RPP Jalan Tol Harus Sesuai Prinsip Pelayanan Publik
 Siaran Pers
Nomor 011/HM.01/III/2021
Jumat, 5 Maret 2021
Â
JAKARTA- Pemerintah dewasa ini sedang fokus pada pembangunan infrastruktur jalan. Pembangunan tersebut di samping memicu pertumbuhan ekonomi, juga mengintegrasikan antarwilayah guna memperkuat NKRI. Pembangunan jalan tol dikembangkan di wilayah trans-Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.
Pembangunan infrastruktur membutuhkan pembiayaan besar. Dalam pelaksanaannya pemerintah menggandeng pihak swasta dengan cara privatisasi. Pembangunan jalan tol berimplikasi terhadap aspek sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan.Â
Dalam
rangka menindaklanjuti UU Cipta Kerja, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang
Perubahan Kelima Atas PP No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol.Â
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menegaskan, jika dalam penyusunan RPP Jalan Tol ini tidak mengakomodir aspirasi publik, bahkan dalam pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip pelayanan publik sesuai UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, maka dapat dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik.
"Pada
gilirannya, hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui
Ombudsman RI dalam kaitannya dengan praktik maladministrasi di substansi
penyelenggaraan layanan jalan tol," ucapnya, Jumat (5/3/2021) di Jakarta.
Pada
acara konsultasi publik yang digelar Direktorat Jenderal Pembiayaan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan terkait RPP Jalan Tol pada Kamis (4/3/2021) di Hotel
Santika BSD City Serpong Banten, Hery menyampaikan beberapa pokok pikirannya.
"Pertama,
perlu dijelaskan pokok-pokok pikiran terkait alasan perubahan pasal-pasal dalam
RPP tersebut. Pasal-pasal yang dihapus,
diubah maupun ditambah dengan menyesuaikan pada UU Ciptaker. Kedua, jalan tol
merupakan barang publik (public goods)
yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi (quasi goods) tentu erat kaitannya dengan pelayanan publik," ujarnya.
Ketiga,
esensi dari UU No 25 tentang Pelayanan Publik harus dicantumkan dalam klausul
RPP Tentang Jalan Tol. "RPP ini harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik,
yakni kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan
umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban,"
imbuhnya.
Keempat,
Hery menjabarkan sejumlah keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan
tol yakni kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi, terutama
kemacetan yang semakin sulit diatasi, kualitas jalan tidak memadai sebagai
jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang hingga jalan tol
yang belum nyaman bagi pengguna.
"Kebijakan
e-toll menambah beban biaya
pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa
yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa padae-toll belum bisa digunakan untuk semua
transaksi," ujar Hery.
Menurut
Hery, kebijakan tarif tol yang selalu naik setiap dua tahun, perlu dikritisi.
"Pemerintah tidakfairkarena SPM (Standar
Pelayanan Minimal) tidak terpenuhi.Â
Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif
tol semakin mahal dan naik setiap dua tahun," ujarnya.
Kelima,
Hery memberikan masukan agar pemerintah segera menyelaraskan peraturan
perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya. (*)
Â
Narahubung
Anggota Ombudsman RI
Hery Susanto