangun serta Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana.
"Seringkali ketika target-target dan kewajiban terkait dengan kepesertaan BPJS tidak tercapai, banyak terobosan kebijakan/shortcut dilakukan. Diskusi ini akan melihat apa yang menjadi penyebab kebijakan ini menjadi shortcut mensyaratkan BPJS Kesehatan pada berbagai layanan mutasi/balik nama terkait administrasi pertanahan," ucap Dadan dalam pembukaannya.
Menurut Dadan banyak masyarakat yang bereaksi dengan terbitnya Inpres No 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dalam Inpres tersebut berisi instruksi-instruksi kepada sejumlah Kementerian dan Lembaga hingga kepala daerah untuk mengoptimalkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hasil studi Ombudsman RI terkait Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan banyak perusahanan yang mendaftarkan kepesertan karyawannya dengan kewajiban 4% dibayarkan oleh perusahaan dan 1% dibayarkan oleh karyawan, belum optimal. Selain itu banyak persoalan di BPJS yang menjadikan masyarakat enggan berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Mandiri, salah satunya masyarakat peserta BPJS dijadikan customer kelas 2/dipisahkan pelayanan kesehatannya.
David Bangun berpendapat bahwa Inpres ini bukan sesuatu yang baru, melainkan merupakan penjabaran dari apa yang sudah ditetapkan sebelumnya, baik Undang-Undang maupun PP No. 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara, dan Setiap Orang Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
"Inpres ini isunya diarahkan ke 30 Kementerian/Lembaga untuk optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional dan RPJMN. Ada 111 Instruksi untuk Kementerian/Lembaga. Dan Kementerian ATR/BPN termasuk yang pertama menjalankan Inpres tersebut," ujar David, Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan.
Sependapat dengan David, Suyus Windayana Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN melihat bahwa prasyarat kepesertaan BPJS ini dirasa perlu, selain karena kewajiban seluruh masyarakat mengikutsertakan dirinya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional, prasyarat ini dinilai mampu menjadi subsidi silang terhadap masyarakat mampu yang menggunakan fasilitas di bidang Pertanahan khususnya jual beli tanah.
"Terkait Inpres No 1 Tahun 2022, Kementerian ATR/BPN akan melakukan evaluasi terhadap implementasi kebijakan prasyarat kepesertaan BPJS yang akan diberlakukan mulai bulan Maret untuk peralihan hak jual beli tanah," tambah Suyus.
Dadan berharap agar BPJS Kesehatan maupun Kementerian ATR/BPN melakukan sosialisasi sesuai tupoksinya masing-masing. Karena kebijakan ini dianggap belum terlalu urgen, dengan melihat 236 juta penduduk sudah masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan, sehingga tidak sulit bagi BPJS Kesehatan untuk mencapai UHC (Universal Health Coverage).
Di sisi lain menurut Dadan BPJS perlu melakukan perbaikan sendiri terhadap layanannya sendiri sebelum menyandarkan programnya pada layanan publik di Kementerian/Lembaga lain.
"Forum ini sedang mengkritisi kebijakan ini. Hasil pengkritisan ini apakah layak diteruskan Inpres No. 1 Tahun 2022 ini atau sebaikanya tidak menjadi prasyarat yang mengikat antarlayanan publik. Ombudsman sendiri akan melakukan kajian mendalam terkait Inpres ini," tutup Dadan. (Fat)